Ilustrasi. (Sumber) |
Sampai sekarang, saya masih kerap bertanya mengenai proses kepindahan seorang guru PNS di sebuah instansi sekolah.
Mutasi yang dimaksud bukan mutasi karena pengajuan diri
dengan berbagai alasan, semisal keluarga atau kesehatan. Mutasi yang
dibicarakan di sini adalah mutasi akibat beberapa sebab yang dilakukan oleh
dinas terkait dan masih berada dalam satu kota, dalam hal ini Dinas Pendidikan.
Berdasarkan cerita rekan-rekan guru PNS, mutasi guru PNS biasanya terjadi karena
adanya tiga hal, yakni ada masalah di sekolah tempat sang guru mengajar. Alasan
kedua adalah adanya prestasi dari sang guru sehingga guru tersebut layak untuk dipromosikan ke sekolah yang lebih bagus, atau
bahkan ke sekolah yang tertinggal untuk memberikan dampak yang baik bagi
sekolah tersebut. Alasan ketiga adalah berkaitan dengan penyegaran di
lingkungan pendidikan sehingga untuk alasan ini kadang mutasi yang dilakukan
terjadi secara tiba-tiba.
Masalah guru PNS menjadi aib
Untuk alasan pertama, mutasi guru PNS seperti bisa dibilang
sebagai aib. Kadang, ketika ada acara workshop, saya selalu mendengar
desas-desus mengenai kepindahan sang guru bermasalah. Di balik ceritanya, saya
baru tahu bahwa mutasi semacam ini dilakukan jika ada surat tertulis dari sang
Kepala Sekolah mengenai tindakan indsipliner dari sang guru.
Surat ini juga
harus melampirkan bukti-bukti bahwa sang guru tersebut sudah melakukan aneka
pelanggaran dan sudah diingatkan melalui lisan dan tulisan. Jika peringatan
terahkir tak dihiraukan, maka Kepala Sekolah berhak membuat surat permintaan
mutasi atau tindakan sanksi kepada Dinas Pendidikan.
Sebagai cerita saja, saat akan resign kemarin, saya sempat
diminta KS saya untuk membuat surat tersebut. Kaget, saya bertanya mengapa
beliau melakukan hal demikian. Setelah saya memahami ada beberapa kode etik
guru yang dilanggar, barulah saya paham. Tak perlu waktu lama, hanya berselang
1 bulan sekolah kami mendapat surat balasan berupa pemberitahuan mengenai
proses mutasi sang guru menuju sebuah SD yang cukup terpencil.
Cerita lain saya dapat ketika saya mengikuti sebuah
pelatihan. Saat itu, ada seorang Ibu Kepala Sekolah yang tampak gelisah. Ternyata,
guru laki-laki PNS yang mendampinginya tak kunjung kembali selepas istirahat. Ternyata,
ia ketiduran sehingga terlambat kembali. Saat saya tanya, alasannya ketiduran adalah efek bergadang melihat pertandingan sepak bola malam harinya. Acara ketiduran
ini berlangsung 3 hari berturut-turut. Sungguh, saya hanya bisa menelan ludah.
Ternyata, menurut penuturan ibu KS yang sudah sepuh dan hampir pensiun
tersebut yang bersangkutan memang pembuat masalah, terutama sering
datang terlambat dan meninggalkan sekolah tanpa alasan jelas. Dalam kurun waktu
5 tahun, ia sudah mengalami sekitar 3 kali mutasi dan pernah sekali
dikantorkan.
Dikantorkan menjadi momok bagi guru PNS
Makanya, beliau berkata sekolahnya ketiban sial karena mendapat
guru PNS semacam itu. Ketika saya tanya mengapa Bapak itu yang dikirim, beliau
menjawab sekolahnya kecil dan tak banyak guru yang bisa dijadikan teman untuk
mengikuti pelatihan selama 5 hari tersebut. Semoga ibu selalu sehat ya.
Nah, masalah dikantorkan ini sebenarnya juga pernah menjadi
momok bagi guru. Dikantorkan adalah sanksi mengerikan bagi para guru PNS yang sudah
berada dalam tahap pelanggaran berat. Mengapa tak dipecat? Pemecatan ada, tapi
saya jarang mendengar hal ini.
Baca juga: Inilah 5 Problem Ekkstrakurikuler di Sekolah
Jika dikantorkan, maka guru tersebut akan mendapat sanksi
moral yang cukup berat. Hal ini disebabkan karena keberadaannya di kantor akan
diketahui oleh rekan-rekan guru yang lain ketika datang ke kantor tersebut. Malu,
pasti. Tak hanya itu, meski hanya berlangsung dalam waktu sebentar, namun akan
berpengaruh pada tunjangan sertifikasi guru tersebut jika sudah memiliki
sertifikat pendidik.
