Dibela-belain dari Malang “cuma” buat lihat ini ?
Saya mengangguk.
Mbak-mbak yang ada di sebelah saya geleng-geleng kepala.
“Kamu niat ya, mas?”
Saya hanya nyengir. Harus dong. Saya sudah memimpikan ini.
Melihat pertunjukan budaya jawa yang entah kapan akan musnah. Dua tahun lagi,
sepuluh tahun lagi, atau bahkan minggu depan. Naudzubillah. Sebelum hal buruk
itu terjadi, dalam hidup saya sebagai orang jawa, saya harus bisa melihat
pertunjukan ini secara langsung. Dari dekat.
Sebenarnya, pertunjukan ini juga ada di Yogyakarta. Pertunjukan Ramayana Ballet yang terkenal di Candi Prambanan itu sudah tersaji hampir setiap harinya.
Walaupun dengan tata panggung indah, tapi saya tak tertarik melihatnya karena tiketnya mahal dan akses ke sana jauh.
Sulit
untuk kembali ke tempat kos di Jogja. Ada juga pertunjukan di Purawisata Jogja,
namun harganya juga masa alah. Antara 200 ribu hingga 300 ribu rupiah. Memang sih, di Purawisata akan juga disediakan
jamuan makan malam. Cuma, apa ya iya, biaya hidup dua minggu untuk melihat
pertunjukan sehari ?
Selebaran dari Disbudpar DIY juga menginfokan atraksi tari wayang orang di Keraton Jogja setiap minggu pagi. Lagi-lagi, meski murah, hanya 15 ribu saja, tiket lebih banyak diperuntukkan untuk wisatawan asing dan dari hotel. Lha, penonton yang menggembel macam saya bagaimana kabarnya?
Selebaran dari Disbudpar DIY juga menginfokan atraksi tari wayang orang di Keraton Jogja setiap minggu pagi. Lagi-lagi, meski murah, hanya 15 ribu saja, tiket lebih banyak diperuntukkan untuk wisatawan asing dan dari hotel. Lha, penonton yang menggembel macam saya bagaimana kabarnya?
Maka, pilihan jatuh kepada pada pertunjukan wayang orang
Sriwedari. Meskipun, dibandingkan wayang orang di Yogyakarta, tentu ada beberapa perbedaan dan tak semegah di sana. Dengan harga tiket antara 5.000 hingga 10.000, saya bisa menikmati pertunjukan ini. Saya harus rela menembus batas Provinsi Jateng dan DIY. Semalam di Solo cukup
untuk menikmati pertunjukan ini sambil mengeksplorasi bekas pusat Daerah Istimewa Surakarta tersebut.
Loket tiket beserta harganya tiket masuknya |
Pertunjukan yang diselengarakan setiap hari senin-sabtu ini berlangsung mulai pukul 20.00 hingga 22.00 WIB. Maka, selepas shalat isya,
saya langsung menuju TKP, Gedung Wayang Orang Sriwedari. Gedung ini masih berada dalam
satu kompleks Taman Sriwedari Solo. Sesampai di sana, suasana masih sepi. Pintu
loket sudah terbuka. Saya langsung memesan kursi VIP dan duduk di kursi paling
depan.
Jangan lupa membeli kacang dan pisang rebus |
Baru sekitar pukul 8 kurang, ruangan dibuka. Di sana, telah
tampak berbagai foto pertunjukan wayang Sriwedari dari masa ke masa. Foto-foto
ini menunjukkan betapa eksistensi wayang ini masih terus mencoba untuk
dipertahankan.
Jejak wayang orang dimulai oleh KGPAA Mangkunegara I yang mementaskan pertunjukan ini di Pura Mangkunegara untuk pertama kalinya |
Kursi VIP pun saya duduki. Berupa kursi berwarna merah persis beberapa meter di belakang warangga. Saya duduk di sebelah Bapak
tua dan dua turis asing. Namun, saya lebih tertarik
dengan Bapak tua yang istiqomah melihat wayang ini setiap hari senin dan kamis.
Wah, berasa puasa.
Penonton wayang orang yang cukup "ramai" |
Bapak tersebut berasal dari Pajang, sebuah daerah
bekas Kerajaan Mataram di daerah Kota Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Daerah yang berbatasan langsung dengan Solo ini masih memiliki keterkaitan erat
dengan Kasunanan Surakarta sehingga banyak orang Pajang yang tertarik melihat
wayang orang ini.
Pukul delapan tepat, gending pun bertalu. Sebuah alunan
tembang macapat yang saya yakini adalah tembang Dhandanggula mengalun indah.
Sayang, saya hanya hafal bagian awal saja yang sering saya jadikan contoh soal
tembang macapat pada pelajaran bahasa Jawa di kelas. Tembang ini membuka lakon
“Labuh Katresnan” yang akan dipentaskan pada malam itu.
| |
Dua sejoli, Bambang Setyawan dan Dewi Sawitri |
Lakon ini bercerita tentang sebuah kisah percintaan seorang pria bernama Bambang
Setyawan yang berhasil memperistri seorang putri cantik bernama Dewi Sawitri setelah memenangkan sebuah
sayembara. Naas, sang pria itu harus meninggal dini.
