Pertanyaan ini kerap hinggap baik saat saya masih bersekolah di sana maupun ketika sudah lulus.
Apalagi, jika ada orang yang baru tau kalau saya alumni dari sekolah tersebut. Beberapa pertanyaan pun akan mengalir dan tentunya mengulik masa nostalgia saya di SMA. Jujur, saya bangga dan bahagia pernah bersekolah di sana. Tak lain, sekolah ini merupakan salah satu sekolah unggulan di Kota Malang. Meski begitu, ada juga suka dan duka selama saya bersekolah di sana. Apa saja itu?
Beban bersekolah di SMA favorit
Nah, ini menjadi pengalaman tak terlupakan apalagi ketika saya duduk di kelas X atau kelas 1. Saya itu tipe siswa yang beruntung dan tidak pintar sebenarnya. Ketika UN, nilai saya bagus. Tapi ini juga karena saya kepepet berada di kelas akhir. Jadi, setiap saya duduk di bangku akhir, semangat belajar saya cukup tinggi. Berbeda jauh dengan tingkat sebelumnnya.
Maka, nilai UN saya pun bisa cukup untuk masuk di sekolah ini. Tetapi, karena ada faktor keberuntungan, tentu pada mulanya saya cukup kaget. Teman-teman saya secara akademik jauh di atas saya. Ini jadi beban juga lho.
Pernah suatu ketika, saya ulangan mendapatkan nilai 45. Sementara, teman-teman saya rata-rata mendapatkan nilai 80 ke atas. Sempat down dan cerita ke ibu kok begini amat ya sekolah di sini. Untunglah, ibu saya menyemangati dan saya memiliki beberapa teman yang mau membantu saya belajar.
Banyak yang semangat mengejar passion
Senangnya bersekolah di sini, banyak siswa yang sudah memiliki passion di bidang tertentu. Salah satunya adalah teman yang membantu saya belajar. Namanya Jeli. Ia begitu tertarik dengan dunia fesyen dan bercita-cita menjadi fesyen desainer. Sejak SMP, berbagai lomba sudah ia juarai dan beberapa kali masuk koran.
Jeli ini kalau tidak salah juga peraih UN tertinggi se-Kota Malang pada zaman saya. Dia pandai dalam banyak pelajaran eksak seperti matematika, fisika, dan kimia. Saya sering belajar bersama Jeli dan teman-teman lain. Ia kerap menerangkan materi sulit. Uniknya, saat penjurusan, ia malah masuk jurusan IPS. Seusai passionnya yang tidak perlu masuk IPA. Dari sini saya belajar bahwa menemukan passion sejak dini, terutama SMA amatlah penting.
Tidak hanya Jeli, ada juga beberapa teman lain yang punya passion di bidang tertentu. Ada yang melukis, debat, model, menari, dan lain sebagainya. Sejak SMA pula, saya juga mulai menemukan passion dalam bidang menulis. Beberapa lomba menulis seperti LKTI saya ikuti walau seringkali gagal. Tapi lumayan bisa menjadi pengalaman berharga yang tak terlupakan. Saat SMA juga saya mulai menulis di blog pribadi.
Punya saudara dari 2 sekolah lain
SMA Negeri 1 Malang menempati bagunan kuno yang merupakan satu kompleks dengan dua sekolah lain, yakni SMA Negeri 3 Malang (Smanti) dan SMA Negeri 4 Malang (Stetsa). Kami semua sering disebut sebagai SMA Tugu karena letaknya berada di sebelah utara tugu Alun-alun Bundar Kota Malang.
Sekolah kami hanya dibatasi oleh sebuah aula yang sering digunakan bersama. Entah olahraga, workshop, atau pun kegiatan lain. Bahkan, antara SMA 1 dan SMA 4 seakan tak ada batasnya. Saya sering melipir ke SMA 4 untuk membeli kue di sebuah warung di sana. Pernah juga beberapa kali ikut nimbrung bersama teman SMP yang sekolah di sana. Jadinya, ya seperti tiga sekolah dijadikan satu.
