Jalan Brigjen Katamso (Jalan Kasin Kulon) Kota Malang, tempat Partai Acoma bernah berkantor. - http://jalanjalandikotamalang.blogspot.com |
Satu per satu rumah-rumah tua di dekat Pasar Kasin Malang kini silih berganti menjadi bagunan baru.
Rumah toko (ruko) mendominasi alih fungsi bangunan cagar budaya tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi yang pesat di tengah Kota Malang membuat bangunan-bangunan lama tergusur tanpa ampun. Dalam derap pembangunan yang cepat, sebuah kisah kontradiksi akan derap kapitalisme tersimpan diantara deret rumah-rumah itu.
Kisah ini terkenang dalam sebuah gerakan politik yang sangat kontra terhadap kapitalisme dan imperialisme. Gerakan yang dimotori oleh pemuda-pemuda yang berhaluan komunis di Kota Malang. Tergabung dalam dalam sebuah Partai Angkatan Communis Muda (Acoma), cerita mereka terkubur dengan tabunya bangsa ini membahas segala sesuatu yang berbau komunis.
Suka atau tidak, Acoma menjadi bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia dan khususnya Kota Malang. Kota ini ternyata juga menyimpan gerakan kaum komunis muda dalam era awal kemerdekaan hingga Orde Lama.
Berdiri sebagai gerakan komunis muda
Acoma didirikan pertama kali bukan sebagai partai politik. Ia didirikan sebagai sebuah gerakan komunis muda di Kota Malang pada tanggal 10 Juni 1946. Gerakan ini merupakan gerakan para pemuda komunis non-PKI untuk meneruskan tradisi revolusioner Indonesia. Di dalamnya, tergabung para kader protelar muda dari kaum pekerja di industri, pertanian, serta pemerintahan.
Jejak Acoma tersimpan rapi dalam tulisan sang ketua umum, Ibnu Parna melalui risalahnya bertajuk Pengantar Oposisi Rakyat. Tulisan bertahun 1954 tersebut memuat banyak hal terkait kepartaian. Dari konsep hubungan pemodal dan buruh, pertentangan kaum kapitalis dan komunis, serta proses kelahiran dan tujuan Partai Acoma.
Baca juga: Kisah Kauman, Cerminan Toleransi Umat Beragama di Pusat Kota Malang
Tulisan sepanjang 26 bab itu juga termaktub sikap partai terhadap kekuatan politik lain. Sikap politik yang ditonjolkan menjadi menarik karena meskipun sama-sama mengklaim sebagai kekuatan politik yang beridiologi komunis, nyatanya Partai Acoma berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, keduanya dan partai-partai serta organisasi dan laskar politik lain pernah berada dalam satu himpunan perlawanan yang disebut Persatuan Perjuangan pada Januari 1946. Namun, pembubaran himpunan tersebut, maka kekuatan di dalamnya juga mengalami friksi. Termasuk, antara Acoma dengan PKI.
Berseberangan dengan PKI
Sikap berseberangan dengan PKI terlihat jelas dalam tulisan tersebut. Pada bab latar belakang pendirian partai, terekam sikap Ibnu Parna dan kawan-kawan yang getol melawan PKI. Bagi mereka, PKI tidak lebih dari partai yang membonceng kepada imperialisme dengan menyetujui Perjanjian Linggarjati dan Renville. Perjanjian yang mengakibatkan wilayah RI semakin sempit ini dianggap sebagai tindakan melikuidasi kemerdekaan rakyat.
PKI dianggap patuh terhadap keputusan-keputusan yang merugikan tersebut. Bagi para pendiri Acoma, PKI sedang berusaha keras untuk memperoleh pengaruh yang besar pada masa revlolusi fisik. Pengaruh ini jelas tidak disenangi oleh Acoma yang juga banyak mengambil massa dari kelas buruh dan petani.
Pernah mencoba berekonsiliasi dengan PKI
Bangkitnya PKI selepas Peristiwa Madiun 1948 ternyata menjadi hal yang dikhawatirkan para pendiri Acoma. Banyaknya kaum buruh dan tani yang bergabung ke dalam PKI membuat Acoma mencoba mendekati PKI. Partai yang tumbuh subur di bawah kepemimpinan DN Aidit dan kawan-kawan ini coba mereka dekati.