Yang bikin mewek, putri
tadi menyusul arwah sang pria dan meminta sang pencabut nyawa untuk
mengembalikan arwah sang suami. Setelah bernegosiasi alot, akhirnya sang
pencabut nyawa bersedia mengembalikan arwah Bambang Setyawan tadi. Ah, asyik!
Jiwa Dewi Sawitri yang meminta kembali arwah sang suami |
Menikmati pertunjukan wayang orang ini, saya semakin bangga
menjadi orang jawa dan orang Indonesia. Sayang, malam itu, mungkin tak sampai
30 orang yang hadir. Padahal, beberapa kilometer dari situ, antrian pengunjung studio XXI
Mall Solo Paragon untuk melihat sekuel horor Annabelle begitu mengular. Memang, inilah tantangan pertunjukan wayang di tengah kehebohan arus modernisasi ini.
Efek panggung yang saya nikmati cukup bagus. Pemindahan tata
gambar dari satu babak ke babak berikutnya cukup cepat diselingi alunan
gamelan. Pada akhir pada (bait) tembang, layar sudah terbuka dan muncul pemain baru.
Tata rias para pemain bisa saya katakan sempurna untuk harga tiket semurah itu.
Harga bedak sekarang mahal kan?
Adegan sayembara pemilihan suami Dewi Sawitri |
Hanya sayang, tak ada informasi mengenai lakon wayang yang
akan dipentaskan mengingat beberapa penonton berasal dari luar jawa, bahkan ada
juga turis asing. Mungkin bisa disediakan layar LCD atau penonton diberikan
sinopsis pertunjukan seperti yang saya dapatkan di pertunjukan Barong Celuk Bali (baca
di sini). Menurut beberapa info yang saya dapat, beberapa pemain gamelan dan
wayang sudah berstatus PNS dari Pemkot Surakarta (sumber). Namun, yang jadi catatan,
beberapa pemain gamelan datang terlambat dan itu cukup mengganggu pertunjukan.
Beberapa diantaranya bahkan tidak memakai beskap seperti pemain lainnnya.
Para penabuh gamelan |
Setelah selesai pertunjukan, saya masih bertanya. Kira-kira, kapan ya pertunjukan ini akan sirna ? Bukan pepesan kosong saya berpikir seperti itu. Maka dari itu, jika ada kesempatan, bolehlah melihat pertunjukan ini.
Tags
Hiburan
Waktu kecil saya sering nonton pertunjukan wayang karena memang waktu itu saya dilingkungan mayoritas suku Jawa, mereka punya jadwal latihan di sanggar selain itu kalau hajatan menjadi hiburan yg memang diutamakan, sekarang kalah sama orgen hehe
ReplyDeletewah senangnya aku juga pengen liat mereka latihan
Deletepasti seru
wayang orang sampai sekarang masih ekxis mas...biasa tayang di TVRI. itu latar nya unik ya ...gambarnya bisa kaya di awan langit, dan juga hutan mas
ReplyDeleteseluruh siaran TV berbahasa Indonesia sudah gak tak liat lagi mas, jadi gak tau hehe
Deleteuntung masih eksis tapi ya apa masih ada yg lihat ya
gambarnya memang bagus dan pergantiannya cepat
minggu lalu daerah saya ada pertunjukkan wayang orang.
ReplyDeleteseru dong
DeleteDi WO Baratha daerah Senen Jakarta justru ramai loh.
ReplyDeleteIbu dan kakak2 beserta keponakan saya rutin nonton klau lakonnya lg menarik.
Sering ketemu pejabat,tokoh dan seleb yg nonton wayang :)
di Baratha masih banyak mbak, promosinya dapet yah mungkin
Deletedi prambanan juga rame
nah di sini yg asal mulanya eh malah sepi, kan miris
wah dulu juga aku suka nonton dan aku juga penari wayang orang
ReplyDeletekapan2 diceritakan bu
DeleteIni bahasa percakapan e pakai bahasa Indonesia apa Jawa mas?
ReplyDeleteDan misal bahasa jawa, apa ya pakai bahasa jawa krama inggil?
*wedi misal nonton, tapi ra mudeng artine hihi
campuran mas, tergantung babaknya
Deletekadang kromo kadang ngoko
beberapa malah pake bahasa rinengga (campuran bahasa krama sama basa kawi kuno)
Apik tenan iki mas, kulo Purun menawi dijaki nonton maleh... Sinambi sinau ngeblog kalian jenengan.
ReplyDeletePertunjukannya emang bagus mas, yuk kapan2 ke Solo
Deletewah klo sama saya belajar perkalian dan pecahan aja ya
klo ngeblog sama yg lain aja, hehe
Harus dilestarikan ya mas, wayang orang kalau gak di jaga kelestariannya bisa-bisa anak cucu kita hanya tahu namanya aja, kan sayang sekali...
ReplyDeleteiya, makanya harus terus dipromosikan mas
Delete