Pose entah |
Putu Ayu Saraswati, Sarjana Kedokteran, Baliiiiii
Lha kok jadi opening number Puteri Indonesia. Sebenarnya, tulisan ini hadir dari tulisan Mbak Gustyanita aka Mbak Nita mengenai perjalanan beliau ke Bali. Makanya, saya juga ingin bercerita kembali mengenai perjalanan saya ke Bali. Sebenarnya sudah pernah saya ceritakan tapi kurang detail. Eman ya kalau fotonya disimpan saja. FYI, Perjalanan ini saya lakukan pada akhir tahun 2016.
Kala itu, beberapa bulan sebelum perjalanan saya dipanggil secara khusus oleh Bapak Kepala Sekolah bersama 3 guru senior. Bagai rapat terbatas para menteri, saya hadir yang ternyata membahas rencana liburan bersama para guru ke Bali karena uang tabungan koperasi sudah memenuhi jumlah yang dibutuhkan.
Wah, saya senang dong kapan lagi bisa jalan-jalan. Maksud hati sih ingin lompat-lompat. Tapi, saya tetap memasang muka sok bijak sambil mendengarkan arahan dari Bapak Kepala Sekolah. Untuk masalah transportasi dan akomodasi, rekan saya sudah bisa mengurusnya.
Namun, karena liburan ini masih dalam hari efektif sekolah, maka kami harus mencari sekolah di Bali yang bisa dijadikan tempat untuk studi banding. Jadi, jika kami melaporkan ke Diknas, maka kami bisa memberikan informasi.
Sayangnya, hingga beberapa hari sebelum keberangkatan, saya tak bisa mendapat jawaban dari sekolah-sekolah yang saya hubungi. Ada sih 1 sekolah di daerah Tabanan yang membalas email saya tetapi belum bisa didatangi karena sedang melakukan Ujian Akhir Semester. Walau sempat bingung, akhirnya tak apa tak melakukan ke sekolah yang penting ada kegiatan mengenai pendidikan. Ke museum contohnya.
Hari Pertama (Jumat tanggalnya lupa yang jelas akhir Desember)
Kami berangkat dari Malang dalam satu rombongan bisa sekitar 40 orang yang terdiri dari KS, guru, dan karyawan. Jangan ditanya kenapa jumlahnya sebanyak itu karena sekolah tempat saya mengajar muridnya banyak sekitar 600an anak. Kami berangkat sore hari dan sempat berhenti sebentar di daerah Probolinggo untuk makan malam.
Yah sama seperti acara makan malam di perjalanan bus lain, saya makan dengan menu standar yakni nasi soto. Untungnya, belum ada satu pun anggota rombongan yang mabuk perjalanan. Semua masih sehat wal alfiat.
Makan malam di Probolinggo |
Beberapa jam kemudian, kami sampai di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Di sini, kami harus menunggu kapal yang akan kami gunakan untuk menyeberang. Sambil menunggu, saya memotret beberapa bagian kapal dan tentunya kondisi lalu lintas di perairan Selat Bali.
Meski saat itu sedang musim hujan, tetapi kondisi ombak sangat bersahabat. Tampak tenang dan membuat kami bisa melintas dengan nyaman. Yang unik, rekan-rekan guru muda malah tidak bisa menahan kantuk dan memilih tidur di ruangan kabin kapal.
Ibu guru pose di kapal fery |
Sementara, para guru senior malah tidak mengantuk sama sekali dan berfoto-foto di buritan kapal. Beberapa diantara mereka banyak yang mengenang perjalanan ke Bali saat masih muda. Sementara, saya mengenang perjalanan dari Lombok saat TK bersama ayah untuk menghadiri hajatan saudara.
Hampir 30 menit perjalanan dari Banyuwangi ke Gilimanuk. Dan saat berada di tengah-tengah perairan tersebut, secara otomatis jam di ponsel bertambah 1 jam. Alias, berubah dari WIB (GMT + 7) menjadi WITA (GMT + 8). Kalau ditotal dari waktu di Banyuwangi, maka perjalanan penyeberangan itu memakan waktu 90 menit. Bingung kan? Hayo dibuka dulu buku IPS-nya.
Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk, bus berhenti sebentar untuk berganti armada. Lalu, pejalanan pun berlanjut menuju Tanah Lot. Saya tidak ingat apa yang terjadi kemudain karena saya tidur pulas. Saat bangun, tahu-tahu kami sudah di sebuah masjid besar beberapa kilometer sebelum Tanah Lot.
Hari Kedua (Sabtu)
Kami salat subuh dahulu dan cuci muka sembari minum teh hangat. Tak lama kemudian, bus pun melaju dan sampai di Tanah Lot saat matahari mulai tampak. Parkiran Tanah Lot masih sepi. Saya bergegas mencari kamar mandi untuk bersih diri. Lebih baik segera mandi daripada keburu banyak turis yang datang.
