Motor saya kembali melaju dan menembus jalan-jalan di
Kabupaten Malang.
Setelah vakum sekitar 5 bulan akibat kecelakaan dan pindah
kota, kini saya bisa melakukan joy ride
lagi. Tahun ini seharusnya saya melakukan perjalanan Malang-Kediri PP sendirian
demi menembus rekor jarak terjauh saya mengendarai motor. Harapannya, rekor
Malang-Mojokerto yang saya catat di tahun 2017 kemarin bisa terlampui. Meski
rencana tersebut gagal, saya masih bersyukur tak kehilangan tangan kanan.
Jadi untuk menyukuri hal itu, saya kembali melakukan perjalanan
motor sendirian. Kali ini rute yang saya pilih tak terlampau jauh. Turen,
sebuah kecamatan yang cukup ramai di Malang selatan menjadi jujugan saya. Di
sana ada keinginan dalam hati untuk berjumpa
dengan salah satu rumah Allah yang konon katanya dibangun oleh bangsa jin.
Masjid Tiban, itulah tujuan saya datang ke kota kecamatan ini.
Hampir 45 menit perjalanan saya tempuh dari rumah yang cukup
dekat dari pusat Kota Malang. Untung, saat itu sedang hari biasa sehingga saya
tak kesulitan menempuh jarak sejauh 25 km. Tak banyak bus-bus yang berlalu
lalang. Tak banyak pula truk tebu yang hilir mudik membawa ratusan kilo muatan
ke PG Krebet dan PG Kebon Agung. Sepinya jalan membuat saya bisa menggeber
motor dengan cukup kencang.
Sesampainya di sana saya, cukup kaget dengan perubahan yang
ada. Dulu, tak banyak penjual yang menjajakan dagangannya di sekitar jalan
masuk masjid ini. Kini, sekira 500 meter sebelum pintu masuk masjid, deretan
kios yang menjual aneka camilan dan oleh-oleh khas Malang pun tertata rapi
diselingi ruang parkir bagi pengendara motor. Yang membuat saya terperanjat, ada
pula beberapa penginapan yang khusus dibuka oleh warga. Menurut penuturan
tukang parkir di sekitar penginapan tersebut, pengunjung akan membludak pada
malam-malam tertentu seperti Malam Suro, Maulud Nabi, dan perayaan Hari Besar Islam
lainnya. Beberapa pengunjung memang memilih menginap di dalam masjid yang
telah disediakan oleh pengurus masjid. Namun, tak jarang pula ada yang memilih
menginap di penginapan-penginapan tersebut.
|
Aneka jajanan yang dijual 4 buah seharga 10.000 rupiah. |
|
Kursi tamu di halaman masjid |
Walaupun kunjungan kali ini merupakan kunjugan kelima saya,
namun mata saya terus terkesima dengan arstitektur bangunan masjid ini. Menjulang
megah diantara pemukiman warga dan area persawahan, rancangan arsitektur masjid
ini sebenarnya dibuat sekenanya. Tanpa perencanaan matang dan melalui
istikharah, masjid berlantai 10 itu bak tiba-tiba saja jatuh dari langit.
Inilah alasan mengapa masjid ini diberi nama Masjid Tiban. Tiban berarti jatuh
ke tanah. Penduduk sekitarlah yang menamainya. Ada pula yang memberi nama
Masjid Jin karena tak tampak proses pembangunannya. Sejujurnya, saya kurang
sependapat dengan hal itu. Apapun masjidnya, dari literatur yang saya dapat
ketika mengaji dulu pasti ada jinnya (jin muslim yang sedang shalat). Makanya,
dulu saya dilarang ramai ketika berada di masjid agar tidak ditabok oleh jin.
|
Pintu masuk masjid |
|
Lorong di lantai dasar |
Nah saat memasuki gerbang masuk masjid, kita harus mengambil
kartu masuk yang berisi identitas mengenai jumlah dan asal rombongan. Untuk
pengunjung yang datang sendirian seperti saya juga harus mengisi kartu
tersebut. Rute pertama kunjungan masjid ini adalah aula besar yang
menghubungkan beberapa ruangan. Aula ini biasanya digunakan sebagai acara tertentu oleh pondok pesantren. Oh ya, masjid ini sendiri sebenarnya merupakan sebuah
pondok yang beraliran aswaja (aliran islam yang mengacu pada ajaran dan sunnah
Nabi Muhammad SAW). Jadi, kalau ada berita miring mengenai pondok ini tentu
salah besar. Ketika saya datang ke sana, lantunan shlawat nariyah yang saya
hafal terdengar jelas diselingi ayat suci Al-Quran.