Meski demikian, kami cukup kompak kok dan tidak ada persaingan bahkan tawuran. Kalau pun persaingan biasanya dalam bentuk akademik ya, entah olimpiade, cerdas cermat, atau olahraga. Tetapi tidak pernah sama sekali kami rebut sampai adu mulut. Lantaran, siswa dari sekolah lain ya teman SMP kami juga. Jadinya, ya tidak mungkin juga berseteru. Bahkan, saat MOS, kami selalu dikumpulkan di aula bersama oleh para OSIS dari tiga sekolah untuk mendegarkan ceramah dari Bapak Walikota Malang.
Dekat Stasiun Malang Kotabaru
Salah satu kenangan paling menyenangkan saat bersekolah di SMAN 1 Malang adalah sekolah ini hanya beberapa meter dengan Stasiun Malang Kotabaru. Saya yang maniak kereta sejak kecil bisa menyalurkan hobi dengan segala hal berbau kereta api malah mendapatkan hobi baru. Masuk ke peron stasiun dan melihat kereta yang datang dan pergi.
Foto selfie saya saat SMA. Untung ya belum ada tiktok zaman dulu hehe. |
Dulu, pada era 2000, tiap stasiun masih ada tiket peron. Jadi, orang luar yang bukan penumpang kereta boleh masuk dengan membayar tiket peron. Kalau tidak salah hanya 1.000 atau 1.500 rupiah. Uang saku yang saya punya selalu saya sisihkan untuk membeli tiket peron ini.
Jadi, kalau saya sedang suntuk atau saat pulang pagi lantaran para guru rapat, ya secara otomatis saya datang ke stasiun. Di sana, saya memakan bekal atau camilan sambil melihat kereta api yang datang. Beberapa kali sempat ditanya penumpang atau keluarga penumpang saya akan ke mana lantaran masih berseragam SMA. Tapi ya cuek saja saya jawab sedang pulang pagi dan ingin melihat kereta.
Lari keliling Tugu Malang sebanyak 8 kali
Bersekolah di SMA Tugu harus siap juga mendapatkan pelajaran olahraga dengan penilaian lari mengelilingi tugu sebanyak 8 kali. Kata guru olahraga saya, jaraknya sekitar 2,5 km. Wah lumayan juga setara dengan lari marathon.
Nah karena saya juga payah dalam hal olahraga, selain panjat tebing, kegiatan ini juga sangat menjengkelkan. Lantaran, waktu tempuh saya hampir setara dengan siswa perempuan. Sampai pada suatu ketika, saat dipandu guru PPL saya meminta untuk dimasukkan standar penilaian untuk siswa perempuan. Kalau masuk standar siswa laki-laki saya hampir selalu remidi. Ya malas juga kan remidi lari 8 kali mengelilingi tugu.
Guru-gurunya asyik
Walau banyak diampu guru senior, saya rasa guru di sana unik-unik dan asyik-asyik. Beberapa diantaranya sampai kini masih terekam jelas bagaimana mereka mengajar.
Ada guru bahasa Inggris namanya Pak Bambang atau lebih dikenal dengan Mr.B. Guru ini dikenal sebagai ikon di sekolah ini dan super galak. Kalau marah atau menjelaskan dengan tekanan nada tertentu, suaranya bisa terdengar hingga radius beberapa meter. Tapi sebenarnya orangnya asyik kok. Terutama dengan siswa laki-laki. Beliau gemes sekali dengan saya. Katanya saya imut, hihi. Apalagi kalau membicarakan film, hmm bisa semangat sekali.
Ada juga Pak Susilo atau dikenal sebagai Pak Sus. Guru matematika ini juga killer tapi killer-nya lucu. Kalau kata orang omongan beliau bisa nylekit cuma ya unik saja. Misalkan, kalau ada materi yang cukup sulit, beliau akan bertanya: Mudah ya? Mudah-mudahan bisa.
Ada juga beberapa guru lain yang kalau marah itu memang langsung menusuk di hati tapi lama-lama bikin ngakak juga. Saking lucunya, kadang saya pas duduk di depan menahan nafas sampai muka saya merah. Ini jadi cerita tersendiri bagi para alumni setelah tidak bersekolah di sana.