Pagi hari di sebuah pasar di Jembarana |
Lantaran sudah cakep, saya bersama Pak Zaenul – guru kelas 3 – melakukan sesi pemotretan. Pak Jae – sapaan akrab Pak Zaenul – mengajak saya pergi ke beberapa ruko yang tampak apik. Eh ndilalah, ada sebuah toko baju yang merknya sama dengan seragam merah yang kami kenakan. Jadi, tanpa basa-basa lagi saya melakukan photo shoot ala-ala Kezia Warow di Miss Universe.
Udah pantes dapat endorsan gak nih ahahahaha |
Sesi photo shoot berhenti ketika semua anggota rombongan sudah mandi dan bersiap ke pantai. Tapi sebelumnya, kami berfoto bersama dahulu di gapura pintu masuk dengan spanduk besar. Yah seperti ritual rombongan yang sedang berwisata.
Gapura Masuk Tanah Lot |
Saya sudah tak sabar melihat pantai jadi bergegas menjadi yang terdepan. Meninggalkan ibu-ibu yang melipir ke pusat oleh-oleh. Di tengah jalan, saya bertemu dengan seseorang yang memakai udeng khas Bali. Ia adalah Bli Wayan yang memperkenalkan diri sebagai tour guide kami.
Beliau langsung cas cis cus bercerita panjang lebar mengenai sejarah, fungsi, dan bagian-bagian dari Tanah Lot. Saya menyimak seksama dan sesekali merekam suaranya pada ponsel saya. Nantinya, saya adalah satu-satunya anggota rombongan yang masih excited mendengar penjelasannya.
Saat itu air sedang surut jadi saya bisa ke batuan yang berada di bibir pantai dan melakukan photo shoot lagi. Kini, saya mencoba pose ala-ala Mister Supranational. Kalau tidak bersama rombongan, pasti saya sudah melepas baju dan berfoto telajang dada dengan perut yang menonjol ke depan. Tapi, ya mana mungkin lah.
Berasa sedang buat video profil kontes kecantikan. Tapi kok pakai sandal ahahaha |
Puas di batuan karang, kami naik ke sebuah bukit dan berfoto di dekat Monumen Musik Etnik. Kata Bli Wayan, monumen ini adalah dedikasi dari para musisi Bali dan mancanegara sebagai perwujudan kedamaian di Bali.
Monumen Musik Etnik |
Saya sempat melakukan pengambilan gambar di bukit tersebut sebelum kembali berkumpul bersama anggota rombongan lain. Saat itu, jam menunjukkan sekitar pukul 08.00 WITA. Kami digiring ke sebuah restoran yang satu kompleks dengan pusat oleh-oleh. Ini memang trik dari jasa transportasi yang kami gunakan yang bekerja sama dengan pelaku wisata di sana. Yah semacam simbiosis mutualisme.
Bu Lilik, guru kelas 5 berpose di tempat oleh-oleh |
Sarapan saat itu amat enak meski jika dikatakan tidak mewah. Ayam kecap dan beberapa makanan tradsional seperti sambel teri dan mie kuning. Untuk mengganjal perut sudah cukuplah. Saya sempat memotret beberapa kegiatan ibu-ibu yang sedang melihat barang dan berbelanja. Namun, tiba-tiba saya ingin kembali ke bus karena takut tak kuat menahan hasrat belanja. Lebih baik saya segera melipir dengan segera.
Dan ternyata keputusan saya tepat. Baru beberapa menit tiba di bus sambil membaca buku, tiba-tiba gerimis turun cukup deras. Beberapa ibu-ibu pun dengan barang yang baru dibeli mulai berlarian masuk ke bus. Bapak Kepala Sekolah pun juga demikian. Beliau memutuskan agar segera ke tempat berikutnya.
Baca buku dulu. |
Namun, masih ada beberapa anggota rombongan yang semuanya ibu-ibu belum tampak hadir. Bisa jadi mereka masih asyik berbelanja atau terjebak hujan. Sambil menunggu mereka, di dalam bus sudah ramai dengan obrolan ibu-ibu yang berhasil mendapatkan barang untuk oleh-oleh.
Ada yang sudah dapat baju panjang, kaos, sarung, gantungan kunci, dan lain sebagainya. Bus pun mirip pasar pindah. Sementara, saya hanya dapat beberapa potret yang langsung saya unggah ke Instagram. Tak lama kemudian, anggota rombongan yang ditunggu pun muncul sambil membawa beberapa tenteng tas.
Kata rekan saya: Ini baru ronde pertama lho.
Jadi, bagaimana cerita ronde selanjutnya?
Tunggu ya kelanjutannya.
