Narsis dulu pemirsa. |
Tubuh saya terguncang keras ketika sepeda motor kami memasuki area pemukiman di dekat RSUD Ambarawa.
Sebenarnya, jalan yang saya lalui sama halnya dengan jalan perkampungan pada umumnya. Namun, topografi Kabupaten Semarang yang memang
bergunung-gunung membuat jalan di kampung pun menjadi seperti di gunung.
Sesakali,
saya berpapasan dengan pengendara motor yang akan menuju Pasar Ambarawa. Meski tidak
yakin dengan kondisinya, namun tekad saya untuk melakukan napak tilas di sebuah
bekas benteng sudah tak terbendung.
Tak lama, pemukiman pun mulai jarang berganti dengan
perladangan dan sawah. Sekira beberapa menit kemudian, saya melihat dari
kejauhan sebuah tembok besar yang cukup panjang dengan kondisi yang
mengenaskan. Kusam dan berlumut.
Saya yakin, inilah yang dimaksud dengan Beteng itu. Entah,
ke manakah huruf ‘n’ hilang dari ucapan warga sekitar. Bangunan yang memiliki
nama asli Benteng Fort Willem I ini bersatu padu dengan Lapas Kelas II
Ambarawa.
Menurut Mas Driver yang mengantar saya, lapas tersebut menjadi momok bagi masyarakat
sekitar karena napi yang ada di sana adalah napi yang level kejahatannya sedikit
di bawah Lapas Nuskambangan. Glek. Saya menelan ludah. Berharap menemukan
sensasi baru di sana, saya mengucap basmallah dalam hati agar napak tilas yang
saya lakukan berhasil dengan baik.
Mas Driver lantas memarkir motor di sebuah bangunan pos
kamling yang digunakan oleh warga sekitar sebagai pintu masuk dan pembayaran
semacam tiket. Mereka mematok tarif 5.000 rupiah untuk bisa memasuki benteng
ini.
Warga yang kebagian jaga pos bertanya maksud kedatangan kami yang datang
ketika matahari benar-benar sampai di puncaknya. Setelah saya menjawab bahwa
saya sungguh ingin menikmati Kabupaten Semarang, mereka lantas berseru bahwa
bangunan semacam ini hanya ada di Semarang. Jawaban yang cukup promotif.
Penjaga Tiket Parkir |
Lepas membayar karcis, saya tak lantas masuk. Mata saya
menangkap pemandangan yang cukup membuat mata ngilu. Jejeran ruangan yang sudah
koyak dengan pintu yang sudah lapuk berpadu dengan kusamnya tembok. Jangan tanya
cat tembok.
Lubang-lubang di tembok yang menurut Mas Driver adalah bekas peluru
dari zaman perang cukup menganga. Saya bertanya dalam hati, apakah semacam ini
bisa disebut tempat wisata.
Pintu masuk utama |
Mulai memasuki lorong pembuka area bangunan, saya kembali
takjub. Tempat ini ternyata masih dihuni. Deretan jepit jemuran dan penggantung
pakaian menjadi buktinya. Barang-barang tersebut terpampang nyata di lantai 2
pada bagian depan benteng.
Mas Driver berkata lagi bahwa masih ada yang
menempati bagunan ini, namun ia tak tahu pasti siapa penghuni bangunan tua itu.
Yang jelas, mereka masih bisa dilihat secara nyata. Saya masih berdecak kagum
mereka bisa tinggal di tempat itu padahal bau anyir cukup menyengat dan banyak
semak belukar berisi tanaman paku-pakuan tumbuh subur.
Barak-barak |
Ada penghuninya! |
Tapi alangkah terkejutnya saya ketika melihat bagian tengah
benteng ini. Pemandangannya bagus. Reruntuhan benteng ini sama bagusnya dengan
apa yang pernah saya lihat pada reruntuhan kota Gamsutl di Dagestan, Republik
Rusia. Keduanya memiliki ciri yang sama.
Banyak sekali jendela yang terdapat di
sana. Dari literasi yang saya baca, jendela yang memiliki bentuk setengah
lingkaran ini digunakan sebagai pertahanan. Maka, fungsi dari benteng ini
adalah sebagai barak militer dan penyimpanan logistik. Itulah sebabnya saya
masih menemukan ruangan yang mirip barak di lantai 2 dengan para penghuninya.