Hal ini pernah terjadi ketika saya mengerjakan aplikasi
Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang berisi segala infromasi mengenai sekolah
saya. Dapodik ini berkaitan erat dengan dua hal dengan hal penting. Pertama,
cut off data siswa akan berpengaruh dengan jumlah Dana BOSNAS yang akan
dicairkan pada triwulan berikutnya. Kedua, cut off data guru dan tenaga
kependidikan akan berpengaruh pada tunjangan guru nonsertifikasi/GTT serta yang
paling penting adalah tunjangan sertifikasi guru.
Guru yang dikantorkan berpotensi kehilangan tunjangan profesi
Pada suatu waktu, ada seorang guru PNS yang baru dimutasi
masuk ke sekolah saya. Setelah saya masukkan data-datanya dan saya tanya ke
beberapa rekan operator Dapodik, ternyata sertifikasi guru tersebut tak cair.
Baca juga: Bagaimana Cara Menghitung Gaji Guru Honorer?
Merasa
bersalah, saya mencoba datang ke Diknas dan saya baru mendapat kenyataan bahwa
guru tersebut pernah dikantorkan selama 1-2 bulan. Jadi, selama kurun waktu itu
karena yang bersangkutan tak mengajar, maka sertifikasinya tak cair. Harus
menunggu rentang waktu berikutnya agar sertifikasinya cair.
Hukuman dikantorkan belum membuat PNS bermasalah jera
Tapi, bagi saya, acara mengkantorkan guru PNS ini juga belum
efektif membuat jera. Suatu ketika, saat mengantar surat dinas ke UPT, saya
menjumpai seorang ibu yang duduk di ruang tamu kantor tersebut. Hal ini bagi
saya tak wajar karena biasanya di ruangan itu tak ada siapapun.
Di sana, ibu
tersebut menemani saya menunggu Kepala UPT dan mengajak saya
berbincang-bincang. Ia menawari saya aneka camilan dan minuman. Saya jadi
berasa kikuk, namun masih bertanya dalam hati siapa ibu ini. Saya tak bertanya
langsung karena menduga ibu ini pasti dikantorkan. Ternyata dugaan saya tepat. Pelanggaran
berat yang dilakukan ibu itu membuatnya harus dimutasi di sebuah kantor.
PNS berprestasi dimutasi ke tempat lebih baik
Nah, alasan kedua adalah alasan yang cukup membanggakan,
yakni prestasi. Sang guru biasanya pernah memenangkan sebuah perlombaan atau
dirasa memang kinerjanya bagus. Jujur, jika saya boleh menghitung, persentase guru
semacam ini amatlah kecil, terutama di sekolah negeri, yang harus diakui
tertinggal jauh dibanding sekolah swasta.
Salah satu contohnya adalah seorang bapak guru PNS yang menjadi
rekan saya di sebuah pelatihan. Ketika itu, kami diminta membuat video
pembelajaran beserta alat peraga yang memudahkan siswa memahami materi yang
diajarkan. Saya cukup takjub dengan caranya mengajar. Enak, suaranya lantang,
tegas, dan membuat siswanya nyaman.
Namun, yang membuat saya ternganga adalah
kemampuan beliau membuat alat peraga yang sebenarnya sederhana, namun mengena
sekali dalam materi tersebut. Alat peraga yang digunakan berupa gabungan dari
jaring-jaring kubus yang di dalamnya termuat aneka gambar makhluk hidup.
Jaring-jaring kubus tersebut akan diolah untuk menjadi sebuah kubus sehingga
anak akan menemukan urutan rantai makanan beserta sifat-sifat dari kubus
tersebut. Artinya, beliau menggabungkan pembelajaran Matematika dan IPA
sekaligus.
Baca juga: Ketika Dana BOS Tak Kunjung Cair
Sang Bapak ternyata baru saja dimutasi ke sebiah sekolah
favorit di dekat alun-alun dari sebuah sekolah kecil di pinggir kota. Saya yakin,
mutasinya adalah apresiasi dari kerja keras dan prestasinya karena ternyata
beliau sering mengikuti pelatihan pembelajaran yang dilakukan oleh Prof.
Yohanes Surya.
Saya juga dengar, beliau baru saja diangkat menjadi Kepala
Sekolah setelah melewati seleksi ketat. Semoga beliau ditempatkan di sekolah
yang benar-benar membutuhkan sentuhan tangan seorang guru yang memang
berdedikasi tinggi.
Penyegaran jadi alasan terjadinya mutasi besar-besaran
Alasan ketiga adalah adanya penyegaran di lingkungan
pendidikan. Ada juga guru dimutasi tanpa alasan yang jelas, tak membuat masalah
dan prestasinya bisa dibilang biasa saja. Namun, ada juga kombinasi dari dua
alasan sebelumnya. Hanya Allah dan orang Diknas saja yang tahu.
