Pemandian Ken Dedes |
Wilayah Kecamatan Singosari Malang bagi saya adalah surga wisata.
Selain tempatnya dekat dengan rumah, aksesnya mudah, dan berada tepat di poros Jalan Raya Malang-Surabaya, wilayah ini juga menyimpan berbagai peninggalan sejarah yang amat berharga. Peninggalan sejarah itu tak hanya berupa candi, melainkan juga berupa pemandian.
Salah satu peninggalan sejarah itu adalah Pemandian Ken Dedes. Pemandian ini letaknya tak jauh dari Candi Singosari yang merupakan salah satu peninggalan penting dari sebuah kerajaan besar di Jawa Timur. Untuk mencapai pemandian ini, kita hanya perlu mengikuti petunjuk jalan melewati patung dwarapala hingga sampai di tempat ini. Sebelum masuk, saya mendapat hadiah berupa pemandangan Gunung Butak yang memagari Malang di sisi barat.
Perjalanan menuju TKP |
Kebetulan, waktu berkunjung saya tepat pada hari pertama percobaan pembukaannya dalam masa adaptasi kebiasaan baru. Loket resmi masih belum buka dan hanya ada seorang petugas yang duduk di pintu masuk. Ia meminta saya membayar tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah. Saya tidak diberi tanda masuk. Meski demikian, saya memaklumi bisa jadi ini masih merupakan percobaan pembukaan. Tampak pula bilik sterilisasi yang belum bisa digunakan secara maksimal.
Bilik Sterilisasi |
Saya langsung berinisiatif memotret bagian kolam yang berada dekat dengan pintu masuk. Di sana, tampak ikan mas koki yang cukup besar. Di dekat kolam itu, tampak patung Ken Dedes yang dijaga oleh dua patung singa di bawahnya. Singa sendiri adalah hewan yang dikeramatkan oleh masyarakat Malang dengan Tim Arema Singo Edannya.
Patung Ken Dedes |
Sayang, patung-patung itu tampak lusuh. Tak terawat selama penutupan. Itu terlihat dari kusamnya warna patung dan banyaknya dedaunan yang memenuhi area di sekitar patung. Saya menemukan banyak sekali daun yang masih disapu oleh sekitar 3 orang petugas kebersihan. Saya tidak tahu apakah saat itu mereka baru saja membersihkannya tetapi feeling saya mengatakan bahwa selama penutupan akibat pandemi covid-19, tempat ini dibiarkan begitu saja.
Keyakinan saya bertambah ketika beberapa kolam renang di pemandian ini juga tampak dipenuhi dedaunan. Sepertinya kolam-kolam itu baru saja dikuras untuk dibersihkan. Tampak karat yang memenuhi bagian dasar kolam. Para petugas pun masih asyik menyapu area sekitar kolam yang sungguh penuh dedaunan.
Kolam yang belum dibersihkan |
Untungnya, kolam renang utama yang paling besar masih bisa digunakan. Di sana, banyak anak-anak berenang untuk menghabiskan akhir pecan bersama teman atau keluarga. Tampak pula beberapa guru renang yang sedang mengajarkan teknik berenang kepada anak didiknya.
Kolam renang utama |
Pendek kata, kegiatan di kolam renang utama itu amat meriah. Sama seperti kolam renang lainnya di Malang yang mulai dibuka. Bahkan, beberapa ruang tunggu dan ruang ganti mulai penuh. Di sini juga menyediakan ruang penitipan sehingga kita tak perlu takut untuk kehilangan barang yang kita bawa.
Saya meninggalkan sejenak aktivitas di kolam renang utama itu. Bergeser ke bagian lebih atas, saya melihat ada dua patung yang berdiri gagah di atas bukit. Patung itu menarik perhatian saya. Segera saja, saya mengampiri mereka dan tampak dua patung itu masih tampak gagah meski sama dengan patung sebelumya juga ditemani oleh banyak dedaunan.
