Candi Jago Malang |
Minggu kemarin, akhirnya saya berhasil menyapa kembali salah satu candi yang ada di Malang.
Keberhasilan ini begitu menggembirakan karena sudah capai rasanya saya kecele mendapatkan kenyataan bahwa belum ada candi yang buka. Padahal, saya sudah keliling dari ujung utara, barat, timur, dan selatan kota untuk mencoba mencari candi yang buka.
Eh ndilalah, ada rekan saya yang mengunggah foto di Candi Jago dengan wajah yang ceria. Saya berkomentar apakah foto tersebut foto lama. Ternyata bukan. Itu adalah foto baru yang ia ambil beberapa hari sebelumnya. Jadi, saya sudah mendapatkan informasi yang pasti mengenai pembukaan candi ini.
Saya pun lantas pergi ke Kecamatan Tumpang, tempat candi ini berdiri. Dan sesampainya di sana, candi ini memang sudah buka. Hanya saja, saat itu sedang ramai rombongan sepeda ontel yang cukup banyak. Sampai-sampai, taka da tempat parkir yang muat.
Saya ragu untuk masuk karena saat itu sedang membawa motor besar hasil pinjaman. Ya takut saja nanti ada apa-apa kalau saya parkir sembarangan. Motor orang soalnya. Jadi, saya memutuskan menunda dulu menyapa candi ini dan beralih ke candi lainnya.
Candi yang saya maksud adalah Candi Kidal. Letak candi ini masih berada di Kecamatan Tumpang hanya saja beda desa. Jarak antara candi Jago dan Candi Kidal sekitar 3 km. Saya pun menggeber motor lagi dengan kecepatan cukup kencang karena jalanan sepi. Hanya perlu waktu sekitar 5 menit untuk sampai di candi ini dan ternyata saya harus menelan kekecewaan. Candi ini masih tutup dan digembok.
Saya pun menghela napas sejenak dan mencoba untuk realistis dengan keadaan. Memang candi belum diizinkan buka karena pandemi. Ya sudah, akhirnya saya memacu motor kembali menuju Candi Jago. Siapa tahu, rombongan pesepeda ontel sudah pulang. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Suasana di sana sudah sepi dan pintu candi terbuka lebar. Saya pun memasukkan motor ke tempat yang disediakan.
Tanpa banyak basa-basi, saya langsung menuju tempat cuci tangan sesuai protokol kesehatan. Saya pun sudah sakaw melihat relief pada dinding candi. Saya senang sekali dengan keunikan candi ini yang memiliki banyak sekali cerita. Salah satunya adalah fable mengenai angsa dan kura-kura.
Kalau dulu pas SD pernah membaca fabel ini, kita akan terkesima dengan kisah bagaimana kura-kura bisa jatuh saat diterbangkan oleh angsa. Lantaran, ia membuka mulut saat mengapit kayu yang menjadi medianya terbang. Kura-kura pun akhirnya jatuh dan dimangsa serigala.
Relief Candi Jago |
Selain kisah fabel ini, saya juga terkesima dengan cerita Arjunawiwaha yang meriwayatkan perkawinan Arjuna dengan Dewi Suprabha sebagai hadiah dari Bhatara Guru. Perkawinan ini terjadi setelah Arjuna mengalahkan raksasa Niwatakawaca. Relief yang menggambarkan cerita ini masih terlihat jelas!
Relief candi jago |
Saya memotret bagian-bagian relief candi ini dengan perlahan. Mencoba memaknai kisahnya yang kompleks dan beragam. Kala asyik memotret, saya dikejutkan dengan seorang pria yang melarang untuk menginjak rumput. Ternyata larangan itu tidak ditujukan pada saya tetapi pada anak perempuannya. Saya tersenyum padanya dan memang begitulah seharusnya. Menjaga kebersihan dan kenyamanan sata berada di candi adalah kunci.
Nah, yang saya suka dari candi ini adalah pengunjung diperkenankan untuk naik hingga ke badan candi. Ini yang saya tunggu-tunggu. Saya naik setapak demi setapak hingga hampir ke bagian paling atas candi. Dari sini, saya bisa melihat Kota Tumpang dari ketinggian. Angin berembus cukup kencang dan membuat rambut saya terurai layaknya kontestan Miss Supranational.