Apapun itu, yang penting dengan semakin sejahteranya
guru-guru PNS, hendaknya mereka benar-benar mengabdi. Niat ikhlas mencerdaskan para
siswa dan mendidik mereka menjadi generasi
handal berkualitas. Jangan sampai, gaji dan tunjungan yang benilai 10 namun
kinerja bernilai 5. Apa tak malu dengan guru honorer yang banyak mendapat gaji
bernilai 5, namun kinerja harus bernilai 10.
Tags
Catatanku
Semoga pemerintah semakin memperhatikan kesejahteraan guru honorer. Amin. Tetap semangat mencerdaskan generasi bangsa....
ReplyDeleteiya mas semog seperti itu
DeleteSemoga makin banyak guru2 yang berprestasi dan benar2 memcintai pekerjaannya. Bukan sekedar mata pencaharian. Nice sharing pak.
ReplyDeletetepat semoga seperti itu bu, amin...
DeleteSemoga guru diindonesia semakin baik kinerjanya. Untuk yang honorer dans udah mengabdi lama dengan kinerja yang baik, semoga mereka cepat dia angkat dan di perhatikan kesjahteraan nya.
ReplyDeleteKarena tanpa guru tidak akan ada presiden dan para menterinya.
iya, ga ada orang hebat tanpa guru ya mas
DeleteTerima kasih sudah membagi cerita ini, Mas Ikrom. Sebagai orang yang sering kecewa pada guru, baru kali ini saya dengar istilah "dikantorkan". Ternyata guru juga karyawan biasa, yang bisa berprestasi, yang bisa kreatif, yang bisa bolos, yang bisa ketiduran, dan lain sebagainya.
ReplyDeletePernahkah ada ceritanya guru dicabut izin kerjanya sehingga sama sekali tidak boleh mengajar lagi, Mas?
wah kenapa sering kecewa mbal
Deletesekolah di negeri ya (kepo)
iya mbak manusia juga akan
kalau yg dicabut di dekat lingkungan saya belum, cuma di kabupaten pernah beberapa mbak
Ya begitulah nasib jika jadi pengabdi negara, intinya mah memang harus siap dimutasi. Jadi pegawai negeri harus siap mental, jika tidak punya mental tinggi akan mudah frustasi jika menyangkut hal-hal muatasi. Walaupun mutasi itu termasuk golongan dua karena prestasi, tetap saja akan membuat hati resah. Semisal, akan menjadi jauh dari keluarga/tetangga tempat tinggalnya. Yang masih bujang, mungkin tidak begitu punya kendala, bagi yang sudah berkeluarga? tidak kebayang betapa repotnya.
ReplyDeleteMutasi yang termasuk ketiga ini lo, ibarat kata, mati segan hiduppun enggan :)
Yang penting gajian :)
yang penting ikhlas dalam bekerja ya mas...
Deletesaya juga baru ngerti istilah "dikantorkan". kalo di kementerian pusat ada istilah "dilitbangkan" yg maknanya kurang lebih negatif juga, walaupun saya gak paham kenapa masuk litbang itu kesannya buangan. saya rada miris juga dengar cerita soal guru honorer, semoga kesejahteraan mereka segera ditingkatkan.
ReplyDeletehampir sama sih mbak ya rasanya gimana ya padahal ya juga masih dipekerjakan
Deleteamin semoga ya mbak
Memaang masalah guru honorer selalu menajdi isu yang tak pernah terselesaikan, semoga mereka lolos pns jika mengikuti cpns
ReplyDeleteklo jadi pns semua mustahil mas
Deletepaling enggak ada peningkatan kesejahteraan buat mereka
Guru juga manusiaa.. terkadang bisa lalai.
ReplyDeletesemangat mencerdaskan anak bangsa yaa pak ibu guruuu..
benar mbak...
DeletePengalaman njenengan banyak jga ya...
ReplyDeleteTpi emang nek mutasi itu, belum 100% bikin jera.. kalau yg dimutasi bermasalah..
Jadi kan kasihan sama yg dpt jatah kedatangan guru itu..
