Nilai-nilai dalam Pancasila dan agama sebenarnya bisa berjalan dengan beriringan |
Rumah berdinding putih itu hanya menyisakan puing.
Tak ada lagi atap dan beberapa bagian lainnya sudah hancur. Bekas peluru yang bersarang masih terlihat jelas. Pagar rumah yang sudah berkarat menambah kengerian rumah kecil yang berada di kaki gunung itu. Ya, inilah rumah bekas dr. Azahari – gembong teroris – yang ia gunakan untuk bersembunyi sebelum akhirnya ditembak mati.
Melihat sejenak rumah itu, saya terngiang jelas gambaran betapa memilukannya korban-korban bom yang berjatuhan di berbagai daerah di Indonesia. Hingga kini, luka itu masih terbuka lebar terutama jika kita melintas atau menemukan tugu peringatan dari kejadian tersebut. Satu hal yang pasti, kejadian bom yang meledak di Indonesia nyatanya telah membuka mata kita bahwa ancaman dari ideologi menyimpang itu masih ada. Ancaman terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa kita yang telah diakui bersama.
Kadang, berbagai pertanyaan pun muncul. Apa sih yang ada di benak orang-orang itu bisa melakukan hal demikian? Dan mengapa, ada banyak orang yang ikut dalam kegiatan tersebut?
Dari beberapa literatur yang saya baca, terutama dari kesaksian mantan teroris yang kini sudah kembali di jalan yang benar, mudahnya para teroris yang terpengaruh oleh paham radikal biasanya disebabkan oleh dua hal. Pertama, pemahaman terhadap agama yang kurang baik dan kurangnya kesadaran terhadap penerapan nilai-nilai Pancasila.
Nah, di sini jelas bahwa sebenarnya antara pemahaman agama dan penerapan nilai-nilai Pancasila berjalan secara beriringian.
Dengan melaksanakan ajaran agama yang benar, maka dengan sendirinya kita akan paham dan sadar bahwa dalam hidup di negara Indonesia ya harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Ini sekaligus mematahkan asumsi beberapa pihak yang mengklaim bahwa Pancasila tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam agama – terutama Islam. Pancasila dianggap menentang ajaran agama Islam dan para pendukung pancasila dianggap anti islam. Bahkan, saya sempat melihat beberapa rekan saya yang mengolok-olok ucapan hari lahirnya Pancasila yang diucapkan oleh teman saya yang lain.
Tentu ihwal ini sangat berbahaya. Jika tidak diluruskan, maka persepsi salah ini akan terus menjadi pembenaran dan akan diturunkan ke generasi berikutnya. Padahal, jika kita menengok sejarah ke belakang, perumusan Pancasila ya tidak jauh dari nilai-nilai agama di Indonesia.
Sidang-sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dihadiri para bapak pendiri bangsa juga kerap memasukkan nilai-nilai agama di dalamnya.
Bahkan, sila pertama dari Pancasila merupakan wujud dari keesaan Tuhan yang diajarkan oleh agama manapun terutama Islam. Dari butir-butir penjabaran pengamalan sila pertama, warga negara Indonesia didorong untuk menjalankan agamanya sesuai yang dianutnya.
Negara menjamin kebebasan warga untuk beribadah dan merayakan hari besar keagamaan tanpa adanya rasa takut, terancam, atau pun hal-hal lainnya. Negara bahkan memfasilitasi warga negara yang akan menjalankan ibadahnya dengan adanya keamanan yang diberikan. Makanya, saat perayaan hari besar, entah lebaran, natal, nyepi, waisak, atau pun imlek, dukungan negara terhadap keamanan selalu ada. Ada pos-pos keamanan yang didirikan di berbagai tempat untuk menjamin warga yang akan beribadah. Inilah bukti bahwa penerapan Pancasila sejatinya beriringan dengan praktik keagamaan di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan toleransi, Pancasila juga membuka pintu kebebasan untuk saling menghormati antar umat beragama.
Makanya, kita dulu mengenal tri kerukunan umat beragama agar tiap umat beragama bisa hidup dengan rukun. Agar bisa menghormati antar pemeluk agama yang sedang menjalankan ibadahnya masing-masing.
Kebetulan, saya hidup di sebuah desa yang penduduknya cukup berimbang antara 3 penganut agama dan kepercayaan besar, yakni Islam, Kristen Katolik, dan Sapta Dharma. Ruko tempat saya tinggal berdekatan dengan sebuah gereja besar. Kadang, pemuda gereja juga mengadakan latihan paduan suara ketika petang atau malam tiba di rumah salah seorang warga. Namun, mereka mengerti kok ketika ada tetangga yang sedang mengadakan acara tahlilan rutin selepas maghrib di hari Kamis malam.
Mereka baru memulai kegiatan itu selepas acara tahlilan selesai. Dan acara tahlilan yang sebenarnya bisa dilakukan selepas isya pun dilakukan saat maghrib agar bisa berbagi waktu. Alasannya, jika keduanya dilakukan secara bersamaan, maka akan bersahut-sahutan. Dengan adanya nilai-nilai Pancasila yang diterapkan, maka kami sebenarnya malah bisa mengamalkan ajaran agama dengan baik tanpa banyak pemikiran yang berlebihan.
Baca juga : Pengalaman Mengikuti Training ESQ "Aneh"
Saat perayaan hari besar pun, masing-masing pemeluk agama juga melakukannya dengan baik.
Acara ater-ater (memberikan) nasi kuning pun juga dilakukan, baik saat malam lebaran maupun natal. Dan jika dinilai dari hukum Islam, itu masih sah-sah saja. Jadi, apa yang harus dipermasalahkan?
Dari sini dapat dipahami, Pancasila sudah berlaku sebagai pedoman hidup, ideologi negara, dan tentunya perekat antar umat beragama. Membandingkan dengan negara lain yang tak memiliki Pancasila sebagai pandangan hidupnya dan tengah berada di pusaran konflik agama, seharusnya kita bersyukur. Tanpa banyak teori yang rumit, sebenarnya Pancasila dan nilai-nilai agama bisa dipraktikkan secara beriringan.
Jika masih ada yang mempermasalahkan, berarti yang bersangkutan perlu mendapat pelajaran tematik lagi di Sekolah Dasar.
Sekian.
Tags
Catatanku
Wah bener tuh bang, pemahaman pancasila memang semua harus paham betul sehingga tidak salah tafsir. Semoga kita semua dapat mengamalkan nilai2 Pancasila dengan baik yah bang :)
ReplyDeletebenar banget mas harus dipahami maksimal...
DeletePancasila sudah yang paling pas buat Indonesia yang terdiri banyak agama, suku karena kelima butir sila pancasila semuanya menjamin kerukunan dan toleransi keberagaman bangsa ini.
ReplyDeleteNah itu dia mas, kadang suka ngenes sama anak-anak jaman sekarang. Pemahaman akan pentingnya toleransi sangat kurang. Berbeda bukannya salah, tapi menjadi memperkaya persaudaraan.
ReplyDelete