MRT di Stasiun Bundaran HI |
Sebuah anugerah dari Maha Kuasa saya bisa menaiki MRT Jakarta untuk pertama kali.
Sebuah moda transportasi yang mudah, cepat, dan murah. Bernama "Ratangga" dan membelah jalanan padat Kota Jakarta, MRT Jakarta tak hanya dibanggakan oleh warga Jakarta tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Sudah bertahun-tahun bangsa ini memimpikan untuk memiliki sebuah moda transportasi massal yang bisa diandalkan.
Kesempatan datang ke Jakarta untuk mengikuti ajang Kompasianival 2019 tidak saya sia-siakan. Kebetulan, lokasi acara berada tak jauh dari Stasiun MRT Fatmawati. Tapi, saya mencoba pertama kali MRT ini bukan saat menuju lokasi acara. Melainkan, saat menonton konser JKT48 di kawasan FX Sudirman.
Jika pada keberangkatan menuju Mall ini saya menggunakan Bus Transjakarta Koridor 1, maka saat kepulangannya, saya mantap menaiki MRT. Penyebabnya, saya melihat stasiun MRT yang berada tak jauh dari pusat perbelanjaan tersebut. Stasiun tersebut adalah Stasiun MRT Senayan.
Jika pada keberangkatan menuju Mall ini saya menggunakan Bus Transjakarta Koridor 1, maka saat kepulangannya, saya mantap menaiki MRT. Penyebabnya, saya melihat stasiun MRT yang berada tak jauh dari pusat perbelanjaan tersebut. Stasiun tersebut adalah Stasiun MRT Senayan.
Stasiun di bawah tanah. |
Bingung menggunakan e-money untuk tiket MRT
Namanya orang desa, ya pasti takjub saat pertama kali melihat stasiun yang berada di bawah tanah itu. Hanya dijaga oleh seorang satpam, saya sempat bingung bagaimana nantinya. Tapi, berbekal uang Flazz BCA, saya nekat saja menuruni anak tangga menuju loket stasiun.
Mesin tap tiket |
Saya mengira, loket stasiun tak begitu jauh dari pintu masuk. Ternyata tidak. Saya harus melewati tenant makanan dan mesin isi ulang kartu MRT serta beberapa penjaja kartu e-money yang berjajar memenuhi bagian dalam stasiun.
Berhubung saya sudah memiliki cukup saldo di e-money, maka saya tinggal mengetap kartunya pada mesin tiket. Nyatanya, walau PD dengan saldo yang cukup banyak, pintu masuk otomatis tak kunjung terbuka. Petugas stasiun menyuruh saya mengulangi kegiatan itu.
Berhubung saya sudah memiliki cukup saldo di e-money, maka saya tinggal mengetap kartunya pada mesin tiket. Nyatanya, walau PD dengan saldo yang cukup banyak, pintu masuk otomatis tak kunjung terbuka. Petugas stasiun menyuruh saya mengulangi kegiatan itu.
Usut punya usut, dari informasi beberapa rekan Railfans, memang untuk pembacaan kartu e-money bank lebih lama daripada kartu MRT JakLingko. Kalau dari pihak MRT sendiri menyatakan bahwa perangkat lunak yang digunakan berbeda antara bank dan MRT. Selain itu, kadang penumpang yang pertama kali mencoba menggunakan kartu ini seperti saya tidak pas dalam pengetapan. Makanya, jika kita menggunakan pembayaran dengan metode ini, harus bersabar dan lebih semangat lagi dalam mengetap kartu.
Agak susah ya mengetap kartunya. |
Pintu pun akhirnya bisa terbuka. Saya bergegas menuju peron stasiun dan sudah menemukan sebuah kereta MRT yang sedang berhenti. Saat petuga meneriakkan Bundaran HI, tanpa pikir panjang saya pun masuk. Di dalam MRT sudah penuh penumpang yang rata-rata para pekerja kantoran yang akan pulang kerja. Saya masih kebagian tempat duduk tetapi tak saya gunakan karena lebih asyik mengamati dan merekam aktivitas penumpang MRT.