Memiliki mars yang menarik
Di bawah panjimu
Kami bersatu
Dalam Mitreka Satata
Terus maju
Jangan ragu
Tunjukkan baktimu
Menurut saya, mars SMA Negeri 1 Malang adalah mars sekolah
paling asyik. Bukan membandingkan dengan mars sekolah lain atau memang karena sekolah
saya sendiri, tetapi kenapa ya senang dan bangga saja menyanyikannya. Berasa menyanyikan
lagu kebangsaan.
Nadanya bagi saya seperti lagu peleceut semangat tapi tidak
kaku. Berbeda dengan mars lainnya. bahkan bisa diaransemen ulang dalam berbagai
versi. Mars ini dinyanyikan setiap upacara bendera hari senin. Dan juga, saat
tim sekolah bertanding serta meraih juara. Saat ikut lomba PMR se-Provinsi Jawa
Timur, kebetulan tim kami menjadi juara umum. Otomatis, lagu ini pun
berkumandang dan mengharukan. Saya sampai nangis lho.
Kan kutemui suka
Tak lepas pula duka
Namun ku pantang untuk berputus asa
Kubaktikan diriku
Kudharmakan jiwaku
Kupersembahkan untuk nusa bangsaku
Bagian mars tersebut juga menjadi andalan saya hingga kini
kalau sedang tidak semangat. Rasanya kok sayang ya mengerjakan hal tidak secara
total dan dikejar sampai titik darah penghabisan.
Itulah beberapa suka duka dan kenangan saat bersekolah di SMA Negeri 1 Malang. Bagi saya semua sekolah sama kok asal kita bisa menerima diri kita untuk menuntut ilmu di sana dan tetap semangat menjalani aktivitas. Dan yang paling penting, masa SMA itu cuma sekali sehingga harus dimanafaatkan dan dijalani sebaik-baiknya.
Oh ya kalau cerita seram di sekolah ini saya akan ceritakan pada kesempatan lain, ya.
Salam Mitreka!
haha udah ada selfie ya zaman mu SMA haha, kalo aku masih kodak yang pas mau cetak harus diterawang dulu haha (uli)
ReplyDeletehahaha ya ampun teh zaman kapan itu
Deletehampi sama saja si setiap anak SMA, hanya saja waktuku dulu tak ada hanphone dan masih berjalan kaki :D tua banget ya aku hehe
ReplyDeletewah tahun berapa itu ya hihi
DeleteWah, asyik ya, satu komplek dengan sekolah lain. Jadi temannya banyak, kecengannya juga banyak..he3
ReplyDeletenah ini yang penting hihihi
DeleteWah, sama kayak di sekolah saya, banyak yang semangat ngejar passion. Itu yang buat saya jadi betah di SMA, jadi isinya gak 'ngelawak' doang gitu :D.
ReplyDeletenah benar banget hehe
Deletesaya rasa zaman sekolah dahulu hidup tanpa hp sangat meriah dan bebas hehehe
ReplyDeleteiya benar saya merasakannya juga hp belum semarak sekarang
DeleteJd inget zaman sekolahku dulu, sayangnya pas SMK q blm ngerti apa passionku. Cm sekolah rumah sekolah rumah. Trs hal yg paling q suka ya main, jalan2. Apakah itu termasuk passionku ya? Wkwkwk
ReplyDeleteBoro2 kaya Jeli, ngerjain mtk 3 nomor aja pusing. Tp anehnya kl ngerjain pembukuan kaya jurnal akuntansi woho semangat bgt pdhl sama2 berhubungan dg angka. Hhh
wkwkwkwkw bisa jadi bisa jadi
Deletesebenere aku enggak begitu bisa mTK mbak
makanya minta diajari jeli haha
Saya ngga beruntung sekolah sampai SMA karena kendala dana.
ReplyDeleteBanyak juga ya suka dukanya sekolah di SMA favorit tapi lebih banyak sukanya ya, apalagi sekolahnya dekat stasiun kereta jadi mas Ikrom yang suka kereta api senang bermain kesana.😄
i'm so sorry bang
Deletesemoga putranya bisa bersekolah sampai tinggi ya bang
aku doakan
hehe iya kebetulan banget tinggal jalan kaki nyampe stasiun jadi ya lumayan enak kalo mau jalan jalan