Ternyata bagus! |
Bangunan yang dibangun antara tahun 1834-1845 ini ternyata
pernah mengalami kehancuran parah. Kehancuran tersebut disebabkan gempa bumi
besar pada tahun 1865. Setelah dibangun kembali, pada tahun 1927 benteng ini digunakan
sebagai tawanan anak-anak dan politik. Makanya, saya masih melihat semacam
kode-kode ruangan di bagian tengah dari benteng ini. Pada era pendudukan Jepang
di tahun 1942-1945 membuat Dai Nippon menjadikan benteng ini sebagai barak
militer.
Kondisi tembok |
Nah yang bikin saya takjub lagi, benteng ini pernah
dijadikan markas oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) saat revolusi fisik. Tak hanya
sebagai markas, Kolonel Soedirman menggunakan taktik supit urang dalam bertahan
habis-habisan ketika NICA menggempur para pejuang. Perjuangan tak kenal lelah
para pejuang diinisiasi oleh gugurnya Letkol Isdiman yang kisahnya saya
pelajari dalam pelajaran sejarah saat duduk di bangku kelas 3 SMP.
Lokasi eksis favorit |
Sungguh, kisah yang sangat heroik. Dan kisah itu terpatri
jelas ketika memasuki lorong demi lorong benteng ini. Kerusakan tampak nyata di
mana-mana meski sang benteng masih mencoba mempertahankan kekokohannya. Sempat digunakan
kembali sebagai penjara, benteng ini akhirnya digunakan sebagai area narsis ria
para pemuda dan pemudi Ambarawa dan sekitarnya.
Linimasa perjalanan Benteng Fort Willem I Ambarawa. Sumber : Wikipedia |
Sebenarnya, masih banyak hal yang harus dibenahi jika
menjadikan benteng ini sebagai tempat wisata. Selain pembersihan kondisi
sekitar, fasilitas lain seperti MCK juga harus tersedia mengingat lokasi
benteng yang cukup jauh dari keramaian. Belum lagi, letak benteng yang tak jauh
dari lembaga pemasyarakatan membuat pengawasan ekstra juga harus dilakukan.
Foto : Dokrpi
Sumber Tulisan : Wikipedia
Foto : Dokrpi
Sumber Tulisan : Wikipedia
Tags
Sejarah
keren sekali nih benteng banyak cerita sejarahnya, patut dilestarikan ya
ReplyDeletesepakat bu Tira
DeleteSejarah tak boleh dilupakan. Benteng itu menjadi saksi sejarah yg harus kita jaga. Haseeek...
ReplyDeleteiya ams Asdi, harus itu
DeleteArsitekturnya keren banget.
ReplyDeleteTapi auranya itu bikin merinding juga.
serem ya mas
DeleteKayak paranorml. hahaha.
Deletesha sempet mampir ke benteng yang di ngawi, mirip2 ya :)
ReplyDeleteikrom, tinggal di semarang? bulan depan sha mau ke semarang. ayok meet up haha
di Ngawi aku malah blm pernah liat mbak
Deleteoh aku malang mbak
cuma desember kayaknya mo ke semarang juga, ke kondangan hehe
tempat bersejarah sepeti ini memang harus d jaga dn di lestarikan
ReplyDeleteSebagai bukti dn pembelajaran anak zaman sekarang
Selain itu bisa untuk objek wisata yg seru, wisata sambil belajar sejarah
iya mas sambil wisata juga belajar sekalian
DeleteWah seru nih... bangunannya emang tua2 banget ya mas!...
ReplyDeleteiya ams, seru deh
Deleteakhirnya review tempat dan bukan malang.
ReplyDeletebtw ini lebih keren daripada lawang sewu. high recomend nih seharusnya kan ya ini tempat
hahaha kenapa kalau malang mbak
Deleteiya ini keren cuma agak horor mbak
tempat ini bersejarah dan tetap harus dirawat agar generasi jaman sekarang bisa tahu bukti di jaman dulu. karena jaman sekarang banyak yg ikut generasi micin. haaaaaa.
ReplyDeleteDulu kalo gak salah disini pernah dijadikan Tahanan untuk POM TNI juga...
ReplyDelete