Iblis Setengah Malaikat |
Tak selamanya manusia memiliki sisi baik. Dan tak selamanya ia mempunyai sisi buruk.
Kedua sisi inilah yang tertaut pada setiap pribadi manusia sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang begitu unik. Keunikan inilah yang coba dikemas dalam kumpulan cerpen (kumcer) "Iblis Setengah Malaikat". Karya terbaru beberapa Kompasianer yang mengajak pembaca menjadi saksi kehidupan. Saksi atas peristiwa yang terjadi di kehidupan sehari-hari, baik dari sisi terang maupun gelap untuk dijadikan bahan renungan melalui sebuah karya fiksi.
Kesaksian pertama dibuka oleh Lilik Fatimah Azzahra, melalui cerpen berjudul "Senja, Jalan Panjang Menuju Cinta". Bagi Mbak Lilik, sapaan akrab salah satu fiksianer terbaik Kompasiana ini, senja adalah periode emas dalam berkarya sastra. Dari senja, sebuah kisah mengenai seorang ibu yang mengidap penyakit jiwa begitu apik terangkai.
Sang ibu, yang harus mengalami berbagai lika-liku kehidupan membuatnya tak bisa lagi menahan benteng pertahanan jiwanya. Keluarga kecil yang diidamkan menjadi awal mula bahagia tiba-tiba saja berubah menjadi petaka. Dengan lika-liku yang sendu, ia pun harus berpisah dengan suami dan anak tercintanya. Hingga senja, dengan peraduan sang mentari yang begitu indah, menutup kisah pilu ini dengan paripurna.
Separipurna cerita "Miranda" yang ditulis oleh Kompasianer Desy Desol. Jeng Desy, begitu saya kerap memanggil Kompasianer ini, memang sudah tak terbantahkan keelokannya dalam menulis kisah dramatis, penuh penderitaan, darah, dan air mata. Sosok Miranda yang digambarkan sebagai sosok misterius pembawa petaka tampak sangat nyata ketika pembaca baru memulai beberapa paragraf.
Ia begitu misterius, sehingga begitu ditakuti oleh penduduk kampung yang percaya sosoknya membawa pesan kematian. Kala tokoh "aku" melihat Miranda dan mulai tertarik kepada sosok ini, orang di dekat "aku" akan mulai menganggap sedang berhalusinasi. Tak peduli apa yang terjadi, "Miranda" adalah candu bagi "aku". Yang terus membisiki agar "aku" mencerna semua kalimatnya. Meski, kejadian tak terduga harus "aku" alami.
Kejadian tak terduga yang juga dialami oleh tokoh Clara dalam kisah "Cinta untuk Clara". Kisah mengharukan yang ditulis oleh Latifah Maurinta ini begitu berkesan. Kompasianer papan atas yang lebih dikenal dengan sebutan Young Lady ini begitu apik mengemas konflik batin yang dialami Clara, kala ia bertemu ayah kandungnya, Syarif.
Ia yang sebenarnya sudah bahagia dengan limpahan kasih sayang dan materi bersama Calvin Wang, ayah angkatnya mendadak harus mengalami pergolakan batin kala bertemu Syarif, yang tak lebih dari seorang pemulung. Yang kerap dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang.
Pandangan sebelah mata yang juga kerap disematkan kehidupan seorang pelacur. Kehidupan sosok yang tergambar pada cerpen "Iblis Setengah Malikat" karya Kompasianer Tutut Setyorinie. Mbak Tutut begitu memukau menggambarkan konflik batin yang dialami Damayanti, seorang pelacur yang juga memiliki sifat welas asih membantu lingkungan sekitarnya dari hasil melacurnya. Karena sejatinya manusia bukanlah iblis maupun malaikat, namun ia adalah makhluk istimewa dengan dua sisi kehidupan tersebut.