Acoma pun melakukan usaha rekonsiliasi dengan mengundang PKI hadir dalam Konferensi "Hajat Persatuan" yang diadakan di Yogyakarta. Konferensi ini dilakukan sebanyak tiga kali, mulai bulan Oktober hingga Desember 1950. Keinginan Acoma dalam konferensi itu adalah menyatukan kaum komunis yang tercerai berai. Bangkit menjadi satu kekuatan penuh untuk mewujudkan cita-cita Komunis Internasional (Komintern) yang sudah bubar di tahun 1943.
Baca juga: Suburlah Tanah Airku, Alunan Lagu Indah yang Tenggelam Bersama Lekra
Sayang, ajakan persatuan kaum komunis yang dilemparkan Acoma ditolak mentah-mentah oleh PKI. Partai tersebut menolak tegas keinginan Acoma untuk berekonsiliasi. PKI menganggap, jalan yang diambilnya dengan Acoma tetaplah berseberangan. Dengan penolakan ini, Acoma semakin membuat garis tegas dengan PKI. Menyebut PKI sebagai partai dengan penuh kepalsuan dan bersiasat licik, Acoma berusaha keras agar pertumbuhan massa aksi dari bawah yang semakin didominasi PKI tidak semakin subur.
Menjadi partai politik
Maka, pada tanggal 8 Agustus 1952, lahirlah sebuah resolusi yang menandai berdirinya Partai Acoma. Gelar Angkatan Communis Muda pun disempurnakan menjadi Angkatan Communis Indonesia, namun tetap dengan singkatan Acoma. Tanggal tersebut juga menandai Acoma sebagai partai politik dengan kantor pusat di Kota Malang, tepatnya di Jalan Kasin Kulon (sekarang Jalan Brigjend Katamso).
Gambar semar digunakan sebagai tanda gambar partai ini terutama saat mengikuti Pemilu 1955. Semar digunakan karena dianggap merupakan simbol dari sejarah pertumbuhan Partai Acoma. Semar juga melambangkan sosok pembela kebenaran, berani tampil ke depan, jujur, dan lebih mengutamakan prinsip daripada posisi.
Tanda gambar Partai Acoma pada Pemilu 1955. - https://commons.wikimedia.org |
Tentu, perlambangan ini seakan menggambarkan betapa Acoma sangat menentang pengkhianatan yang dilakukan PKI. Pengkhianatan yang dianggap Acoma dilakukan denga mempergunakan birokrasi untuk memalsukan demokrasi sentralisme. Acoma menganggap PKI bersaing secara tidak sehat dengan bermain skeptisme dan merusak pertumbuhan kekuatan di luar lingkarannya. Dan, satu hal yang membuat Acoma sangat menentang PKI adalah melupakan pertentangan kelas sebagai dasar perjuangan.
Baca : Begini Cara Seseorang Diterima Menjadi Anggota PKI
Untuk mewujudkan hal itu, Acoma membuat program kerja partai. Beberapa program kerja partai ini memiliki cita-cita mewujudkan pemerintahan rakyat. Pemerintahan yang secara tegas anti imperealisme dan kolonialisme.
Acoma berkeinginan untuk merebut sumber bahan dan tenaga rakyat dari modal penjajah. Dalam hal ini, modal asing yang dianggap sebagai sumber kemelaratan bangsa Indonesia. Cita-cita partai ini adalah meniadakan modal asing di Indonesia. Sebuah cita-cita yang cukup naif, terutama di masa sekarang.
Melenyapkan basis angkatan perang melawan penjajah di Indonesia juga menjadi program partai ini. Tujuannya, agar kepentingan asing yang mengepung Indonesia bisa dihilangkan. Salah satunya adalah masih bercokolnya tentara Belanda di Irian Barat.
