Saka tatal Pendopo Banyuwangi |
Riko ngajaki pisahan
Sak temene isun salah paran
Welas ring ati wis sing nono liyo
Sulung tah sulung riko apuwo
Walah malah nyanyi. Yang belum baca bagian sebelumnya, bisa baca di sini ya….
Bagian 2
Sebelum saya memutuskan berjalan-jalan sendirian ke Banyuwangi, saya sempat galau mengenai transportasi menuju tempat wisata.
Mau menyewa motor kok ya malas kalau mengendarai seorang diri. Takut salah paran alias tersesat. Akhirnya saya memutuskan menggunakan jasa ojek wisata yang sering saya gunakan di kota lain. Harga sewanya tergantung tujuan. Kalau di sekitar kota saja sekitar 250 ribu. Tetapi kalau mau ke tempat wisata yang agak jauh semisal kawah Ijen atau pantai di luar kota, bisa sampai 350 ribu rupiah.
Saya sih memilih tur dalam kota saja karena tujuan saya memang ingin melihat bekas Stasiun Banyuwangi lama yang tak lagi digunakan. Mas Setiawan yang bertugas mengantar saya datang tepat jam 7 pagi sesuai kesepakatan. Saya pun langsung diantar menuju bekas Stasiun Banyuwangi yang tak lagi digunakan sejak tahun 1980an.
Pengetahuannya akan sejarah bangunan lama sangat luas. Pantas saja, ia adalah salah satu anggota penggiat sejarah bangunan lama di kota itu. Ia juga paham bekas rel kereta api yang melewati pemukiman padat penduduk hingga percabangannya menuju pelabuhan. Jadi dulu ternyata kereta api di kota ini amat penting untuk memasok barang dan manusia.
Menyambangi Rumah Sang Bupati
Selepas menjejaki jalur kereta api, saya diajak Mas Setiawan untuk mengunjungi Pendopo Bupati Banyuwangi. Walau ragu karena tempat seperti ini biasanya tertutup untuk umum, tetapi nyatanya kami bisa mengunjunginya. Pendopo ini berada tak jauh dari Taman Sri Tanjung. Pada hari sebelumnya, saya hanya memotret dari jauh bangunan besar tersebut. Eh ndilalah saya dapat kesempatan untuk mendatanginya.
Selepas memarkir motor, kami disambut oleh seorang satpol PP bertubuh kekar. Sempat ciut juga ya nyali saya. Namun, Mas Setiawan menyatakan maksud dari kedatangan kami. Ia sudah membuat janji dengan seorang satpol PP lain pada sore harinya.
Bagian depan pendopo Bupati |
Untunglah, satpol PP tersebut mengizinkan kami masuk. Namun, ia akan mengawal kami selama berada di dalam area pendopo. Ia juga akan menjadi pemandu wisata bagi kami secara gratis. Lantaran, pendopo ini adalah milik rakyat dan boleh dimasuki siapa saja asal dengan protap yang berlaku. Semisal, mengisi buku tamu, meninggalkan identitas diri, dan berpakaian sopan.
Satpol PP yang saya kira garang dan menyeramkan ternyata asyik juga. Yang saya takjub ternyata pengetahuan akan sejarah Banyuwangi amat tinggi. Ia tahu dengan detail kapan pendopo ini dibangun, dari mana asal saka tatal (tiang pendopo), dan beberapa koleksi benda seperti alat musik di dalam pendopo. Kemampuannya ini membuat saya berpandangan lain terhadap satpol PP. Kalau biasanya saya berpikiran kurang baik karena mereka gemar menggebuk warga yang berada di pemukiman liar, kini saya malah mengapresiasinya.
Saya tidak tahu apakah satpol PP terutama yang betugas di dalam pendopo ini dilatih secara khusus atau bagaiamana. Yang jelas, pelayanan yang mereka berikan membuat saya betah dan puas berwisata di tempat penting ini.
Saya dibawa masuk ruangan penginapan yang sering digunakan oleh Bupati Banyuwangi untuk menjamu tamunya. Ruangan ini unik karena pada bagian luar tampak seperti rumah teletubbies yang penuh dengan rumput. Ternyata di dalamnya ada banyak kamar yang setara dengan hotel berbintang 4. Suasana segar terasa karena AC-nya cukup kencang. Di dalamnya juga ada ruang makan dan ruang bersantai lengkap dengan beragam perabotan. Ah, saya jadi ingin menginap di sini. Boleh kan Pak Bupati?
Bagian luar penginapan tamu Pendopo Bupati Banyuwangi |
Tidak hanya itu saja, di bagian tengah pendopo ada sebuah halaman luas yang sering digunakan untuk pesta kebun dan jamuan makan. Kebetulan, saat itu Pak Bupati akan menjamu tamu dari UNESCO. Maka, meja dan kursi makan pun ditata sedemikian rupa. Lengkap dengan aneka hiasan sebagai pelengkap jamuan. Serius, tempatnya asyik sekali. Walau saya tak bisa ikut makan bersama, tetapi saya puas bisa melihatnya.
