Ilustrasi. - Istimewa |
Selama belajar di sekolah, ada satu petikan dari guru ekonomi yang hingga kini selalu terngiang.
Petikan tersebut adalah keinginan manusia tidak terbatas. Ia akan terus tumbuh seiring waktu dan sering disebabkan keinginannya memiliki hal yang dimiliki oleh orang lain. Tak ada hukum ekonomi pun yang akan mampu menjawab masalah ini.
Petikan itu terus terngiang di dalam otak saya. Merepresentasikan suatu sifat dasar manusia yang tak pernah puas. Selain petikan tersebut, ada sebuah hukum ekonomi yang masih saya ingat. Kalau tidak salah, begini bunyinya.
Pada suatu titik, kepuasan manusia dalam menggunakan barang ekonomi akan mencapai maksimal.
Ia tidak akan mendapatkan kepuasan lagi setelah mencapai batas maksimal itu. Kalau tidak salah, hukum ini disebut sebagai Hukum Gossen. Saya mengamini hukum ini ketika saya benar-benar ingin memiliki suatu barang, mendengarkan sebuah lagu, atau memakan makanan tertentu. Saya sering menginginkan hal-hal itu setelah rekan atau pun orang lain memilikinya.
Ketika saya mampu untuk mendapatkan hal itu, pada mulanya saya sangat senang dan menikmatinya. Tetapi, di suatu titik, saya merasa jenuh dan tidak mendapatkan kenikmatan kembali. Saya malah capai dan muak dengan barang atau hal yang sebelumnya benar-benar saya inginkan.
Dari pengalaman ini, saya terus belajar bahwa keinginan kita untuk mendapatkan hal yang dimiliki oleh orang lain tidaklah serta merta bisa terkabul dan bisa dengan maksimal untuk dinikmati. Bahkan, kadang jika keinginan itu sudah terkabul, ternyata saya merasa biasa-biasa saja. Saya bahkan pernah kecewa saat memakan makanan yang diunggah rekan saya. Begitu menggoda dan menggairahkan. Kala saya bisa memakannya, ternyata rasanya ya biasa saja.
Hukum Gossen memperlihatkan ada satu titik kejenuhan dari kenikmatan suatu barang. - Nafiun.com |
Rumput tetangga akan lebih hijau
Otak saya pun kemudian menancapkan suatu hal bahwa rumput tetangga memang akan selalu lebih hijau. Namun, bisa jadi ia akan layu bahkan membusuk ketika engkau cabut dan kau masukkan ke pekaranganmu. Ia akan tampak tak terlalu indah saat mulai kau tanam di pekaranganmu sendiri.
Apa yang dimiliki orang lain di sekitarmu bisa jadi jauh lebih membahagiakan. Namun, ketika kau mendapatkan hal yang sama, akankah engkau merasa bahagia?
Dalam hal pekerjaan, dulu selepas kuliah saya begitu ingin mendapatkan pekerjaan dengan memakai seragam. Bertugas di dinas tertentu dengan sepatu pantofel hitam yang gagah. Saat saya berhasil mendapatkannya, apakah kemudian saya bahagia?
Tidak juga. Bahkan, saya lebih banyak mengeluh lantaran beban kerja yang cukup banyak dan waktu istirahat yang sedikit. Ketika saya memutuskan untuk berhenti, walau kebahagiaan dan kebanggaan memakai seragam dinas itu tak lagi menghampiri, nyatanya saya masih bersyukur. Saya memiliki banyak waktu luang yang bisa saya gunakan untuk membaca, menulis, atau pun jalan-jalan walau ada juga hal-hal yang tidak mengenakkan. Nyatanya, dengan kondisi saya sekarang, saya terus berusaha untuk happy agar hasil yang saya dapatkan lebih maksimal.
Daripada mengurusi rumput tetangga yang dirasa jauh lebih hijau, saya malah berfokus untuk membuat pekarangan saya jauh berwarna.
Tidak hanya rumput hijau tetapi ada juga bunga, kolam ikan, dan kupu-kupu. Saya lebih berfokus mengembangkan diri dan bersyukur atas apa yang saya capai. Memang, ada beberapa target yang harus saya penuhi. Namun, semuanya saya kembalikan lagi kepada Sang Pemilik Alam bagaimana Dia nantinya menakdirkan seberapa indah pekarangan saya.
Dalam praktik yang lebih sederhana, saya mengurangi membaca dan melihat unggahan gambar melalui media sosial.
Unggahan yang saya lakukan lebih kepada bentuk arsip agar jika ada suatu hal terjadi saya masih menyimpan dokumen gambar atau tulisan pada kejadian tersebut. Untuk melihat gambar milik rekan atau orang lain, benar-benar saya batasi. Meski demikian, saya masih terbuka jika ada yang bersilaturahmi melalui japri. Bagi saya, ini lebih efektif untuk sama-sama saling mendukung antar teman, saudara, atau pun kerabat dibandingkan hanya melihat gambar di jejaring sosial.
Bukankah akan lebih asyik bertamu ke rumah tetangga daripada hanya melihat rumputnya yang tampak hijau?
Bagaimana dengan Anda?
Tags
Catatanku
Salah satu hukum yang paling teringat juga dari pelajaran Ekonomi. Bahkan keingat ilustrasinya tentang minum air dalam satu waktu, di gelas berikutnya kepuasan akan berkurang. Jadi, nggak boleh serakah.
ReplyDeletebenar sekali mbak lama-lama hilang ya puasnya.,..
DeleteInspiring Mas....
ReplyDeletebaik buat orang lain belum tentu baik buat kita, gitu kan ya kesimpulannya?
Ini cocok banget buat yang sering banget membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain sehingga ga bahagia karena capek.
Nice SHare.
benar mbak tergantung pribadi masing masing ya ada porsinya
Deletetinggal jalani aja sebaik-sebaiknya
compare diri dengan orang lain itu nggak akan ada manfaatnya, malah bikin kita semakin runyam dibuatnya. Lebih baik fokus sama pekarangan sendiri yah bang ;) jadi nggak perlu pusingin pekarangan sebelah ;)
ReplyDelete