Melihat pemandangan dari atas |
Selain sebagai pembelajaran sejarah, candi ini juga kerap digunakan sebagai tempat sesi photoshoot baik calon pengantin, foto model, atau lainnya. saya memotret beberapa jepretan untuk saya simpan sebagai kenang-kenangan. Saya tidak tahu kapan akan mengunjungi candi ini. Bisa jadi, ini kali terakhir kunjungan saya.
Bagian tubuh candi |
Cukup lama saya berada di atas. Menikmati sepoi angin dan lalu lalang kendaraan. Saya baru turun ketika mulai banyak orang yang datang. Ini menandakan, saya harus segera pergi karena harus mengindari kerumunan. Saya pun turun dan masih memotret beberapa bagian kaki dan badan candi. Rasa bimbang pun muncul karena cukup berat untuk meninggalkan candi ini.
Lalu, saya memilih untuk duduk sejenak di bawah sebuah pohon yang cukup rindang. Aha, inilah salah satu spot paling favorit saya ketika berada di sebuah candi. Memotret candi dari balik sebuah pohon. Sebelum memotret, saya menikmati kembali sepoi angin di hari yang cukup mendung tersebut. Rasanya amat syahdu.
Kesyahduan ini semakin sempurna ketika saya menemukan ceceran mahkota bunga kamboja yang berada di sekitar pohon tersebut. Saya ambil satu tangkai dan mulai memotret kuntum bunga tersebut sebagai hiasan. Melihat potret yang saya hasilkan, saya teringat pada Putu Ayu Saraswati yang akan berlaga di Miss International 2021.
Iya, kuntum bunga yang selalu menemani telinganya begitu memesona. Pun demikian candi ini yang saya potret dengan kuntum bunga dan dedaunan pohon. Rasanya menentramkan hati. Sama halnya saat saya melihat wajah Ayusa – sapaan akrab Putu Ayu Saraswati – di media sosial.
Memotret dari balik pohon adalah kunci |
Saya kembali berkeliling dan memotret bagian lain dari kompleks candi ini. Selain bangunan candi, ada beberapa arca yang ada di sekitar candi. Ada yang masih utuh dan ada yang sudah rusak. Diantara semua arca itu, arca Amogapasha adalah yang paling menarik perhatian saya. Amoghapasa adalah salah satu boddhisatwa perwujudan Lokeswara atau Awalokiteswara dalam kepercayaan Buddha Mahayana. Arca ini melambangkan sifat welas asih.
Arca Amogapasha |
Pada Candi Kidal, arca tersebut memiliki delapan lengan dengan latar kepala raksasa yang saling membelakangi. Sayang, kepala arca tersebut telah hilang dan lengan-lengannya telah patah. Selain arca amogapasha, ada juga arca berbentuk raksasa setinggi 1 meter. Jadi, sama seperti candi-candi lain, Candi Jago juga memiliki arca yang cukup bernilai sejarah tinggi.
Arca berkepala raksasa |
Foto terakhir |
Langkah kaki saya cukup berat meninggalkan candi ini. sembari melihat anak-anak sekitar yabg bermain dan makan ciki di atas candi, saya masih begitu takjub dengan perpaduan agama Hindu dan Buddha yang menjadi dasar dari candi ini. Sebuah perpaduan erat meski keduanya berbeda tetapi menghasilkan mahakarya sebagus candi ini.
Pengen sekali rasanya ingin menapakkan kaki ke candi, saya belum pernah sama sekali melihat secara langsung candi di Indonesia ini mas, melihat beberapa postingan post dari temen-temen blogger soal candi, rasa nya jiwa saya berontak mas, hehe pengen banget rasanya. Oh iya itu candi nya bagus untuk spot foto mas, trus lingkungan nya asri. Oh iya itu arca yang runtuh gak di renovasi ulang ya mas atau emang sebuah sensasi untuk candi nya.?
