Begitu pertanyaan seorang rekan kepada saya beberapa waktu lalu.
Saya tidak sedang blusukan menemui konstituen. Saya juga sedang tidak ikut rapat partai menjelang pemilu karena saya bukan simpatisan, kader partai, maupun caleg. Pasti Anda tahu, jika membaca tulisan saya sebelumnya saya sedang menyusun dua buah buku. Satu buku mengenai perjalanan wisata dan satu buku lain mengenai tindak pidana korupsi di dunia pendidikan.
Baik, saya tak mau membahas yang berat-berat dulu. Saya langsung menjawab pertanyaan rekan saya tadi. Jawaban saya adalah tidak. Kenapa saya harus takut? Saya salah apa sehingga ada orang bisa memenjarakan saya? Itu saja yang bisa saya jawab.
Saya tahu, pertanyaan itu bermuara kepada tulisan-tulisan saya, baik di blog pribadi, blog Kompasiana, ataupun di media sosial. Bagi beberapa orang, tulisan saya terlalu keras, cadas, metal, nylekit, dan apapun namanya itu. Tulisan yang bisa menyeret saya ke penjara akibat jeratan UU ITE atau UU lainnya.
Saya sih, hanya bisa tersenyum palsu. Bukan senyum asli, karena senyum asli hanya saya sunggingkan kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Saya hanya bisa bilang, daripada saya dipenjara di kehidupan nanti, yang akan saya jalani selepas meninggal nanti, lebih baik saya menerima risiko itu saat saya masih hidup di dunia.
Karena saya meyakini, apa yang saya tulis adalah sebuah kebenaran. Walau terkesan mendramatisir, tapi jika orang melihat dan mengalami apa yang saya tulis, terutama mengenai kasus korupsi yang terjadi di dunia pendidikan, maka tulisan saya tak ada apa-apanya. Hanya secuil dari rentetan keruwetan yang terjadi. Yang sebenarnya sangat tak pantas dilakukan di dunia pendidikan.
Saya hanya mencoba menikmati apa yang saya jalani. Saya juga tidak peduli jikalau ada produk atau pihak yang ingin bekerja sama dengan saya melalui sebuah tulisan. Saya tidak berpikiran lebih jauh bahwa pihak-pihak tersebut akan berpikir ulang kalau menggunakan jasa saya. Saya pun, tak pernah berpikir follower IG saya berkurang akibat saya terlalu vokal.
Namanya rezeki tak ke mana. Itu yang sering saya camkan dalam diri. Mencari rezeki boleh dengan semangat membara, asal halal dan tidak nyikutan. Semangat untuk tampil di depan juga boleh, tak ada yang melarang, bebas berekspresi, asal tidak ngisin-ngisini. Mungkin ada pembaca yang paham apa itu ngisin-ngisini.
Baiklah, saya tak mau banyak bercakap lagi. Yang jelas, dalam mengolah sebuah tulisan, saya selalu mencoba mengambil dari kedua sisi. Jika pembaca mendalami tulisan saya, walau dramatis, tapi saya kupas pula sisi baik dari masalah itu. Saya kemukakan, di balik kesulitan dan penyelewengan yang terjadi, saya ambil pula bagaimana penyelesaiannya. Baik dari pemikiran saya sendiri maupun dari para ahli. Makanya, dalam beberapa artikel kritik terutama hal-hal sensitif yang menyangkut korupsi dunia pendidikan, label Artikel Utama (HL) dari Kompasiana tersemat. Jadi, saya berpikir kalau tulisan saya cenderung tendensius dan menyerang pribadi, mengapa tulisan saya tidak dihapus?
Lupakan mengenai UU ITE yang bagai duri di tengah jalan. Saya mau berfokus ke event fiksi yang sayangnya harus terlambat saya gelar. Rencananya, saya mau ketemu Mbak Lilik dan Mbak Desol, dua Kompasianer yang ahli di bidang Fiksi. Keduanya adalah diva fiksi di Kompasiana dan pernah menyabet Best Fiksianer tahun 2017 dan 2015.
Nah, dalam beberapa waktu ke depan, saya akan meminta pertimbangan beliau berdua mengenai event ini. Kebetulan, beliau-beliau ini senang sekali membuat event kecil-kecilan. Masalah hadiah, walau tak besar, yang penting seru dulu. Insha Allah, awal Maret event ini akan berlangsung.
Oke, sekian dulu informasi dari saya. Jika ada hal-hal yang nylekit, jangan dimasukkan hati ya.
