Ilustrasi. - Dokumen Istimewa |
Don’t compare yourself with anyone in this word. If you do so, you are insulting yourself….
Jangan membandingkan dirimu dengan siapapun. Karena jika kamu melakukannya, kamu justru menghina dirimu sendiri. Kata bijak ini keluar dari pendiri sekaligus pemilik Microsoft, Bill Gates yang merupakan salah satu orang terkaya di dunia. Jangan suka membanding-bandingkan!
Sederhana, namun jika boleh jujur, sulit untuk meresapi ataupun melakukannya. Semua tampak indah di depan mata. Semua tampak bahagia, sempurna, dan begitu membuat kita lupa bahwa kita sebagai manusia diciptakan oleh-Nya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Kita sering abai terhadap apa yang kita dapat dari Sang Pencipta haruslah kita gunakan sebaik-baiknya sesuai apa yang kita bisa.
Hidup kok gini-gini aja?
Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan seorang rekan yang curhat mengenai masalah hidupnya. Ia beralasan “hidupnya kok gini-gini aja”. Padahal, saya tahu ia adalah seorang pejuang tangguh yang memiliki usaha di bidang katering meskipun ia seorang laki-laki. Saya bisa jamin bahwa masakannya cukup enak dan layak untuk dijadikan acuan ketika ada acara.
Namun, berkat omongan sekitar – terutama kerabat dekatnya – yang banyak membandingkan dirinya dengan pria seusianya yang sudah mapan dan mendapatkan banyak hal, ia pun cukup down. Walau, ia tiap hari sudah harus bersusah payah pergi ke pasar dan memasak beserta dua adiknya dan sang ibu yang turut membantu usahanya. Ia memang menjadi tulang punggung keluarganya karena sang ayah sudah meninggal.
Mendengar curhatannya, hanya kalimat dari Bill Gates yang saya berikan. Hanya sebuah ungkapan bahwa tidak ada yang perlu membandingkanlah yang bisa saya berikan. Dan memang, untuk apa kita harus membandingkan karena kita tidak pernah diajarkan untuk melakukan perbandingan sejak kita lahir. Bukankah Tuhan memerintahkan kita untuk membaca bukan membandingkan sebagai perintah pertama?
Bro, saya juga masih belum jadi “apa-apa”, tapi apa yang saya lakukan mungkin bisa membuat orang menjadi “apa-apa”. Demikian pula kamu.
Saya sedikit bercerita bagaimana saya disindir karena bekerja tidak seusai jurusan, menolak menjadi PNS, dan belum juga menikah. Tiga hal yang mungkin menjadi dasar agar saya bisa terus membandingkan diri saya dengan orang lain. Merasakan diri sebagai sampah yang tak berharga.
Seorang kerabat bahkan dengan polosnya bertanya, untuk apa saya menerbitkan buku toh di usia saya lebih baik memapankan diri dulu seperti orang kebanyakan. Kalaupun saya sudah mencerna dalam-dalam kalimat ini, mungkin saya akan down juga. Namun, saya lebih memilih mengacuhkannya. Saya lebih memilih untuk fokus menyunting buku saya sebaik-baiknya sehingga daya dan upaya saya bisa keluar dengan maksimal.
Tuhan memang baik. Di saat saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa terhadap buku saya, malah respon teman dan pembaca setia begitu besar. Banyak yang sudah antre untuk membeli saat PO dan itu membuat saya senang. Saya bisa membuktikan bahwa tidak perlu merasa rendah diri akibat belum mendapatkan sesuatu yang dimiliki orang lain karena saya telah mendapatkan apa yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Sudah begitu saja. Ngapain diambil pusing?
Itulah yang saya berikan kepada teman saya. Sudah fokus saja kepada apa yang kamu bisa, apa yang kamu kerjakan, dan apa yang bisa kamu berikan pada orang sekitar. Bisa jadi, usahamu terus berkembang lebih luas dan mungkin untuk saat ini masih belum berhasil. Tapi dengan iringan doa dan tawakkal ikhlas siapa tahu nanti ada saja jalan. Bahkan, siapa tahu pula ia bertemu seseorang yang bisa menjadi pendamping hidupnya. Namanya juga jodoh dan garis hidup kan?
Batasi penggunaan media sosial
Untuk lebih meminimalisir rasa rendah diri akibat melihat rumput tetangga, saya sangat membatasi penggunaan media sosial terutama Instagram yang kerap membuat orang insecure. Prinsip aya sekarang adalah posting tinggal balik lagi kalau ada komentar. Kala foto yang membuat insecure muncul, saya selalu menekankan “ya udah itu hidup-hidup mereka, ngapain diambil pusing juga?”
Bagian tulisan di buku saya yang paling favorit. Ada yang mau order? Sila klik gambar buku saya di sidebar ya, hehehe promosi |
Memang sulit untuk menghilangkan rasa insecure ini. Namun, rasa ini harus dihilangkan. Saya juga mengapresiasi rekan saya yang menjadi lelaki perkasa karena begitu konsisten menafkahi ibu dan adik-adiknya yang masih kecil. Tidak banyak lho bro lelaki sepertimu di zaman sekarang?
Tidak apa-apa kalau kamu belum mencapai apa yang mungkin dicapai oleh orang lain.
Tidak apa-apa kalau kamu mendapat cemoohan yang bertubi-tubi atas pencapaianmu
Tapi jangan sampai kamu kehilangan semangat akibat hal-hal itu
Karena Tuhan sudah menjadwalkan kebaikan untukmu di jalan yang telah kamu pilih.
Tags
Catatanku