Dua sisi yang kerap membuat manusia sering terpenjara dalam berbagai kondisi yang menjeratnya. Seperti kisah "Penjara Cinta" yang ditulis oleh mendiang Mas Wahyu, salah satu Kompasianer yang telah menghadap sang khalik beberapa waktu lalu. Almarhum Mas Wahyu yang tak sempat menyaksikan kumcer ini terbit, begitu apik meramu konflik yang dialami Feri, kala ia harus mendekam di dalam penjara akibat membunuh seseorang.
Hukuman yang ia jalani akibat menyelamatkan keluarganya. Konflik lahir batin yang tergambar jelas, semakin meneguhkan dua sisi manusia yang tak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Ia begitu kompleks dan perlu banyak parameter dalam menilainya agar tak mendapatkan kenyataan yang setengah-setengah.
Kenyataan yang membuat Aldo, tokoh sentral dalam cerpen "Mirna dan Aldo" karya Yuni Astra terbagi cintanya untuk dua orang terdekatnya. Cinta setengah-setengah yang kerap hinggap pada diri manusia.
Cinta yang hanya tumbuh ketika melihat seosorang terlihat baik dan akan pudar kala apa yang terbaik itu ternoda. Sama halnya yang dialami oleh tokoh Wulan, seorang bos pelacur yang perlahan ditinggalkan rekannya dalam kisah "Jalan Panjang Menuju Reuni" karya Sari. Mereka yang menjauh karena tahu ia adalah sosok hina, meski apa yang ia lakukan untuk keluarga tercintanya.
Pada hakikatnya keluarga adalah sumber cinta. Keluarga dan lingkungan sekitar adalah cinta seorang anak. Cinta yang membekas meski tanah rantau telah memisahkannya. Membekas di hati Agus, tokoh yang digambarkan sebagai penulis wisata dalam cerita "Balong Sayang, Kali Malang". Cepen karya Al-Difaqi ini cukup menarik perhatian sang tokoh utama, Agus. Ia masih saja belum bisa menerima kenyataan bekas tempat bermainnya berubah banyak yang tak ia kenali lagi.
Sejatinya, dengan seiring waktu, manusia akan terus mengulang memori masa kecilnya saat ia belum mengenal sisi iblis dan malaikat dalam dirinya. Saat ia belum menemukan realitas hidup yang keras dan penuh tantangan yang membuatnya bisa memiliki kedua sisi itu. Maka, kumcer ini adalah salah satu jawaban jika kita merasa sebagai saksi atas berjalannya roda kehidupan dan harus memilih mana yang akan lebih dominan, menjadi iblis atau malaikat.
Apapun itu, tetaplah menjadi manusia seutuhnya. Kita ditakdirkan dengan segala kekurangan dan bisikan iblis dalam diri kita. Tujuan kita adalah semaksimal mungkin menebar kebaikan. Yang bahkan bisa lebih baik dari sesosok malaikat.
Salam.
***
Identitas Buku
Judul : Iblis Setengah Malaikat
Penulis : Lilik Fatimah Azzahra, Desy Desol, Latifa Maureen, Tutut Setyorinie, Wahyu, Yuni Astra, Sari, Al-Difaqi
Editor : Liez Mutiara
Cover : Desy Desol
ISBN : 978-602-1249-76-5
Kesaksian pertama dibuka oleh Lilik Fatimah Azzahra, melalui cerpen berjudul "Senja, Jalan Panjang Menuju Cinta". Bagi Mbak Lilik, sapaan akrab salah satu fiksianer terbaik Kompasiana ini, senja adalah periode emas dalam berkarya sastra. Dari senja, sebuah kisah mengenai seorang ibu yang mengidap penyakit jiwa begitu apik terangkai.
Sang ibu, yang harus mengalami berbagai lika-liku kehidupan membuatnya tak bisa lagi menahan benteng pertahanan jiwanya. Keluarga kecil yang diidamkan menjadi awal mula bahagia tiba-tiba saja berubah menjadi petaka. Dengan lika-liku yang sendu, ia pun harus berpisah dengan suami dan anak tercintanya. Hingga senja, dengan peraduan sang mentari yang begitu indah, menutup kisah pilu ini dengan paripurna.