Halaman tengah Pendopo Bupati Banyuwangi |
Bagian terakhir yang saya kunjungi adalah sebuah rumah bergaya using di bagian belakang. Rumah ini amat eksotik karena masih terawat dengan baik. Di dalamnya ada sebuah kasur berwarna merah dan hitam yang menjadi ciri khas masyarakat using. Biasanya mereka menggelar upacara mepe kasur pada hari tertentu.
Rumah Tikel di dalam pendopo Bupati Banyuwangi |
Kasur khas suku using |
Ternyata saya mendapat kejutan. Yakni, sumur tua yang diduga sebagai asal-usul Banyuwangi yang ada di belakang rumah tikel tersebut. Lah, saya lalu heran. Kemarin yang mau saya lihat tetapi tidak jadi itu juga sumur legenda. Jadi mana yang benar?
Satpol PP menunjukkan sumur legenda Banyuwangi |
Ternyata ada dua versi yang berkembang dalam masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa sumur di sebuah rumah yang saya datangi kemarin adalah sumur legenda. Ada juga juga pendapat bahwa sumur di pendopo inilah yang mengeluarkan harum pada momen tertentu. Saat saya mencium aromanya, baunya biasa saja. Barangkali momennya belum tepat ya. Meski demikian, beberapa tamu yang datang, terutama dari luar negeri meminta air di dalam sumur tersebut sebagai oleh-oleh.
Beranda rumah using |
Tiga puluh menit saya habiskan untuk melihat lebih jauh kediaman orang nomor satu di Banyuwangi ini. Kala akan meninggalkan tempat ini, ada beberapa satpol PP lain yang sudah bersiap mengawa para tamu – terutama dari luar kota – yang akan berkunjung ke sini. Biasanya, mereka juga sudah melakukan janji terlebih dahulu karena tentu ada pembatasan jumlah pengunjung.
Saya mengucapkan terima kasih yang banyak pada satpol PP yang mengawal saya. Ini pengalaman pertama sekaligus berkesan sebuah tempat paling penting begitu terbuka bagi pengunjung. Saya saja mau masuk Balai Kota Malang sampai sekarang belum keturutan.
Melihat Aktivitas Suku Using di Desa Kemiren
Lantaran baru melihat rumah gaya using, maka saya meminta pada Mas Setiawan untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Kemiren. Desa ini terkenal sebagai salah satu desa dengan konsentrasi suku using yang tinggi. Suku Using sendiri konon merupakan suku asli Banyuwangi dengan pengaruh kebudayaan Bali yang amat kuat. Bersama suku Tengger, suku Using adalah satu suku yang masih memegang tradisi kuat di Jawa Timur.
Desa Kemiren terletak di sebelah timur Kota Banyuwangi yang menjadi jalan pendakian menuju Gunung Ijen. Kalau dari pusat kota ya sekitar 20 menitan. Desa ini sudah ditetapkan sebagai desa wisata sehingga beberapa fasilitas pendukung wisata pun tersedia. Salah satunya adalah penginapan bergaya using yang banyak tersebar di kiri kanan jalan.
Replika rumah using |
Pintu masuk Dewas Adat Kemiren |
Saya mendapati gapura selamat datang dengan replika rumah using yang amat cantik. Oh ya, rumah using sendiri ada tiga jenis yang dibedakan dari konstruksi tiang dan atapnya. Struktur paling simpel adalah baresan. Lalu ada struktur cerocogan dan yang paling rumit adalah tikel balung. Saat berkeliling Banyuwangi, struktur baresan sering digunakan sebagai warung atau pos kamling dan bangunan sederhana lain.
Macam rumah using. Dok istimewa |
Sementara, struktur cerocogan dan tikel balung digunakan sebagai hunian. Namun, ada juga struktur baresan yang digunakan sebagai hunian. Diantara ketiganya, struktur cerocogan yang paling saya temui. Termasuk, saat menyambangi Pendopo Bupati Banyuwangi.
Lantaran pengaruh kebudayaan bali yang khas, maka ada pula seni Barong yang dipertunjukkan di Desa Kemiren. Bedanya, ukuran barong suku using jauh lebih kecil dan warnya didominasi merah. Ah sayang, baru saja mendengar ada gemuruh gamelan, eh pertunjukannya –tepatnya latihan – sudah usai. Jadi ya saya harus menelan kecewa.
Pertunjukan barong suku using |
Maka, saya pun memutuskan untuk segera ke pantai karena hari semakin siang. Kira-kira, apa saja yang akan saya dapatkan di pantai nantinya?
Tunggu ya kelanjutannya.
Ini yang saya demen mas.. Keren mas. Saya dulu cuma sempat singgah sebentar ke kota ini, jadi nggak sempat kemana-mana.
ReplyDeleteSekarng jadi tahu pendopony dan sedikit tentang asal usul Banyuwangi. Mungkin hidung mas lagi mampet ya ga bisa nyium wanginya.. hahahaha...