ReplyDeleteuntuk candi yang runtuh tidak boleh sembarangan di renovasi mas
Deleteharus ada kajian dan penelitian mendalam yang disebut ekskavasi
banyak pihak yang terlibat dan juga harus mencocokkan dengan sumber sejarah serta keberadaan bahan baku yang sesuai dengan yang digunakan candi
jadi, ini alasan mengapa masih banyak candi yang belum bisa dipugar sampai utuh mas
Beruntung mas Ikrom tinggal di daerah yang banyak candinya, jadinya bisa rekreasi kesana.
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya bisa juga wisata ke candi jago juga, walaupun awalnya pergi dulu ke candi kidal karena penuh dengan pesepeda, setelah balik lagi udah sepi.
Padahal candinya agak kecil ya mas tapi pengunjung boleh naik ke badan candi. Itu waktu naik keatas ngga ada penampakan ya.😂
kalo saya berarti kurang beruntung yaa. Di kotaku ga ada candi sama sekali. Padahal, dulunya ada kerajaan Sriwijaya di sini. Katanya sih, Candi nya ada di daerah Jambi, bukan di Palembang tempatku..
Deletewalau tidak ada candi, kan masih ada beberapa situs sejarah seperti makam, atau yang lain mas mas
Deletebahkan kadang ada wisata sejarah yg belum banyak diketahui orang
museum misalnya
itu bisa didatangi
tidak harus ke candi hehe
pas naik biasa aja si malah asyik soalnya bisa lihat dari atas
Wuaah toosss kita samaan ngalamin yang namanya gagal bisa masuk ke area candi yang masih belum juga dibuka di situasi new normal, maas ...
ReplyDeleteContohnya candi Gebang (sepertinya mas Ikrom pernah kesana).
Udah jauh-jauh dampai sana .., laah malam tutup operasional.
Dilihat foto lokasi candi Jago yang dikitari rumah warga, mengingatkan letak lokasi candi Pawon.
Sebenarnya sayang ya kalau areanya terlalu berdekatan dengan rumah warga, view keksotiakn candi jadi terganggu.
aku ke candi gebanh lagi beberapa hari lalu mas dan masih tutup juga
Deletemau ke candi kedulan juga masih tutup
ya sudahlah heheh
iya ini dekat perkampungan padat penduduk dan jadi keliatan jemurannya ya mas hehehe
Aku baru tahu ada Candi Jago di Malang. Bisa masuk dalam daftar tempat yang bisa dikunjungi andai suatu hari main ke Malang.
ReplyDeleteCandi ini yang menarik memang ceritanya ya. Aku paling suka dengan cerita mengapa suatu candi dibuat dan dibuat pada masa apa? Tahu nggak mas Candi Jago ini dibangun saat masa kerajaan apa? Majapahit kali ya?
Loh, candi ini letaknya sedekat itu sama rumah penduduk ya mas, bener2 kaya lagi main2 aja gitu, ga ada jarak sama rumah2 penduduk hihihi.
ReplyDeleteAku sama suami juga suka banget jln2 ke candi, apalagi kalau di jogja tuh, kalau ga sengaja nglewatin candi pasti di jabanin hahhaha, ah jadi kangen liburan.
Akhirnya ketemu juga candi yang bisa dikunjungi ya, setelah melipir sana-sini dan banyak candi-candi yang tutup 😅.
ReplyDeleteBtw, candinya syukur sekali masih terawat dengan baik. Lokasi candinya ada di tengah perumahan warga, Kak? Aku seperti melihat baju yang dijemur di salah satu foto Kakak 🤭
Aku juga salut sama bapa-bapa yang melarang anaknya menginjak rumput. Salah satu tindakan kecil, tapi patut ditiru :D
Baru tau kalo cerita anak-anak tentang kura-kura yang jatuh saat terbang ama angsa ternyata terukir di relief Candi Jago.
ReplyDeleteJadi pengen liat reliefnya secara langsung.
bersih bener lingkungannya, seneng liatnya
ReplyDeletebertahun-tahun tinggal di Malang aku belum pernah masuk ke Candinya
malah wisata lain yang dikunjungi hehehe
semoga nanti bisa mampir ke sana juga ya. bener kata Lia mas ikrom, apakah candi ini sekarang lokasinya berada di tengah tengah pemukiman warga ya, beraarti gampang dicari juga ya lokasinya ?