Kereta MRT yang baru datang |
Suasana dalam kereta |
Laju kereta MRT amat cepat
Kereta berjalan amat kencang. Tubuh saya sempat terguncang ke samping hingga saya harus memegang pegangan tangan di atas kepala saya. Makanya, tidak disarankan bagi wanita untuk melakukan make up di dalam MRT. Bisa-bisa, bedak akan tercecer akibat kencangnya laju transportasi ini.
MRT pun melaju melintasi bebetapa stasiun antara lain Stasiun Istora Mandiri, Bendungan Hilir, Setiabudi Astra, Dukuh Atas BNI, dan berakhir di Bundaran HI. Saya baru tahu kalau nama stasiun MRT juga ada iklannya. Semisal Dukuh Atas yang disponsori oleh BNI. Ada Setiabudi yang disponsori Astra, Istora oleh Bank Mandiri, Blok M oleh Bank BCA, dan tentunya Lebak Bulus yang disponsori oleh Grab.
Dari beberapa literatur yang saya baca, justru keuntungan MRT dari adanya hak penamaan stasiun ini lebih banyak dibandingkan dari tiket penumpang. Makanya, saat tiba di stasiun tujuan, iklan sponsor tersebut cukup jelas terlihat.
MRT pun melaju melintasi bebetapa stasiun antara lain Stasiun Istora Mandiri, Bendungan Hilir, Setiabudi Astra, Dukuh Atas BNI, dan berakhir di Bundaran HI. Saya baru tahu kalau nama stasiun MRT juga ada iklannya. Semisal Dukuh Atas yang disponsori oleh BNI. Ada Setiabudi yang disponsori Astra, Istora oleh Bank Mandiri, Blok M oleh Bank BCA, dan tentunya Lebak Bulus yang disponsori oleh Grab.
Dari beberapa literatur yang saya baca, justru keuntungan MRT dari adanya hak penamaan stasiun ini lebih banyak dibandingkan dari tiket penumpang. Makanya, saat tiba di stasiun tujuan, iklan sponsor tersebut cukup jelas terlihat.
Bingung menuju pintu keluar stasiun MRT
Sesampainya di Bundaran HI, saya agak kebingungan untuk mencari pintu keluar. Lantaran, ada beberapa pintu keluar yang menuju arah bundaran HI dan halte TransJakarta. Saya harus bertanya beberapa kali kepada petugas stasiun agar tak salah. Saya hanya ingin segera menuju penginapan di daerah Kota Tua. Makanya, saya bergegas mencari jalan menuju halte TJ.
Rupanya, jalan menuju halte ini menjadi satu dengan pintu masuk MRT. Saya mengetap kartu lagi dan saldo saya terpotong lagi. Jika pada pintu saat saya baru keluar terpotong sebesar 6.000 rupiah dari biaya perjalanan MRT Senayan-Bundaran HI, maka di pintu ini saldo saya terpotong lagi 3.500 rupiah sebagai ongkos bus TJ. Saya tinggal naik tangga dan tibalah saya di halte Bundaran HI untuk menaiki bus TJ tujuan Blok M-Kota.
Rupanya, jalan menuju halte ini menjadi satu dengan pintu masuk MRT. Saya mengetap kartu lagi dan saldo saya terpotong lagi. Jika pada pintu saat saya baru keluar terpotong sebesar 6.000 rupiah dari biaya perjalanan MRT Senayan-Bundaran HI, maka di pintu ini saldo saya terpotong lagi 3.500 rupiah sebagai ongkos bus TJ. Saya tinggal naik tangga dan tibalah saya di halte Bundaran HI untuk menaiki bus TJ tujuan Blok M-Kota.
Suasana Stasiun MRT Fatmawati |
Tak kapok, saat pulang dari arah Fatmawati, saya dan Mas Himam Miladi – nomine Kompasiana Award 2019 kategori Best in Opinion – mencoba lagi transportasi ini. Dari penginapan di daerah Pondok Labu, kami menaiki ojek online dan bertemu di depan pintu masuk Stasiun MRT Fatmawati. Berbeda dengan Stasiun MRT Senayan yang berada di bawah tanah, stasiun ini malah berada di ketinggian. Makanya, dari arah Jalan Fatmawati, Stasiun ini terlihat dari bawah.