|
Serambi di lantai dasar. |
Ruangan-ruangan yang terdapat di sekitar aula tersebut
antara lain ruang istirahat laki-laki, ruang istirahat perempuan, ruang
akuarium ikan serta ruangan yang terdapat suatu ruangan istimewa. Keistimewaan
ruangan ini adalah terdapat replika pohon yang bersuara burung ketika kita
mendekatinya. Seolah-olah, ratusan burung ada di dalam ruangan itu. Mendengar
kicauan burung tersebut membuat suasana segar dan syahdu akan sangat terasa.
|
Replika suara burung |
Di dekat ruangan istimewa ini, terdapat tangga yang akan
menuju ke lantai dua hingga sepuluh. Sebenarnya, ada lift yang terdapat di
dekat tangga tersebut. Sayang, lift tersebut tak dioperasikan. Dari penuturan
salah satu pengurus masjid, banyak pengunjung yang memainkan lift tersebut
sehingga pengelola tak mengoperasikannya kembali. Saya pun mafhum dan mulai
menyusun semangat menaiki tangga hingga lantai sepuluh.
|
Anak tangga berdinding gua. |
Lantai demi lantai pun saya jelajahi. Ruang demi ruang saya
masuki. Pada kesempatan tersebut, saya mencoba mengingat dan menghitung ruangan
di setiap lantai. Ternyata, bisa ditebak. Usaha saya ini mengalami kegagalan
total. Ketika mulai mencoba mencermati setiap ruang, saya seakan tersesat
diantara rerimbunan tembok yang menghadang. Otak saya langsung bekerja mencari
tangga terdekat untuk segera keluar dari ruangan tersebut.
|
Salah satu ruang istirahat untuk pengunjung di lantai 6 |
Dari lantai 2 hingga 7, saya hanya bisa mengingat bahwa ada
ruang khusus keluarga pengurus pondok, ruangan untuk shalat lima waktu (karena
setiap shalat berganti ruang), kamar untuk santri putra dan putri, serta
beberapa ruang untuk beristirahat bagi para pengunjung. Ada pula studio foto
yang saya yakini berada di lantai 5 tempat pengunjung yang ingin mengabadikan
momen bahagia di sana.
|
Kolam ikan di lantai 5. |
Saya mendapat sebuah kejutan ketika berada di sebuah lantai
ada ruangan untuk pengantin baru. Bertuliskan Happy Wedding dengan kelambu
berwarna pink dengan beberapa pernak-pernik di dalamnya, ruangan ini terlihat
cantik dari luar. Entah siapa yang baru saja melangsungkan upacara pernikahan. Saya
cukup kaget dan hanya bisa berdoa semoga bisa cepat menyusul. Ada pula sebuah
kolam ikan dengan batu besar di tengahnya. Di sisi kolam, ratusan pengunjung
sedang beristirahat sambil menikmati keindahan masjid tersebut.
|
Ruang pengantin |
Sesampainya lantai 8, suasana ramai langsung saya dapat. Di lantai ini dikhususkan
untuk toko oleh-oleh yang dikelola para santri dan pengurus pondok. Ada puluhan
stan yang menjajakan pakaian muslim dan segala macam panganan ringan. Terdapat
pula aneka suvenir cantik seperti gelang, kalung, dan jam tangan. Suasana di
lantai 8 ini tak ubahnya pasar meski berada di dalam masjid.
|
Lantai 8 tempat aneka jual beli oleh-oleh pondok. |
Dari lantai 8, saya langsung menuju ke sebuah tangga dengan
kemiringan sangat curam. Tangga ini akan membawa saya menuju ke puncak masjid
yang berada di lantai 10. Saya sengaja langsung ke lantai 10 karena tak sabar
menikmati keindahan alam di sekitar masjid dari ketinggian. Saya harus mengatur
langkah sedemikian rupa agar kaki saya tak terantuk anak tangga dan terjatuh.
Untuk pengunjung yang sudah berumur, lebih baik menaiki tangga ke lantai 9 dulu
secara bertahap. Di lantai 9 sebenarnya juga ada beberapa ruangan
peristirahatan danbeberapa ornamen masjid yang indah.
|
Tangga curam menuju lantai 10. |
|
Ruangan dengan dinding gua di lantai 10. |
Sesampainya di lantai 10, saya disambut dengan replika gua
yang sungguh indah. Stalaktit buatan mampu menyihir mata saya untuk
mengabadikan momen khusus di sana. Sebenarnya, replika gua ini juga terdapat di
lantai-lantai sebelumnya dan di beberapa tangga naik maupun turun. Namun,
replika gua di lantai 10 ini adalah juraranya. Di lantai teratas ini, saya bisa
melihat rangkaian pegunungan yang memagari Malang. Pegunungan Bromo Tengger
Semeru seakan begitu dekat di mata. Tak hanya itu, kebun bibit tanaman yang ada
di lantai puncak ini menambah segarnya suasana. Jika tak diburu waktu, ingin
sekali berlama-lama di sana.
|
Kubah masjid yang mengingatkan saya pada Basilika Santo Petrus. |
|
Narsis di ketinggian. Tapi, jangan lupa baca shalawat yang banyak. |
Mengunjungi masjid ini seyogyanya tak akan cukup sekali.
