Ini cerita dua tahun lalu.
Di penghujung tahun yang mengandung gerimis mengundang, tiba-tiba saya dimasukkan ke dalam grup WA teman kampus
yang berencana liburan bersama. Namun, karena sebagian besar dari kami sudah
mengidap faktor U mendekati usia kepala 3, kami memutuskan untuk tidak bersama-sama
melakukan kegiatan ekstrim: Naik Gunung Bromo atau Menjelajah Pulau Sempu lagi.
Dari saran rekan yang sudah menjadi ibu-ibu PKK, lebih baik kami memesan sebuah
villa di Kota Wisata Batu. Alasannya, selain faktor U, kami ingin lebih
mendapat banyak waktu bersama setelah terpisah beberapa tahun. Ecie.
Berhubung menjadi pasivis kelas, maka saya hanya
mengikuti beberapa percakapan sambil lalu. Maklum, saat itu saya juga sedang
kejar setoran menyelesaikan koreksi UAS beserta analisisnya. Meski, jadwal
pembagian rapor diundur akibat aplikasi yang masih belum sempurna.
Entah kenapa, seorang teman dengan entengnya menunjuk saya
menjadi petugas survei villa. Lha, kok saya yang jadi repot? Yang punya ide
siapa? Alasannya sih, karena saya yang ada di Malang. Padahal jarak tempuh ke Kota Batu dari rumah sekitar setengah jaman. Saya hanya menyanggupi untuk melakukan acara survei pada akhir pekan
saja. Itupun saya gak janji benar-benar bisa dapat sesuai yang mereka harapkan
mengingat saat itu musim Liburan Natal dan Tahun Baru.
Di suatu minggu, saya pun berangkat ke daerah sekitar kaki Gunung
Panderman untuk mencari villa. Sudah saya duga, banyak villa yang sudah dipesan
oleh pengunjung dari luar kota. Pesona Kota Batu memang menggila. Dengan
tertatih-tatih, saya mencari villa lagi. Mulai dekat Panderman View, daerah Jatim Park, hingga Kusuma Agrowisata. Ada sih villa yang bagus dengan kolam
renang super besar. Tapi apa ya iya, mereka mau menginap dengan kocek 5 juta buat
semalam saja? Saya tawar, paling-paling cuma turun seribu dua ribu perak. Yang bikin
saya semakin hopeless adalah budget rekan-rekan hanya 1,5 juta. Alamak
masih miskin ternyata kita orang.Huhuhu.
Hingga di suatu gang, tepatnya di Jalan Abdul Ghani atas,
yang hanya beberapa meter dari Museum Angkut saya dipanggil oleh seorang bapak.
Rupanya beliau punya radar kalau saya sedang mencari villa. Beliau menawarkan
tiga buah villa. Ada yang 6 juta, 3 juta, dan 1,5 juta. Wah, ada yang sesuai budget. Saya melihat ketiga villa tersebut yang ternyata berdekatan.
Lalu saya memberi informasi kepada teman-teman. Mereka pun setuju melakukan
reservasi terhadap villa yang paling murah. Hore.
Namanya saja yang paling murah, kalau menurut saya sih ini
bukan villa. Lebih tepatnya
homestay.
Pemandangan terasnya ya seperti rumah penduduk di Batu berupa jalan kampung. Tak
ada
view yang menarik seperti gunung,
sawah, dsb. Tapi yang penting adalah kami bisa berkumpul di tempat yang nyaman. Walaupun berada di dalam kampung, bagi saya fasilitas di dalamnya lumayan. Ada 3 kamar tidur, ruang tengah yang nyaman beserta TV dan DVD untuk karaoke, ruang
makan, dan tentunya dapur. Kami juga mendapat air mineral beserta gas elpiji
gratis, plus teh, gula, dan kopi. Itu yang penting. Toh, kami hanya 15 orang saja dengan satu kepala patungan
100.000 rupiah.
|
Penampakan kamar tidur dan mbak-mbak penghuninya |
|
Sambil liat DVD |
Nah yang bikin saya gemes adalah teman-teman yang tak ikut survei cukup parno dengan fasilitas yang disediakan pemilik villa alias
homestay tadi. Ada yang bertanya apakah
ada panci, piring, sendok, hingga wajan. Ya Tuhan, ini kan menginap di villa bukan
camping
di gunung. Saya sampai sungkan karena terus-menerus menanyakan
berbagai hal tersebut kepada Bapak pengelola villa hingga beliau menjawab:
“Tenang saja mas. Semua ada. Sampeyan gak tinggal di hutan kok”.
Ewwww.
Hari H pun tiba. Gegara macet yang tanpa ampun, acara untuk
berkumpul pun jadi molor.
Ditambah, ada teman yang baru datang selepas isya. Yah,
jadi sedikit dong waktu untuk berkumpul. Tapi tak apa. Kami sudah bertekad
menghabiskan malam langka tersebut. Mulai masak dan makan bersama, hingga tukar
kado dan menggosip aib dosen-dosen terdahulu pun jadi
run down acara.
|
Masak bersama |
|
Ini chefnya |
Astaghfirullah.