Seru banget bacanya 🤩 aku selalu suka mendengar cerita soal Bali 🤩
ReplyDeleteBtw, foto yang di depan toko Polo, udah cocok lah untuk diendorse 🤭
Aku tunggu kisah selanjutnya kak!
ahahahah bisa aja mbak
DeleteAku kok mbayangke mas ikrom arep jingkrak jingkrak amarga arep darmawisata ke bali, njuk diengkeun soale ada pak kepsek wakakakkak, ngguyu aku mas mas..uda gitu sing bagian foto ala pose kezia warrow dan miss supranational arep mbuka baju hahhahaha,
ReplyDeleteEalah aku loh selalu antusias baca perjalananmu kemana-mana, seru
Tapi ancen og kalau darmawisata skull singbpaling seremonial ki foto mbi spanduk bertuliskan sekolahe hihi
Et tapi kok bu gurune enom enom ya mas, podo mbi mas ikrom, banyak guru muda ternyata ya erane mas ikrom wekekek
Tapi maemane podo mas mbi aku pas ke bali jaman SMA, klo ga soto, ya ayam kecap, kalau ga prasmanan sik lauke ambil ndiri ndiri, paketan ama tournya...termasuk mie kuning ala kenduren :D
Ih, ayo mas, tulis lanjutane hihi, penasaran kemana aja pas ke bali selain tanah lot xixiix...sayang nek fotone ga digawe crita :# njuk aku kelingan pr tulisanku tentang bali yo ijik akeh dong wekekeke
wkwkwk iya seremonial adalah kunci mbak lek rombongan tur
Deletemakane aku pose pose dulu ala puteri Indoensia ben puas
rata rata pancen prasmanan ya jadi bisa lega
ayo mbak ditulis maneh kan seru
inget bali inget waktu SMA dulu .... saya termasuk yang sudah mempersiapkan dan pada 1 minggu sebelum keberangkatan harus lunas dan disitulah ayah saya jatuh dari pohon dan biaya untuk ke bali di alihkan untuk berobat dan akhirnya gak jadi ikut deh
ReplyDeletewaduh ikut prihatin saya mendengarnya
DeleteWah mas Ikrom udah pernah ke Bali ternyata biarpun bareng siswa dan guru lain ya. Tapi menurutku lebih senang rame rame sih jika rekreasi.
ReplyDeleteTernyata tanah lot itu ada di pinggir laut ya mas, katanya kalo air laut pasang maka tidak bisa masuk ke pura tanah lot.
Sebentar doang ya naik kapal dari pelabuhan Ketapang ke Gilimanuk Bali, cuma 30 menit saja, cuma karena beda waktunya (Bali termasuk waktu Indonesia tengah) maka nambahnya sejam setengah ya.😊
ini guru aja mas siswanya engga ikut hehe
Deleteiya di pinggir laut
bisa si tapi aku males aja dan waktunya engga banyak
jadi mending foto foto aja di dekat puranya hehe
Seru ya mas Ikrom jalan rame-rame ber-40 orang hehehe, berasa seperti studi tour jaman sekolah :))) kebayang ramai dan hebohnya bagaimana ~ pasti di bus bernyanyi riang gembira :3 eniho, mas Ikrom berapa lama di Bali? Nggak sabar baca cerita berikutnya :D
ReplyDeletesaya 4 hari 3 malam mbak
Deleteditunggu ya mbak cerita berikutnya :)
Asik banget ya, rame. Bepergian banyakan pasti seru... mungkin msh ad tempat wisata yg perlu dikunjungi lagi hehe...
ReplyDeleteSalah satunya Istana Tampak siring, pure besaki.. ah jadi pengen ke bali lg :)
Syg msh situasi koronces...
Ditunggu ceritanya lg..
iya mbak ditunggu ya
Deleteterima kasih
Emang kalau tur rombongan, saya pun seringnya tidur pas di perjalanan, malah bisa langsung tidur cuma semenit kalau udah duduk lagi di bus.
ReplyDeleteJadi pengen motoran ke Lombok, ke Bali melipir doang buat makan ayam kecap sama mie kuning hehe.
iya sama mas
Deleteayo motoran bareng wkwkwk
kayak lebih lega aja ya
Restoran yang di Probolinggo, nampaknya tidak asing bagi saya. Saya pernah ke sana, kalau tidak salah tahun 2018 lalu mas :D
ReplyDeletewah namanya apa ya mas saya kok lupa
Deleteenak kok makanannya
seronoknyaaaaaa.... dah lama pasang angan2 mau ke Bali tapi apakan daya... sekarang dengan covid-19 pasti tidak mengizinkan... tak nonton tarian kecak ke, mas?
ReplyDeleteiya seneng banget
Deleteengga mbak tapi lihat barong saya
Rempong juga yaa mas star awal keBalinya meski sebelumnya sempat makan2 di probolinggo.😊😊
ReplyDeletehahah iya mas rempong banget
Deleteaku suka baca bukunya trinity mas ikrom,koleksinya lumayan untuk semua serinya
ReplyDeleteaku nggak asing sama rumah makan di probolinggo itu hehehe
hahaha foto pertamanya ada ada aja, saking bingungnya mau pose apaan yak
wah iya mbak asyik banget bukunya mbak T itu
Deleteini aku lupa daerah mana tapi enak makanannya
iya aku bingung mau pose apa ahahaha
Wah asyiknya bersama rombongan wisata ke Bali. Aku malah belum pernah ke Bali. Belum.kesampaian aja.
ReplyDeleteSuatu saat aku harus ke Bali. Secara aku ini penyuka pantai.