Ada tiket kartu single trip MRT
Kami pun tak menunggu lama untuk masuk ke bagian dalam stasiun. Menaiki ekskalator, sesampainya di area stasiun kami kembali takjub. Pemandangan Kota Administrasi Jakarta Selatan tampak menawan. Gedung pencakar langit memenuhi cakrawala dengan langit biru yang cerah. Pantas saja, saya sering melihat area stasiun MRT digunakan sebagai ajang selfie dan wisata.
Sebelum masuk, Mas Himam mengisi dahulu kartu single trip yang dibelinya saat baru datang ke Jakarta. Kartu ini berlaku selama 7 hari dari tanggal pembelian dan dapat diisi ulang sebagai pilihan pembayaran MRT bagi pengguna yang jarang memanfaatkannya. Alias, mereka yang berasal dari luar kota.
Pengisian ini sebenarnya mudah dan dengan tata cara sebagai berikut:
Bagi saya ongkos ini murah dan sebanding dengan fasilitas yang didapat. Kereta datang tepat waktu setiap 10 menit di jam longgar dan 5 menit di jam sibuk. Area stasiun dan kereta MRT yang amat bersih dan petugas yang sigap mengingatkan penumpang yang melanggar seperti makan dan minum.
Perjalanan dari Fatmawati ke Bundaran HI saya tempuh hanya sekitar 25 menit. Waktu lebih banyak habis karena kami bingung untuk menuju pintu masuk dan keluar. Saya bandingkan dengan menaiki bus Transjakarta dari Bundaran HI ke Fatmawati bisa memakan waktu satu jam lebih. Itu belum transit menggunakan bus pengumpan di Terminal Blok M yang juga memakan waktu lama.
Sebelum masuk, Mas Himam mengisi dahulu kartu single trip yang dibelinya saat baru datang ke Jakarta. Kartu ini berlaku selama 7 hari dari tanggal pembelian dan dapat diisi ulang sebagai pilihan pembayaran MRT bagi pengguna yang jarang memanfaatkannya. Alias, mereka yang berasal dari luar kota.
Pengisian ini sebenarnya mudah dan dengan tata cara sebagai berikut:
- Simpan kartu di tempat yang disediakan. Cukup simpan aja tidak perlu dimasukkan ke mesin.
- Pilih stasiun tujuan.
- Siapkan uang pecahan sesuai dengan ongkos ke stasiun tujuan.
- Masukkan uang ke mesin otomatis satu per satu.
- Cetak struk jika dibutuhkan.
- Ambil kartu single trip dan sudah siap untuk digunakan.
Bagi saya ongkos ini murah dan sebanding dengan fasilitas yang didapat. Kereta datang tepat waktu setiap 10 menit di jam longgar dan 5 menit di jam sibuk. Area stasiun dan kereta MRT yang amat bersih dan petugas yang sigap mengingatkan penumpang yang melanggar seperti makan dan minum.
Perjalanan dari Fatmawati ke Bundaran HI saya tempuh hanya sekitar 25 menit. Waktu lebih banyak habis karena kami bingung untuk menuju pintu masuk dan keluar. Saya bandingkan dengan menaiki bus Transjakarta dari Bundaran HI ke Fatmawati bisa memakan waktu satu jam lebih. Itu belum transit menggunakan bus pengumpan di Terminal Blok M yang juga memakan waktu lama.
Pintu yang terintegrasi dengan Bus TJ |
Hanya mungkin, informasi mengenai perpindahan moda transportasi saat penumpang turun dari MRT harus lebih diperbanyak. Karena tak hanya saya yang warga luar kota, banyak warga Jakarta pun masih kebingungan.
Apapun itu, menaiki MRT amatlah berkesan. Saya berharap kota lain segera menyusul. Minimal ada LRT lah. Masak dari zaman dulu kita masih bangga dengan kendaraan pribadi. Rasanya kok malu, ya.
Sekian. Ada yang mau jalan-jalan pakai MRT lagi bareng saya?
Apapun itu, menaiki MRT amatlah berkesan. Saya berharap kota lain segera menyusul. Minimal ada LRT lah. Masak dari zaman dulu kita masih bangga dengan kendaraan pribadi. Rasanya kok malu, ya.