Patung pengawal. |
Di sana, seorang petugas kebersihan juga masih asyik menyapu bekas dedaunan untuk dikumpulkan dalam satu wadah. Saya tak bisa membayangkan berapa banyak tong sampah untuk menampung sampah daun di sana. Apa pun itu, kerja keras mereka layak diapresiasi.
Di dekat patung tersebut, terdapat sebuah petilasan yang disucikan. Saya tak bisa masuk petilasan tersebut dan hanya memotretnya dari luar. Petilasan ini sebagai tanda bahwa tempat ini merupakan tempat bertemunya Ken Dedes yang saat itu masih menjadi istri sah Tunggul Ametung dengan Ken Arok.
Petilasan |
Menurut tutur yang beredar, saat itu ada sebuah taman bernama Taman Boboji yang merupakan sebuah taman pemandian bagi putri. Taman ini disebut-sebut sebagai tempat pertemuan sakral tersebut. Beberapa sumber memang menyatakan bahwa di Pemandian Ken Dedes inilah keduanya bertemu. Namun, kebenaran pendapat ini masih simpang siur.
Selain kisah tersebut, sebuah pompa air yang mengalirkan air dari sumber air ke dalam kolam tampak bekerja baik di dekat petilasan itu. Bagaimanapun kisah tersebut beredar, yang pasti sumber ini masih terus mengalirkan air segarnya. Sesegar udara di tempat itu yang amat menusuk tulang.
Saya terus menuju bukit yang ada di sisi utara pemandian itu. Saya baru tahu bahwa ada semacam panggung hiburan dengan tanah lapang yag cukup luas di sana. Bisa jadi, panggung ini sering digunakan sebagai tempat berbagai acara yang didatangi banyak orang. Dengan larangan berkumpul bagi banyak orang saat ini, secara otomatis tempat itu pun menjadi terbengkalai. Hanya suara pohon bambu yang tertiup angin yang terdengar nyaring di telinga. Mendengar suara itu, pikiran saya langsung tertuju kepada satu sosok makhluk.
Genderuwo.
Saya tak mau pikiran itu terus menyerang pikiran saya. Terlebih saya sendirian. Saya lebih berkonsentrasi memotret kolam dari atas. Dan, apa yang saya lakukan tak sia-sia karena kolam tersebut tampak dipagari apik oleh Gunung Butak yang telah saya potret sebelumnya. Inilah momen paling manis di pemandian ini yang sudah bisa saya dapatkan.
Panggung terbengkalai |
Saya kembali menuruni bukit kembali ke kolam renang dan melihat sekilas anak-anak yang terjun bebas dari sebuah papan loncat. Air kolam pun terpercik ke tubuh saya. Walau terkena air, saya senang melihat keceriaan mereka. Bisa jadi, kalau masih ada Ken Dedes, ia pun akan senang karena tempat ini amat berguna bagi anak-anak di Malang. Saya pun memutuskan pulang beberapa saat kemudian sambil melihat patung Ken Dedes yang dianggap ibu oleh masyarakat Malang tersenyum simpul memandang wajah saya.
Serem amat mikirnya langsung genderuwo mas..
ReplyDeleteTpi ini bagus banget.. Udh dipugar jadi lebih modern.. Asri juga lagi.. nggak bisa ngebayangin gimana dinginnya kalau lagi musim hujan.. hehe
soalnya wingit dan sepi mas huhu
Deleteiya dingin banget di sini
Salah satu tempat bersejarah dari berdirinya kerajaan Singasari nih.
ReplyDeleteSayang selama pandemi ini tempatnya kurang terawat.
sayang banget mas padahal nilai sejarahya amat tinggi
DeleteIya selama pandemi perawatannya rupanya tidak maksimal. Tapi ya maklum juga ya mas, karena pendapatan mereka kan juga terbatas sekali saat tutup itu.