Kegiatan pembangunan yang terus berlangsung akan menyisakan pertanyaan ruangan
apalagi yang akan bisa disaksikan. Tak hanya itu, cerita kemegahan masjid ini
membuat semakin banyaknya pengunjung yang datang. Penduduk kampung di dekat kos
saya di daerah Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, DIY bahkan sering melakukan
ziarah ke masjid ini. Sesuatu yang tak saya duga sebelumnya. Dengan semakin
ramainya pengunjung, lantunan Al-Quran dan shalawat nabipun semakin marak.
Kembali lagi, berkunjung ke masjid ini sejatinya bukan untuk berwisata secara
duniawi namun juga ziarah akhirat. Bukankah masjid adalah salah satu tempat
untuk mengingat akhirat?
Subhanallah, aku baru tahu ada masjid dg ornamen kaya gini.. Keren bgt, keturki2an bukan sih? Sistem management masjidnya juga oke, terbukti kl rombongan harus ambil semacam id card ya, supaya pihak masjid mengetahui jumlah romobongan.. Keren ih, btw semiga sehat selalu ya.. Jgn smpe kehilangan anggota tubuh, ngeri aku bayanginnya.. Hhh :)
ReplyDeleteiya ini kayak turki gitu
Deletebiar tertib mbak dikasih kartu
wkwkwk iya amin makasih doanya...
Subhanallah, sudah sering baca dan liat fhoto-fhotonya, Tapi belum berkesempatan ke kesana. Keran pisan ornamennya
ReplyDeletesemoga bisa ke sini mas
DeleteYa Allah, segala puji bagi-Mu.
ReplyDeleteSaya sampai merinding liat foto-foto yang luar biasa keren ini.
Ingin suatu saat bisa berkunjung ke masjid ini.
amin,,, semoga dikabulkan
DeleteMasyallah, Sungguh indah masjid ini. Mudah-mudahan masjid ini semakin hari semakin makmur dan penuh dengan amalan. Begitu juga masjid-masjid di seluruh nusantara. Amiiinn.
ReplyDelete:D
amin semoga semakin makmur ya mas
Delete45 menit, pak guru? aku yakin itu pantat panes yak.
ReplyDeletegak begitu sih panasan ke Mojokerto dulu..
DeleteSaya malah baru tau lo mas ikrom soal masjid ini
ReplyDeletemungkin saya yang sedikit kudet
ini sering nongol di TV loh mas
Deletehulala... something banget..... mewah ya.. cuma ada di beberapa foto yang menurutku too much kaler deh. itu si jin terlalu suka warna warni... selebihnya.. ulala.. ahahahah...
ReplyDeleteitu jajan 10rebuan kok... murah bet..
harap maklum, ngeditnya di dalam kereta Malioboro ekspres
Deleteditemani tatapan mbak2 prami
jadi, too much banget manisnya
emang segitu banyak pilihannya
Sangat menarik design dan pemandangannya,harap suatu hari nanti boleh juga ke sana
ReplyDeletesemoga keturutan mas
DeleteSudah ke sini tiga tahun yang lalu..dan belum jadi lantai 10 nya. Kagum dengan arsitekturnya, hanya nyesel kenapa ada pasar di lantai 8 yang menurutku enggak pas ada di situ..:)
ReplyDeletedulu cuma 2 tokonya mbak
Deletesama jualan bakso
lah ya itu sekarang malah kayak pasar
Pernah kesini, tahun 2016 lalu. Sudah nambah2. Cuma nggak semua ruang aku jelajahi. Capek. Kemudian selonjoran di dekat toko-toko di lantai 8 itu. Lift nggak bisa dipakai.
ReplyDeleteI discovered something wonderful, as some may not realize I am a Muslim in certainty when I read this it was marvelous, In 1976 an Islamic mosque had been set up after the administration of Park Chung Hee gave a plot of land in Hannam-dong, focal Seoul, spreading over around 5,000 square meters (53,800 square feet). Islamic Fiqh
ReplyDelete