Di saat mentari naik sepenggalah, debu kapur yang cukup menyesakkan hidung terus menerpa wajah saya.
Selepas turun dari bus, saya semakin mendekapkan masker penutup wajah agar tetap terpasang menutupi hidung. Maklum, asma yang telah saya derita tidak memungkinkan untuk terpapar udara berdebu secara langsung. Untunglah, saya tak mendapat kejutan berarti dari sinar mentari. Padahal, banyak asumsi dan pemikiran jika keberadaan saya di tanah Bangkalan akan kembali mendapat sengatan sang surya. Maka, teringat tatkala mengunjungi Bukit Jaddih beberapa waktu silam, saya bersiap dengan peralatan perang: topi, tisu basah, air mineral, dan tentunya tabir surya. Sang awan yang cukup tebal menjadi pahlawan saya kala itu.
|
Untung cuaca tak terlalu terik |
Melihat kondisi sekitar yang menguntungkan, segera saja saya mengikuti rombongan keluarga menuju sebuah masjid besar. Masjid dengan kombinasi warna hijau dan kuning keemasan ini tampak ramai dikunjungi oleh pendatang yang terus hadir. Mereka tampak tak sabar untuk segera masuk di masjid kebanggaan warga Bangkalan itu. Lantas, ada apa di dalam masjid itu?
Komplek masjid yang memiliki arsitektur unik berupa adanya kubah-kubah kecil di sekelilingnya ini adalah tempat peristirahatan terkahir salah satu ulama besar, Kyai Kholil al-Bangkalani. Kyai yang sering disebut sebagai sosok Syaikhona Kholil ini adalah salah satu ulama besar. Tak hanya di Jatim, namun juga di Indonesia.
Dari biografi yang menceritakan mengenai riwayat beliau, Kyai yang terkenal dengan kisah karomahnya ini adalah guru dari ulama-ulama besar. Sebut saja KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Bisri Syansuri (pendiri pondok pesantren Denanyar Jombang), KH Abdul Karim/ Mbah Manab (pendiri ponpes Lirboyo Kediri), dan sederet ulama besar lain. Maka, tak heran bahwa nama Kyai Kholil begitu harum.
Narasi karomah dari sang kyai ini terus berulang saya dengar dari Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak ketika saya duduk di bangku MI. Untuk lebih memasukkan pemahaman mengenai adab yang sering dilakukan oleh para ulama, sosok Kyai Kholil menjadi inspirasi berulang. Karomah beliau yang unik selalu menggelitik saya untuk lebih mengenalnya.
|
Bersantai sejenak di depan komplek masjid. |
Salah satu narasi karomah beliau yang masih saya ingat adalah begitu nurutnya KH Hasyim Asyari mengikuti apapun yang diperintahkan oleh sang guru, Kyai Kholil. Bahkan, ketika kakek dari Presiden Gus Dur ini disuruh untuk mencari cincin pemberian istri dari sang guru di septik tank, tanpa banyak cakap beliau segera melakukannya. Sungguh, cerita yang bagi saya absurd namun begitu kaya makna. Betapa sosok guru yang begitu dipatuhi oleh murid-muridnya. Sosok guru yang begitu mujarab dengan doa-doa baiknya.
Kini, di depan saya, peristirahatan sosok yang terngiang sejak kecil ini semakin dekat. Saya lalu menuju ke bagian samping masjid. Berwudu sejenak adalah kegiatan wajib sebelum ritual ziarah saya lakukan. Tak seperti masjid-masjid yang saya datangi, tempat wudu Masjid Syaikhona Kholil ini tak berada di dalam tanah dan bergabung dengan masjid. Tempat wudu yang terpisah cukup jauh dari masjid menjadi keunikan tersendiri. Ada beberapa blok pancuran yang tiap bloknya tediri dari empat buah pancuran. Jarak antar blok yang cukup longgar memungkinkan para pengambil air wudu tak berdesakan ketika melakukan kegiatan penyucian diri tersebut.
|
Tempat wudu |
Segera setelah menunaikan kegiatan berwudu, saya memasuki ruangan utama masjid. Pintu masjid berupa dua buah lengkungan seperempat lingkaran. Kaligrafi arab memenuhi bagian dinding masjid di atas pintu-pintu tersebut. Kaligrafi yang berdasar hijau ini semakin semarak memenuhi bagian langit-langit dalam masjid. Suasana syahdu semakin terasa.