ReplyDeleteMalang itu seperti tak ada habisnya ya untuk dieksplore. Saya juga paling suka kalau diajak berkunjung ke Malang. Udaranya sejuk dan banyak pilihan objek wisata. Kalau yang Ken Dedes ini belum pernah saya
iya mbak sayang banget tapi ya mau gimana
Deletebanyak banget mbak kalau diexplore
Lah kok ...hahaha .., tetiba keingetan sosok genderuwo saat di dekat pohon bambu 😅.
ReplyDeleteSayang banget kalau taman yang ada kaitan kisah sejarah Singosari ini kurang terawat.
Semestinya libur operasional karena pandemi tetap ada staff kebersihan area bertugas ya.
hahaha lah ya itu mas
Deleteiya sayang banget jadi engga terawat gini
Hahaha kenapa ingatnya malah genderuwo mas, kan masih siang.😂
ReplyDeleteMemang sejak ada pandemi banyak tempat wisata yang terbengkalai, sehingga wajar kalo kolam sampai berkarat dan patung Ken Dedes juga sampai banyak sampah daun yang berserakan. Mungkin selama tutup karyawan nya diliburkan karena tidak ada pemasukan sehingga tempatnya berantakan.
Yah, semoga saja pemandian Ken Dedes malang ini tetap buka. Soalnya disini kemarin ada tempat wisata yang buka tapi ditutup lagi karena masih rawan katanya.
soalnya wingit mas hhehe
Deleteiya kasian banget jadi sepi dan engga ada pemasukan'sepertinya karyawannya baru kerja hari itu lagi
iya masih banyak yg tutup juga mas
kok aku pas agi melihat pemandangan gunubg butak ditambah suara rumpun bambu sing bergemerasak seketika malah matakubtertuju pada patung sik deket dedaunan nduwur iku mas, juga petilasan sik ga oleh dileboni...sakral ya e yo mas...
ReplyDeletening moga moga pembenahan di beberapa spot pemandian n kolam yang masih maintenance cepet deh biar makin ciamik nggo plesiran kluarga...biar kolame nda jadi tempat daun menclok tok hehehhe
btw aku agi tertarik mau mbukak sejarah ken dedes ketemuan karo ken arok wekekekke
iya ini sakral banget mbak
Deletesemoga aja bisa bersih dan nhyaman lagi
heheh iya sejarahnya bagus banget itu mbak
Ini yang aku suka kalau mampir ke blog Kak Ikrom, membaca tulisan-tulisan Kakak tentang tempat wisata berbau sejarah yang jarang dilihat oleh wisatawan. Aku senang bisa jalan-jalan virtual ke tempat bersejarah seperti ini. Kebayang momen bertemunya Ken Dedes dan Ken Arok di tempat ini deh :D
ReplyDeleteDan benar kata Kak Ikrom, Ken Dedes pasti senang bahwa tempat ini pada akhirnya bisa memberi kebahagiaan bagi masyarakat sekitar khususnya :)
Semoga Kak Ikrom bisa mengeksplor bangunan-bangunan bersejarah lainnya yang jarang terjamah oleh turis, ya!
wa makasih atensinya mbak lia
Deleteaminnn semoga tetap sehat dan ada uang ya hihi
\
iya ini so sweet banget tempat bertemunya raja dan ratu singosari
sayangnya engga begitu terawat sekarang mbak
Kolam yang pertama itu keliatan kotor banget. Bener kayaknya mas, itu kolam nggak pernah dirawat selama penutupan. Lumutnya juga banyak banget 😂
ReplyDeleteUntung siang, lha coba kalau dateng ke sini pas udah surup-surup gitu. Yo tambah parno pas denger suara dan mbayangin si gendruwo di deket pohon-pohon.
wkwkwk iy akan mas eman banget
Deleteduh pagi aja udah creepy apalagi surup ya wakakaka
Malang bikin kangen, tempatnya sejuk banyak wisata, di tempat saya sampai november ini kolam renang masih belum boleh dibuka, masih khawatir penyebaran virus corona
ReplyDelete