Pawai para buruh menyusuri jalan-jalan raya di Kota Malang selepas kongres SOBSI 1947 Turut pula massa dari Partai Acoma. - Sumber : Lukisan Revolusi Rakjat Indonesia |
Namun, diantara program kerja partai ini, satu progam kerja yang cukup mencolok adalah melenyapkan kelas tuan tanah dan kedudukan raja/sultan, serta penghapusan swapraja di seluruh Indonesia. Jika didalami, tampak program kerja yang prestisius bagi sebuah partai yang baru berdiri.
Program kerja partai tak akan berjalan tanpa dukungan dari mesin partai yang baik. Menyadari pentingnya kaum burh dan tani, Acoma juga tak ketinggalan dalam menggaet kedua kelas tersebut. Demo-demo buruh pun juga ikut ditunggangi oleh Acoma. Pekikan-pekikan bergemuruh yang memenuhi jalan raya di Kota Malang juga sering dilakukan Acoma.
Gagal pada Pemilu 1955
Sayang, meski memiliki garis tegas perjuangan komunisme yang berbeda dengan PKI, tak banyak pemilih yang berhasil didapat oleh Partai Acoma pada Pemilu 1955. Pada pemilu legislatif yang dilakukan untuk memilih anggota DPR pada September 1955, Acoma hanya meraih suara nasional sebesar 64.514 suara (0,17%). Partai ini hanya bisa menempatkan 1 wakil di DPR. Pun demikian dengan Pemilu Konstituante pada Desember 1955. Suara Partai Acoma justru turun menjadi 55.844 suara (0,15%) dengan 1 kursi. Tentu, hasil yang tak sebanding dengan rivalnya, PKI, yang masuk empat besar di pemilu DPR maupun konstituante.
Tak hanya pemilu tingkat pusat saja, pada pemilu lokal tahun 1957, Partai Acoma bahkan tak mendapatkan satupun kursi DPRD Kota Malang. Padahal, sang rival PKI menjadi penguasa di kota ini dengan menguasai 12 kursi dari 27 kursi (44,4%) DPRD Kota. Acoma tak berdaya di kandangnya sendiri.
Program PKI jauh lebih disukai rakyat Malang kala itu. PKI yang gencar dengan Departemen Agitasi dan Propaganda (Depagitprop) lebih banyak menjangkau masyarakat luas. Banyak kegiatan dalam skala kecil hingga besar dilakukan oleh PKI secara konsisten dan menarik. Sementara, tak banyak rekam jejak Partai Acoma yang muncul di permukaan. Hanya demo buruh yang sesekali tampak. Program kerja yang disusun seakan menjadi awang-awang yang tak mampu digapai. Khas partai gurem pada setiap pemilu hingga masa kini.
Dengan peristiwa 30 September 1965, Acoma pun juga turut menjadi pesakitan. Ibnu Parna, sang ketua umum ikut tewas pada gelombang pembunuhan tahun-tahun kelam tersebut. Partai ini juga ikut hilang bersama jejaknya di kota dingin ini. Hanya tulisan sang ketua umum yang masih bisa dibaca dan direkam jejaknya oleh generasi masa kini.
***
Sumber bacaan :
Gak seimbang juga sih kalau di lihat dari perolehan suaranya
ReplyDeleteiya gak seimbang banget
DeleteAre Acoma and PKI still exist?
ReplyDeleteI found this post really interesting and informative...thank you so much for sharing!😊😊
ReplyDeleteHave a great weekend.👍
tks have agreat weekend
DeleteGilaa seru juga yaa sejarah kota Malang. Ternyata sebelum terjadinya PKI Madiun Partai Acoma sudah Ada yaa..😊😊
ReplyDeleteKebayang nggak kalau Seandainya Partai Acoma yang menang. Yaa pastinya ada pemberontakan juga kali yee..😊😊
Lebih parah lagi seandainya keduanya Menang dan saling serang wuuiih kaya apa tuh jadinya Indonesia 😂😂😂
Sejarah menarik yang baru saya tahu. Artikel Mantap pak guru.👍👍
iya bang makanya untung udah ditumpas ya heheh
Deletemakasih
Jadi tahu sejarahnya nih. Tapi penasaran juga nih di kota lainnya, kira2 ada gak yang memiliki gerakan seperti Acoma??
ReplyDeletedi jawa barat ada tapi aky lupa namanya
DeleteThanks
ReplyDelete