Mengingat malam itu Kota Batu dilanda hujan deras dan membahana dengan suhu di bawah 15 derajat celcius, kami
terus bercerita hingga menjelang subuh. Padahal, keesokan harinya ada rekan
yang bekerja
shift malam. Di luar
kota pula. Pintar ya Nak. Maklum sih, jarang-jarang kami bisa berkumpul. Di villa
pula.
|
Hasil masakan disponsori sambal botolan yang hampir kadaluarsa |
|
Mari makan. |
|
Habis makan terus karaoke |
|
Terus ngerasani dosen haha |
|
Punckanya acara tukar kado |
|
Berhubung sudah malam maka tidur.... sendiri ya, bukan muhrim hehe |
Alhamdulillah paginya cuaca cerah. Mumpung lagi di Batu, sayang
dong kalau hanya terus meringkuk kedinginan di villa. Makanya, kami
berjalan-jalan di sekitar villa. Mulai melihat Museum Angkut yang belum buka
hingga memandang Gunung Panderman dari dekat. Ini adalah jalan-jalan pagi saya
pertama kali di Kota Batu. Dengan ketinggian sekitar 1500 m dpl, rasanya beda dengan
di sekitar rumah. Segar.
|
Pekerja keras yang harus ke Mojokerto dan Gresik dengan segera |
|
Kalau lihat ini pengen semua dijelajahi |
|
Sementara narsis dulu di depam museum angkut. |
|
Yang penting bahagia |
Ah sayang kami cuma menginap semalam. Selepas makan pagi dan
mandi, kami pun beberes villa. Semoga bisa ke sini lagi kapan-kapan. Buat pembelajaran
saja, lain kali lebih baik memesan villa lebih dahulu jauh-jauh hari. Lewat
apa? Lewat apa sajalah boleh. Yang penting jangan lewat depan kiri kanan dan......... (teruskan sendiri)
Sekian dan terima
kiriman voucher menginap di villa. Hehe.
Wah asik banget, Mas, ini mah aku sebut rumah aja lah, seru ya, Mas, rame-rame gitu, udah makan bareng, tinggal nyanyi2 bareng, kan jadi semangat..hehe
ReplyDeleteMasa sih, Mas, hampir kadaluarsa..hehe
Oh, ya, itu kok kayak gosong gitu masaknya, mas. :D
hehehe iya mas, semacam rumah singgah aka homestay
Deleteiya seru, mas
itu emang kurang3 hari kadaluarsa
terus emang gosong dan rasanya begitulah
tapi yg penting seru makan sama2 mas
Asyik mang, kumpul bareng teman.. merajut asa menggenggam kebersamaan...
ReplyDeleteiya mang seru...
Deletemakanannya menggoda... mas ikrom,salam ya sama chef cubynya..
ReplyDeleteehehe
Deleteiy akan saya salmkan mbak
Hihih seru yaaa.. Btw mas UM ya? Sepertinya ada yang kenal juga di foto itu, NIa bukan ya?
ReplyDeleteiya mabks aya UM
Deleteeh kenal nia ya mbak
temen satu gereja kah?
Masih suka kumpul2 skrg mas? Wahhh... kompak banget ya..
ReplyDeletesekarang udah jarang mbak
Deletetapi kadang2 masih kumpul
seru banget.. terakhir aku begini di bandung.. dah beberapa tahun lalu..... nginep di apartemen rame2. eh ramenya cuma berempat sih. wakakakak....
ReplyDeletetapi ya seru.. kita masak bareng.... jalan bareng... gak penting tapi gak bisa diupain.... hemm.... kapan lagi ya
wah iya mas
Deleteseru deh pokoknya meski ga banyak2 amat
kayaknya mas ikrom nih orang kepercayaan banyak orang deh. sering banget kayaknya dimintai tolong buat ngurusin acara wisata kayak gini :D
ReplyDeleteuwaaaw, lumayan kok itu bermalam di villanya. yang penting kan acara kebersamaannya, bukan tentang instagramablenya villa. kalo villanya bagus, ntar malah foto2, pegang hape melulu. nggak seru deh
hehehe gag gitu juga sih mbak
Deletecuma pengapesan saya aj huhu
iya klo villanya bagus malah selfie terus ya mbak
eh seru yak vilanya jadi bisa buat rame2 gitu krom.
ReplyDeletehahaha, nyesel kemarin naq naq wwf nggak begitu, huhuhu.
asyik mbak ben
Deleteboleh direncanakan lagi mbak sama teman2nya
bagus yah villanya.. cuma budget 1.5 juta udh dpet tempat yg nyaman.. yang penting kumpulnya sih mas dripada viewnya.. hahah
ReplyDeletejadi inget beberapa bulan lalu.. pas ngevilla breng sama temen2 kerja... karena kita cowok semua, yang jadi ibu dadakan yah aku, karena cuma aku yg tau dapur.. mereka mah main2 di luar sambil gitaran,, lah aku ngejogrok ngedengrin mereka nyanyi smbil ngupas bawang... ahaahahaha tapi seru sih