Saya menyempatkan Salat Tahiyatul Masjid dan Salat Duha sebelum memulai ritual berziarah. Beberapa peziarah juga melakukan hal serupa. Selepas salat, saya bergabung dengan rombongan lain lantaran rombongan saya tak ikut masuk masjid lantaran banyak membawa anak kecil. Meski ramai, kunjungan peziarah di makam kyai yang letaknya tak jauh dari mihrab ini tak seramai wali-wali lainnya. Namun, kondisi ini tak menyurutkan niat saya untuk melantunkan beberapa bacaan surat pendek dan mengikuti doa yang diucapkan salah satu ketua rombongan.
|
Para peziarah melantunkan doa di depan makam |
Tak berapa lama, rombongan peziarah yang saya ikuti ritualnya mengakhiri kegiatannya. Saya sempat ingin menengok lebih dekat dengan sang makam. Tapi, niat ini saya urungkan. Selain saya harus segera kembali ke bus, bagi saya cukuplah dengan mendoakan sang ulama. Mendoakan agar amal ibadahnya diterima dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Walau saya sangat menghormati beliau, pengkultusan terhadap orang saleh sesungguhnya dilarang.
Selepas beranjak dari tempat duduk ritual saya berziarah, saya lantas menuju pintu keluar. Namun, pandangan saya sedikit teralih dengan kerumunan di dekat pintu keluar tersebut. Ternyata, kerumunan itu adalah para peziarah yang membeli air sumber dari masjid ini. Air sumber yang dikemas dengan botol kecil dan besar ini menjadi salah satu favorit oleh-oleh ketika mengunjungi masjid ini.
|
Para peziarah membeli air mineral sumber dari masjid. |
|
Air Martasajah seharga 3000 rupiah |
Karena tertarik, saya membeli satu botol kecil seharga 3000 rupiah. Benar saja, baru saja saya membeli satu buah botol air mineral dengan merk Martajasah, kerongkongan saya memberi sinyal agar segera dialiri air. Maka, selepas keluar dari pintu masjid beberapa tegukan pun membasahi kerongkongan saya. Tak berapa lama, beberapa keluarga saya mencoba air yang baru saya beli. Ajaib, air di dalam botol kecil itu cukup untuk minum beberapa anggota keluarga saya yang kehausan. Padahal, saya berniat masuk kembali ke masjid untuk membeli beberapa botol lagi. Mungkin, inilah sedikit karomah dari Kyai Kholil yang saya rasakan. Entah kebetulan atau tidak, tapi kok saya merasakan sebuah hal kecil namun memberikan manfaat besar.
Tur kali ini diakhiri wisata belanja di pasar oleh-oleh yang tak jauh dari masjid. Keluarga besar saya segera menyerbu penjual pisau dan aneka benda tajam lain lantaran tergiur cerita bahwa di tempat ini harga kebutuhan benda tajam itu cukup murah. Benar saja, menurut penuturan ibu saya, harga benda tajam di sana memiliki selisih sekitar 1000 hingga 3000 rupiah tiap buahnya jika dibandingkan di daerah saya.
|
Penjual benda tajam |
Selain pisau dapur, para penjual benda tajam ini juga menjual celurit, pisau lipat, keris, hingga pedang samurai dengan harga bervariasi. Bahkan, mereka juga menjual gantungan kunci berbentuk celurit. Saya sungguh takjub dengan ikon celurit yang benar-benar terpatri dalam masyarakat Madura. Meski terdengar seram, namun inilah khazanah budaya masyarakat Madura sejak dahulu kala.