Selamat bingung memilih caleg dan capres. Salam.
Saya tidak sedang blusukan menemui konstituen. Saya juga sedang tidak ikut rapat partai menjelang pemilu karena saya bukan simpatisan, kader partai, maupun caleg. Pasti Anda tahu, jika membaca tulisan saya sebelumnya saya sedang menyusun dua buah buku. Satu buku mengenai perjalanan wisata dan satu buku lain mengenai tindak pidana korupsi di dunia pendidikan.
Baik, saya tak mau membahas yang berat-berat dulu. Saya langsung menjawab pertanyaan rekan saya tadi. Jawaban saya adalah tidak. Kenapa saya harus takut? Saya salah apa sehingga ada orang bisa memenjarakan saya? Itu saja yang bisa saya jawab.
Saya tahu, pertanyaan itu bermuara kepada tulisan-tulisan saya, baik di blog pribadi, blog Kompasiana, ataupun di media sosial. Bagi beberapa orang, tulisan saya terlalu keras, cadas, metal, nylekit, dan apapun namanya itu. Tulisan yang bisa menyeret saya ke penjara akibat jeratan UU ITE atau UU lainnya.
Saya sih, hanya bisa tersenyum palsu. Bukan senyum asli, karena senyum asli hanya saya sunggingkan kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Saya hanya bisa bilang, daripada saya dipenjara di kehidupan nanti, yang akan saya jalani selepas meninggal nanti, lebih baik saya menerima risiko itu saat saya masih hidup di dunia.
Karena saya meyakini, apa yang saya tulis adalah sebuah kebenaran. Walau terkesan mendramatisir, tapi jika orang melihat dan mengalami apa yang saya tulis, terutama mengenai kasus korupsi yang terjadi di dunia pendidikan, maka tulisan saya tak ada apa-apanya. Hanya secuil dari rentetan keruwetan yang terjadi. Yang sebenarnya sangat tak pantas dilakukan di dunia pendidikan.
Saya hanya mencoba menikmati apa yang saya jalani. Saya juga tidak peduli jikalau ada produk atau pihak yang ingin bekerja sama dengan saya melalui sebuah tulisan. Saya tidak berpikiran lebih jauh bahwa pihak-pihak tersebut akan berpikir ulang kalau menggunakan jasa saya. Saya pun, tak pernah berpikir follower IG saya berkurang akibat saya terlalu vokal.
Namanya rezeki tak ke mana. Itu yang sering saya camkan dalam diri. Mencari rezeki boleh dengan semangat membara, asal halal dan tidak nyikutan. Semangat untuk tampil di depan juga boleh, tak ada yang melarang, bebas berekspresi, asal tidak ngisin-ngisini. Mungkin ada pembaca yang paham apa itu ngisin-ngisini.
Baiklah, saya tak mau banyak bercakap lagi. Yang jelas, dalam mengolah sebuah tulisan, saya selalu mencoba mengambil dari kedua sisi. Jika pembaca mendalami tulisan saya, walau dramatis, tapi saya kupas pula sisi baik dari masalah itu. Saya kemukakan, di balik kesulitan dan penyelewengan yang terjadi, saya ambil pula bagaimana penyelesaiannya. Baik dari pemikiran saya sendiri maupun dari para ahli. Makanya, dalam beberapa artikel kritik terutama hal-hal sensitif yang menyangkut korupsi dunia pendidikan, label Artikel Utama (HL) dari Kompasiana tersemat. Jadi, saya berpikir kalau tulisan saya cenderung tendensius dan menyerang pribadi, mengapa tulisan saya tidak dihapus?
Lupakan mengenai UU ITE yang bagai duri di tengah jalan. Saya mau berfokus ke event fiksi yang sayangnya harus terlambat saya gelar. Rencananya, saya mau ketemu Mbak Lilik dan Mbak Desol, dua Kompasianer yang ahli di bidang Fiksi. Keduanya adalah diva fiksi di Kompasiana dan pernah menyabet Best Fiksianer tahun 2017 dan 2015.
Nah, dalam beberapa waktu ke depan, saya akan meminta pertimbangan beliau berdua mengenai event ini. Kebetulan, beliau-beliau ini senang sekali membuat event kecil-kecilan. Masalah hadiah, walau tak besar, yang penting seru dulu. Insha Allah, awal Maret event ini akan berlangsung.
Oke, sekian dulu informasi dari saya. Jika ada hal-hal yang nylekit, jangan dimasukkan hati ya.