Foto-fotonya baguss... sukaaa... hahahahahah
Terusin ya mas.. jadi saya bisa tahu kota-kota lain..
hahahha bisa sa pak anton
Deletemakasih banget atensinya
ya Alloh uda part 3, sek sek sek...taktamatin satu satu dulu,..mulai dari sini dulu ya mas ikrom wekekekej
ReplyDeleteeh intronya kasi pertanyaan dulu ah, siapakah bupati mbanyuwangi saat ini?
jan penak tenan mas, diguide 2 orang, mas setiawan dan pak pol pp yang bertubuh kekar dan berwajah garang..ujare maune grogi yo mas dikancani pak pol pp ne, e ternyata beliau baik hati dan berwawasan luas terutama tentang info info banyuwangi dan pendopo ini.
aku sebenere biyen ngikuti tenan sik pas viral kkn desa penari mas, jadi tiyep ada kata kunci bayuwangi, kemiren, osing langsung tekapehhh ahahah
dan yes yang ritual nggebug kasur merah item ini aku juga tau...njuk rumah adate suku using...
eh sumur legendane jarene aire berbau harum, jangan jangan kayak nama banyuwangi itu ndiri ya hihi
oke gaspol dulu ke part 2 n 1 nya...
woles bae mbak hahaha
Deleteiya mayan ya ada 2 orang yg jadi guide
aku gabegitu ngikutin si pas KKN desa oenari itu
soalnya ya kayak gimana ya mbak ahaha
'cuma memang ada aura yang unik di banyuwangi
tempatnya adem banget ya mah, bikin betah berlama-lama, jadi kepengen beli rumah di sana, wkwkckk
ReplyDeletewah ini rumahe bupati mas engga dijual haha
DeletePasti liburannya menyenangkan ya mas, bikin mood jadi tambah asyik karena bisa menemukan hal-hal baru di tempat yang baru dikunjungi.
ReplyDeletebenar kang mood jadi nambah
DeleteEnak jalan jalan ke desa Kemiren kecamatan Glagah ya pak guru, soalnya bisa melihat langsung rumah adat suku Osing. Kalo di daerah sini mungkin mirip dengan suku Baduy Banten.
ReplyDeleteSatpol PP di pendopo Bupati Banyuwangi baik juga ya, biarpun tegas tapi tidak galak bahkan memandu pak guru untuk melihat-lihat pendopo itu, juga melihat sumur yang menjadi asal usul legenda Banyuwangi, cuma sayang pas datang baunya tidak harum ya.
iya engga galak dan malah baik mas
Deletesaya sukaaaaaaa tempat ini. nyaman, tenang lagi mendamaikan...
ReplyDeleteiya tenang banget tempatnya mbak
DeleteMungkin sewaktu ke sumur legenda waktunya nggak tepat, mas. Jadi nggak mengeluarkan bau harum. Atau mungkin hanya orang-orang tertentu yang bisa mencium harumnya. Mungkin loh... haha
ReplyDeletehahahah bisa jadi mbak
Deletesaya lagi salah pilih waktu
Seru banget petualangannya Mas.
ReplyDeletePendopo bupatinya keliatan cakep banget, hijau dan adem. Ruangan penginapannya juga unik banget.
Sangat menarik lah buat dikunjungi.
benar mas
Deleteterima kasih
desa kemiren dan glagah seperti nama di desa gw mas, tempatnya memang di daerah pegunungan jepara jawa tengah :D
ReplyDeleteHahahah,, ada apa dengan satpol PP mas??
ReplyDeleteYakin seru banget.. itu Aplikasi apa toh mas?? Gr*b bukan??
Lohh yg jadi legenda banyuwangi itu sumur tah bukan danau dimana si perempuan nyemplung buat ngebuktiin ke lakinya bahwa dia nggak kaya gtu.. *hahah soktoy banget dah..
Itu Pendoponya luar biyaasaa sih.. Bersih sama bagus banget...
ya biasanya kan galak mas hahahaha
Deletebukan mas aplikasi lain hehe
legendanya di sungai memang tapi sumur ini juga jadi legenda juga mas
banyak banget legendanya haha
Cantik sungguh tempatnya #wonderfullindonesia
ReplyDeleterindunya nak ke jogja bila baca artikel ni..rindu suasana kat sana :D
benar silakan datang ke Indonesia lagi
DeleteKeren ulasannya mas, kuangkat jempol 👍.
ReplyDeleteJarang ada yang mengulas lokasi seperti rumah dinas bupati begini.
Plusnya pula sampai diceritakan sangat detil struktur rumah traditional suku Using.
Salut.
terimakasih mas atensinya
Deletepemandangannya asri banget ya :D kapan2 mau mampir ke Banyuwangi juga ah
ReplyDeleteSiapa nama Mas Satpol PP berwawasan luas itu, Mas? Jangan-jangan jangan jangan hehe.
ReplyDeleteDesa adat kemiren, hampir saja aku ke sini tahun 2018 lalu diundang di festival sastra Banyuwangi. Duh nyesel ga berangkat tapi karena sakit juga sih. Yang penting dah dikirimi kopi osing yaang juoss tenan. Ditambah jalan-jalan Mas Ikrom, wes lumayan terobati.