Sayang, pasar oleh-oleh ini menempati tempat yang kurang representatif. Selain tak ada penutup semacam terpal seperti pada pasar oleh-oleh di tempat ziarah yang sering saya kunjungi, ada masalah serius yang harus dibenahi. Minimnya tempat sampah membuat banyak sampah plastik tercecer di sekitar pasar tersebut. Bau tak sedap pun menyeruak ke hidung. Belum lagi, saya melihat beberapa pedagang sate ayam yang cuek mengipas barangh dagangannya di tempat itu. Kalau saja masalah kebersihan ini bisa ditata, saya ingin mencicipi kuliner khas Madura itu. Maklum, saya cukup rewel dengan masalah kebersihan.
Meski begitu, saya menemukan satu sisi positif dari tempat ziarah ini. Yakni, saya tak menemukan satupun pengemis, baik di sekitar makam maupun di pasar oleh-oleh. Sesuatu hal yang sangat langka ketika berziarah ke makam wali/ulama. Saat saya biasanya menemukan pengemis yang seakan melakukan paduan suara untuk meminta derma. Tak ada alasan pasti mengapa saya tak menemukan pengemis. Yang jelas, mental orang-orang yang rela bekerja keras dengan kondisi apapun yang penting halal haruslah diapresiasi.
|
Salah satu pedagang yang tak kenal lelah menjajakan dagangannya. Yang penting, tak ngemis |
Di balik semua itu, ketika memandang kembali masjid megah namun sederhana ini membuat saya kembali memaknai pelajaran-pelajaran penting dari sang kyai dan murid-muridnya. Bagaimana menjalani kehidupan keras dengan ikhlas dan kesederhanaan untuk mendapat keberkahan hidup. Keberkahan yang akan semakin paripurna jika terselip rasa syukur dan kebermanfaatan hidup bagi sesama. Terimakasih kyai atas ajaran-ajarannya.
Kebersihan selalu menjadi PR di sebagian besar tempat wisata Indonesia. Semoga semakin hari akan semakin diperhatikan.
ReplyDeletenah PR banget mbak ini
Deletesemoga ya mbak
aku suka interior masjidnya mas.
ReplyDeletesama koh...
DeleteMas Ikrom, maaf baru mampir ke sini,
ReplyDeleteMaaf lahir batin yaaa.... Taqobbalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim, minal aidzin wal faidzin
wuah asyik ya, ziarah kubur. aku belum pernah sekalipun ikut ziarah kubur, yaa semoga lain waktu bisa terwujud
btw, itu mas Ikrom pengen makan sate, tapi ilfeel duluan ya, hahaha.
yaaa mungkin saya juga akan ilfeel. juga semoga tulisan ini dibaca oleh pengelola masjid tsb, supaya bisa jadi masukan dan dibenahi. aamiin
💕
maaf lahir batin juga mbak....
Deleteamin semoga bisa ketuturan
iya mbak satenya menggoda padahal
sayang tempatnya ya...
Kebersihan adalah sebagian dari iman. Musti ada kesadaran diri. Suka tempat wudhunya, sudah jarang ditemui masjid yang desainnya melewati kolam air...
ReplyDeletesama mas, tenpat wudunya aku juga suka...
DeleteSaya kaget ada yg jual celurit disana.. Mas jadi oleh2 khas madura? Hehe
ReplyDeleteWah, sampe pengunjungnya pake bus.. Ramai..
kakve-santi(dot)blogspot.com
rame banget mas
Deletedan emmang khasnya celurit...
Kyai Kholil Bangkalan....dari Kediri namanya banyak disebut di masa kecil saya ini, Mas
ReplyDeleteHmm..saya senang berziarah ke tokoh seperti ini. Masuk lokasinya saja terasa aura yang berbeda. Hanya saja sayangnya beberapa orang terlalu berlebihan memuja bahkan menyanjungnya.