Selamat bingung memilih caleg dan capres. Salam.
Tags
Catatanku
jangan takut untuk melawan ketidak benaran ya gan, hancurkan korupsi, jangan takut selama kita benar hehe
ReplyDeletesepakat lawan!!
DeleteNaahh ini tjakep nih.. Emang harus begitu, malah sebagian besar orang takut buat mengutarakan apa yang benar. Kalo emang bener kenapa harus takut kan? Semangat mas Ikrom buat buku nya nanti hehe.
ReplyDeletesemangat juga buat mas Firman!!!
Deletesuka dengan pernyataan alenia ke 8
ReplyDelete----
"Namanya rezeki tak ke mana. Itu yang sering saya camkan dalam diri. Mencari rezeki boleh dengan semangat membara, asal halal dan tidak nyikutan".
----
rejeki bukan pekerjaan atau orang yang menentukan. tapi Tuhan. memang kita kudu kerja dulu atau bekerja sama dengan orang untuk menjemput rejeki itu, tapi kita harus juga ingat bahwa Tuhan menurunkan rejeki itu melalui pekerjaan kita dan orang-orang yang terhubung dengan kita agar hidup ini bisa berarti dan bernilai baik. agar kita juga bisa berpandangan baik terhadap pekerjaan dan orang yang terhubung dengan kita tersebut, sehingga semuanya menjadi baik dalam kehidupan kita. dan saya setuju pekerjaan, orang yang terhubung, dan hasil dari kerja itu tidak menjamin kita baik serta menjadikan kehidupan kita lebih baik. itu semua adalah kehendak Tuhan. Maka dari itu bersyukur dan menjalani dengan tawakkal akan lebih indah dan mudah. ini yang akan membuat seseorang kritis namun tetap berdiri dari pandangan kebenaran. walau kadang banyak juga yang tidak setuju bahkan apatis dengan kita.
jadi santai saja, dan teruslah berjalan dalam kebenaran. toh nanti mereka juga akan tau dan sadar. hanya saja belum waktunya kali ya
iya semua dari yang di atas ya mas
Deleteyag penting semangat dan nggak merugikan orang lain
hatur nuhun...
Penjabaran tentang fiski itu terlalu minim jadi saya sangat penasaran sekali. Kalau tentang UU ITE, dari awal memang mengelitik, jadi alat untuk memenjarakan orang dengan alasan pencemaran nama baik.
ReplyDeleteSoal rezeki, saya juga tidak mau pusing apa itu yang namanya follower IG ,maupun subscriber. Yang penting saya menikmati dalam menulis. Dan saya juga tidak takut salah. Karena jika orang takut salah, pastinya tidak mau berbuat apa-apa.
awal bulan bang baru mulai, masih digodog ini wkwkw kayak RUU aja digodog. Jadi sabar ya wkwk
Deletenah itu dia jadi alat buat jerat orang kan ya
yang penting jalan teruss
NO NO NO HANTAM KORUPSI!!!! tenang aja kalo cari pasukan anti korupsi, catet namaku di list pertama ya! Peduli setan sama koruptor! Emang harus diberantas. Udah gatel nadiku rasanya denger korupsi!!!
ReplyDeletebtw welcome back! haha
siapppp
Deletewakakak tks sis
Jangan takut mas, selama tulisan itu jujur jangan takut apa-apa.. Kalau saya prinsip mah seperti itu..
ReplyDeletewha, penasaran sama event karya fiksinya mas, semoga dilancarkan ya aamiinn!
amin terima kasih mas
Deletewaah aku jd penasaran sbnrnya apa yg kamu tulis, yg dianggab terlaku berani mas :D. slama ini baca tulisanmu yg temanya ringan kyk film anak td.
ReplyDeleteaku slalu kagum ama org yg berani menulis kenyataannya seperti apa. ga semua org bisa begitu :). pertahanin apa yg udh dianggab bener mas . toh sebaik2nya penolong, kita masih punya Tuhan yg maha segalanya :)
klo di sini buat hepi2 aja mbak
Deleteyang sering di Kompasiana dan beberapa portal lain
sepakat mbak tergantung yang di atas ya mas
Wah semoga benar menurut kita kebenaran yang berlandaskan kepada aturan Tuhan ya Pak dan saya acungi jempol berani menuliskan tentang kebenaran itu dan pedangnya seorang penulis itu adalah tulisannya.
ReplyDeleteterimakasih atensinya mbak
Delete