Separipurna cerita "Miranda" yang ditulis oleh Kompasianer Desy Desol. Jeng Desy, begitu saya kerap memanggil Kompasianer ini, memang sudah tak terbantahkan keelokannya dalam menulis kisah dramatis, penuh penderitaan, darah, dan air mata. Sosok Miranda yang digambarkan sebagai sosok misterius pembawa petaka tampak sangat nyata ketika pembaca baru memulai beberapa paragraf.
Ia begitu misterius, sehingga begitu ditakuti oleh penduduk kampung yang percaya sosoknya membawa pesan kematian. Kala tokoh "aku" melihat Miranda dan mulai tertarik kepada sosok ini, orang di dekat "aku" akan mulai menganggap sedang berhalusinasi. Tak peduli apa yang terjadi, "Miranda" adalah candu bagi "aku". Yang terus membisiki agar "aku" mencerna semua kalimatnya. Meski, kejadian tak terduga harus "aku" alami.
Kejadian tak terduga yang juga dialami oleh tokoh Clara dalam kisah "Cinta untuk Clara". Kisah mengharukan yang ditulis oleh Latifah Maurinta ini begitu berkesan. Kompasianer papan atas yang lebih dikenal dengan sebutan Young Lady ini begitu apik mengemas konflik batin yang dialami Clara, kala ia bertemu ayah kandungnya, Syarif.
Ia yang sebenarnya sudah bahagia dengan limpahan kasih sayang dan materi bersama Calvin Wang, ayah angkatnya mendadak harus mengalami pergolakan batin kala bertemu Syarif, yang tak lebih dari seorang pemulung. Yang kerap dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang.
Pandangan sebelah mata yang juga kerap disematkan kehidupan seorang pelacur. Kehidupan sosok yang tergambar pada cerpen "Iblis Setengah Malikat" karya Kompasianer Tutut Setyorinie. Mbak Tutut begitu memukau menggambarkan konflik batin yang dialami Damayanti, seorang pelacur yang juga memiliki sifat welas asih membantu lingkungan sekitarnya dari hasil melacurnya. Karena sejatinya manusia bukanlah iblis maupun malaikat, namun ia adalah makhluk istimewa dengan dua sisi kehidupan tersebut.
Dua sisi yang kerap membuat manusia sering terpenjara dalam berbagai kondisi yang menjeratnya. Seperti kisah "Penjara Cinta" yang ditulis oleh mendiang Mas Wahyu, salah satu Kompasianer yang telah menghadap sang khalik beberapa waktu lalu. Almarhum Mas Wahyu yang tak sempat menyaksikan kumcer ini terbit, begitu apik meramu konflik yang dialami Feri, kala ia harus mendekam di dalam penjara akibat membunuh seseorang.
Hukuman yang ia jalani akibat menyelamatkan keluarganya. Konflik lahir batin yang tergambar jelas, semakin meneguhkan dua sisi manusia yang tak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Ia begitu kompleks dan perlu banyak parameter dalam menilainya agar tak mendapatkan kenyataan yang setengah-setengah.
Kenyataan yang membuat Aldo, tokoh sentral dalam cerpen "Mirna dan Aldo" karya Yuni Astra terbagi cintanya untuk dua orang terdekatnya. Cinta setengah-setengah yang kerap hinggap pada diri manusia.
Cinta yang hanya tumbuh ketika melihat seosorang terlihat baik dan akan pudar kala apa yang terbaik itu ternoda. Sama halnya yang dialami oleh tokoh Wulan, seorang bos pelacur yang perlahan ditinggalkan rekannya dalam kisah "Jalan Panjang Menuju Reuni" karya Sari. Mereka yang menjauh karena tahu ia adalah sosok hina, meski apa yang ia lakukan untuk keluarga tercintanya.
Pada hakikatnya keluarga adalah sumber cinta. Keluarga dan lingkungan sekitar adalah cinta seorang anak. Cinta yang membekas meski tanah rantau telah memisahkannya. Membekas di hati Agus, tokoh yang digambarkan sebagai penulis wisata dalam cerita "Balong Sayang, Kali Malang". Cepen karya Al-Difaqi ini cukup menarik perhatian sang tokoh utama, Agus. Ia masih saja belum bisa menerima kenyataan bekas tempat bermainnya berubah banyak yang tak ia kenali lagi.