Semoga next ke Madura bisa berziarah juga
ini gurunya kyai di Lirboyo mbak
Deleteiya sejuk rasanta ya mbak
tapi sayang kalau memuja berlebihan
Mas, kalau di tempatku itu ada makam Sunan Bonang. Aduh yang namanya pengemis, banyak. Apalagi kalau hari Jum'at. Rutin. Seperti ada yang mengomando, ramai-ramailah mereka datang ke masjid. Duduk di trotoar menanti shodaqoh. Miris kalau lihat seperti ini.
ReplyDeleteaku juga pernah ke sana mbak sama sunan drajat
Deleteiya banyak banget dan miris liatnya
Gantungan kunci bentuk celuritnya apa tidak tajam tuh, Mas Ikrom? Kan bahaya kalau tajam.
ReplyDeletegak terlalu mbak
Deletetapi jangan coba yang asli hehe
Minum beramai-ramai dengan satu botol air dan cukup seperti itu mengingatkan saya sama MOS. Haha. Pokoknya air mesti kebagian semua. Bedanya sama ini, kan, kalau MOS tentu ada keterpaksaan. Ehe.
ReplyDeleteSyukurlah jika nggak ada pengemis. Mentalnya pasti keren-keren. :)
sama ku juga gitu mas
Deletepuas ya meski dikit
bener aku suka mereka gak ngemis
Cerita perjalanan yang menyenangkan dan bisa menjadi pelajaran juga buat orang orang lain, terima kasih sudah berbagi mas :D
ReplyDeletemakasih sudah mampir mas andrie
DeleteArsitektur masjidnya bagus ya hehe
ReplyDeleteiya mbak
Deletetertarik sama eksterior masjid nya, semoga masjidnya semakin kental dengan nilai nilai ibadah
ReplyDeleteamin semoga begitu mas
DeleteAh, paling sebal kalau minim tempat sampah :( Tapi tempat wudhunya keren ya, luas. Aku suka :)
ReplyDeleteiya harusnya disediakan banyak ya mbak...
DeleteSayang sekali atuh tidak bisa ke makamnya, kurang abdol jadi jiarahnya.
ReplyDeleteDulu orang memang patuh sama guru, tidak mau membatah dan tanya ini dan itu. Langsung dikerjakan. Sehingga ilmu sang guru bisa tersampaikan kepada muridnya dengan sempurna.
Itulah khasiat dari air yang didoakan, ada karomahnya. Sungguh luar biasa, tidak ada pengemisnya. Kalau yang di Cirebon itu, aduh sungguh membuat kurang nyaman pengunjung.
sduah itu mas lah di depan itu kan makamnya
Deletecuma saya gak lama2 karena diburu waktu,,,
iya yg penting doa ya mas...
"Bagaimana menjalani kehidupan keras dengan ikhlas dan kesederhanaan untuk mendapat keberkahan hidup. Keberkahan yang akan semakin paripurna jika terselip rasa syukur dan kebermanfaatan hidup bagi sesama."
ReplyDeletesalah satu pelajaran yang sangat berharga
tepat sekali mbak
Deleteyang penting bermanfaat...
Mantap mas... Mesjidnya indah.. Hanya saja krg bersih..
ReplyDeleteiya ams, sepakat!
DeleteMasya Allah, saya adalah keturunan madura yang nggak pernah menginjakkan kaki di madura...hiks
ReplyDeleteloh madura mana mbak?
Deletedibeli cluritnya???? lumayan bs digantung dipintu rumah :D
ReplyDeletebtw, keren ya nggak ada yg ngemis sama skali. salut!
beli dong 3 10 rebu wkwkwk
Deleteiya ini yang kusuka
Megang juga ya mesjidnya..... dengan warna yang serba gold.
ReplyDeletemegang itu apa ya mas
Deletehehe