Bukane prestasi sekolahnya naik, malah bisa bisa menurun.. -_-
syaa sering ke diknas mbak jadi cukup sering tau desas desus semacam ini, hehe
Deleteiya benar belum kapok malah kasian sekolah baru.
tapi kalo KSnya teges sih gak masalah
entahlah, honorer sekarang makin tak terhitung jumlahnya, di kota saya seragam keki lebih dominan,
ReplyDeletega jelas kapan di angkat jd PNS,
honorernya mendambakan PNS,malah PNSnya kurang produktif dlm bekerja. heleh heleh lah ya ..
honorer di kota saya juga pakai keki loh mbak
Deletelha iya itu mbak
Nice sharing om... Kasian sebenarnya kalau honorer. Btw, soal mutasi di daerah saya lebih politis om, padahal PNS nggak boleh berafiliasi dengan parpol. Kalau ada yang kurang "patuh" ya mutasi hehhe
ReplyDeletewah kok gitu mas, gak boleh dong harusnya
DeleteMasalah mutasi emang kadang membingungkan pak...
ReplyDeletekebetulan saya juga kerja di sekolah negeri, tapi masih wiyata ...hehhee...
Resign to pak?
Keren pak...
Saya juga rencananya Desember ini resign...
semoga dimudahkan :)
wah semangat mas
Deleteiya saya resign karena ada rencana sekolah lagi
wah kenapa resign mas?
Ada tetanggaku yang bilang gini. "Jadi guru bayaran nggak seberapa. Buat beli bedak aja nggak cukup." Sempat sebal sih dengernya. Kok kesannya nggak ikhlas. Tapi balik lagi, kebutuhan hidup memang serba tinggi sekarang.
ReplyDeleteSemoga yang honorer segera diangkat jadi PNS, asal ketika jadi PNS nanti, tidak menyalahgunakan pekerjaannya dan bisa amanah.
Semoga yang sudah diangkat dan kadang agak khilaf bisa mendapat hidayah dan bekerja dengan lebih baik.
ya gimana ya mbak
Deleteantara ikhlas dan kebutuhan sih emang
jama sekarang, sebulan dapet 500 ribu bisa apa?
tapi balik juga kalau ikhlas ada kok mbak rejekinya, di luar mengajar
iya mbak semoga bisa naik kinerja mereka
Lika liku PNS ya mas, sebenernya emang watak asli saja ada oknum PNS yg suka malas, gak bisa dipukul rata, buktinya ada yg dimutasi tapi karena berprestasi. Semoga Allah memberikan kebaikan dan kesejahteraan selalu kpd mereka yg bekerja sungguh-sungguh, aamiin
ReplyDeleteiya benar mbak, makanya alasannya ad yang masalah dan prestasi juga
Deleteiya mbak amin...
Wah ternyata macam-macam ya cerita mutasi guru. Semoga kerja keras para honorer lebih dihargai dan meningkat kesejahteraannya.
ReplyDeleteamin,, semoga mbak
DeleteWah luar biasa nih ulasannya, semoga banyak yang baca dan tercerahkan pesan yang ada dalam artikel ini, "Niat ikhlas mencerdaskan para siswa dan mendidik mereka menjadi generasi handal berkualitas. Jangan sampai, gaji dan tunjungan yang benilai 10 namun kinerja bernilai 5. Apa tak malu dengan guru honorer yang banyak mendapat gaji bernilai 5, namun kinerja harus bernilai 10. "
ReplyDeleteamin iya bener mas
DeleteJadi inget waktu gue masih kelas 10 SMK, ada guru yang begitu. Dikit-dikit nggak ngajar. Cuma ngasih tugas, terus tinggal pergi. Sampai suatu hari, akhirnya dateng orang perwakilan dari Dinas Pendidikan. Semacam sidak gitu.
ReplyDeleteBeliau pun masuk ke kelas gue dan bertanya, gurunya ke mana? Siapa yang ngajar pada jam itu? Sejak kejadian tersebut, itu guru yang males-malesan jadi pada rajin. Wqwq. Mungkin diancam mutasi atau gimana deh entah. Betul, yang honorer kinerjanya bagus, tapi gajinya kurang. Miris. :(
Wahhh, masyaAllah, keren benar artikel nya :)
ReplyDeleteOrangtua saya PNS, guru juga. Tapi saya belum tahu yang kaya begini2. Taunya biasanya ngobrolin tentang perangkat mengajar, RPP, workshop, dan lain-lain.
Dulu ayah saya juga mutasi, dari Sulawesi Selatan ke Jawa Timur, Sidoarjo. Alasannya sih pulang ke kampung halaman xD
Dulu di tempat ibuku ngajar ( sekolahku juga siy ) ada beberapa guru langsung dimutasi ke sekolah lain. Itu aku udah lulus, mas
ReplyDeleteBahkan sempat jadi isu di kota. Dengar-dengar karena sempat ada konflik dengan dinas atau kebijakan walikota klo gak salah
Penasaran, kutanya lah ke ibuku. Jawabannya : " Ya kan namanya guru bisa dimutasi. Biasa itu. Gak ada itu, isu-isu di luar. Gak bener "
Dan sebagai anak, aku tetep penasaran