Sejatinya, dengan seiring waktu, manusia akan terus mengulang memori masa kecilnya saat ia belum mengenal sisi iblis dan malaikat dalam dirinya. Saat ia belum menemukan realitas hidup yang keras dan penuh tantangan yang membuatnya bisa memiliki kedua sisi itu. Maka, kumcer ini adalah salah satu jawaban jika kita merasa sebagai saksi atas berjalannya roda kehidupan dan harus memilih mana yang akan lebih dominan, menjadi iblis atau malaikat.
Apapun itu, tetaplah menjadi manusia seutuhnya. Kita ditakdirkan dengan segala kekurangan dan bisikan iblis dalam diri kita. Tujuan kita adalah semaksimal mungkin menebar kebaikan. Yang bahkan bisa lebih baik dari sesosok malaikat.
Salam.
***
Identitas Buku
Judul : Iblis Setengah Malaikat
Penulis : Lilik Fatimah Azzahra, Desy Desol, Latifa Maureen, Tutut Setyorinie, Wahyu, Yuni Astra, Sari, Al-Difaqi
Editor : Liez Mutiara
Cover : Desy Desol
ISBN : 978-602-1249-76-5
Tags
Fiksi
Whewww berat juga bacaannya mas ikrom
ReplyDeleteAntimainstreamm
Jadi pengen baca juga deh
Bacaan ringan kok mas hehe
Deletehayuk sila diorder
yg jadi penulisnya banyak juga yah. ada Lilik Fatimah Azzahra, Desy Desol, Latifa Maureen, Tutut Setyorinie, Wahyu, Yuni Astra, Sari, Al-Difaqi. ada orang yg punya pemikiran oke punya.
ReplyDeleteiya mas ini antologi cerpen
DeleteTerima kasih ulasannya, Pak Guru.
ReplyDeleteDari judulnya saja sudah terbayang kelezatan isinya. Wajib masuk keranjang belanja nih buku kumcer.
terima kasih kembali
Deletesilakan diorder
Kehidupan mengajarkan kita untuk tidak melihat seseorang hanya dari luarnya saja, karena bisa jadi kita luput dalam melihat iblis setengah malaikat tersebut. Namun, iblis tetaplah iblis. Yang paling penting adalah, mengutip kalimat mas ikrom, tetaplah jadi manusia sepenuhnya :D
ReplyDeleteSaya baru tahu ada istilah Kumcer setelah baca tulisannya mas hehe :D
benar manusia pasti ada dua sisi sesuai kodratnya
Deleteiya mas kumcer itu nama lain dari antologi cerpen hehe
Pas baca nama Young Lady, saya pikir salah satu teman saya. Dia juga pakai julukan itu di blognya. Ternyata bukan. Haha. Banyak yang pakai nama itu kayaknya, ya?
ReplyDeleteDari semua nama, enggak ada yang saya tahu. Saya enggak aktif di medium itu, sih. Referensi saya juga termasuk payah. Wqwq.
Soal mendiang yang belum sempat melihat bukunya terbit, itu entah kenapa bikin sedih dan kepikiran hal lain. Ada beberapa penulis yang mulai banyak dikenal dan dibaca buku-bukunya setelah wafat. Enggak bisa menikmati kesenangan itu. :(
biasanya aku ga begitu suka baca kumpulan cerpen. tp kalo memang ceritanya semenarik itu, tertarik jg sih utk baca :). dari judulnya aja , buku ini udh bikin penasaran :). apalagi yg judulnya miranda :D
ReplyDeleteJadi kangen baca cerpen, pdhal dulu sempat masuk nominasi paling rajin kepeprpus tapi sejak kampus hampir gk pernah baca lagi cerpen atau novel😔
ReplyDeletewa baca lagi mbak biar seru hehe
Delete