Sekian. Ada yang mau jalan-jalan pakai MRT lagi bareng saya?
Tags
Jalan-jalan
Eciehh pak guru habis naik MRT. Saya aja yang rumahnya dkeet stasiun Fatmawati belum pernah nyobain MRT mas, wkwkwkwk
ReplyDeleteduh si om coba lah sekali kali
DeleteAiiiih, pak guru ketjeh amat udah jadi tulisan aja nih pengalaman pertama naik MRT. Lanjut LRT dong..masih gratis kok. Desember sih bayar 5K kalo ga salah. Mantap ceritanya, aku suka 😍
ReplyDeletewah belum coba aku mbak kapan kapan deh hehehe
Deletemakasih yaaa
Saya baru nyobain sekali maik MRT dari Fatmawati ke Dukuh Atas. Betul. Saya —yang bukan orang jakarta—juga masih bingung dengan jalan pintu keluar dan masuk.
ReplyDeleteiya mas bikin bingung ya...
Deleteseru bangat tuh mas, jadi kepengen coba juga nih, tapi apalah dayaku yang hanya tinggal di daerah tanpa bisa mengjangkaunya
ReplyDeleteayo ke JKT mas,,,
DeleteAsyik banget MRT emang mas. transportasi ini menjawab kekurangan transportasi KRL yang selalu berpusat di tanah abang. semoga makin banyak lagi jalur2 yang di buka kedepanya. nuansa Megapolitan di jakarta mulai kerasa dengan hadirnya MRT, trotoar jalan di daerah sudirman thamrin monas. jadi lebih betah dari pada pindah ke kalimantan nantinya. he he
ReplyDeleteiya ini bisa terkoneksi ke pusat kota ya mas
Deletejadi bisa jalan jalan ke thamrin sudriman
Belom pernah naikk aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... aku mau naik mau naik mau naikkk, kasih ak naikkkk
ReplyDeleteayo ke sini kakak...
DeleteKok keknya seru ya :'
ReplyDeleteterakhir saya ke Jakarta, kayaknya ini belom jadi ._.
wah sudah jadi ini
Deleteayo coba
oh sekarang ada mesin yang buat beli tiket sendiri ya, baru tau apa akunya nggak pernah tau ya haha.
ReplyDeletesayangnya rute mrt ini kurang panjang, sekedar dari lebak bulus ke HI, semoga kedepannya bisa mencapai daerah lainnya. amin
iya ini masih fase 1 ya
Deletesemoga segera diperpanjang
Sebagai warga Jakarta aku bangga akhirnya kita punya MRT juga. Emang nyaman (asal gak pas rush hour) hehehehe
ReplyDeleteiya klo pas rush our siap siap deh hehehe
Deletemantap emang bagus banget MRT jakarta
ReplyDeletesip
DeleteYa Alloh mas, saya yang sepelemparan batu dari tangerang ke jakarta blom sekalipun pernah naik mrt, pengen euy, sy cuma pernah liat statiun pemberhentiannya aja yang ada di deket2 blok m, daerah melawai...
ReplyDeleteMemang canggih euy, udah 3 tahun sy blom main yang agak lamaan di jkt, uda banyak berubahh
nanti klo dedeknya agak besar coba ajak naik mbak seru lho hehe
DeleteHEHHHH Aku yo pake flazz bca karo suenenggggg temen pas numpak MRT. Koyok bangga gitu lho akhirnya kita pnya MRT. Dan berharap smoga menyebar dimana2 soale eike males nyetir juga hahaha
ReplyDeleteiya lebih simpel ya....
Deletedan lebih cepet haha
Tiket hariannya macam tiket KRL itu berati mas? Bisa dibalikin ke bagian loket dan dapet uang refundkah? Atau bagaimana? Kalau bayar pakai dompet digital, nggak bisa ya? Hahahaha
ReplyDeleteenggak bisa direfund mas
Deletemasanya 7 hari jadi klo masih ada saldo ya angus
makanya lebih enak pake kartu e money sih
klo dompet digital masih belum bisa wakakak
aku ya pingin se sajakno