“Masih absen berapa, Pak?”
Ibu Guru di sebelah saya menghela nafas panjang. Ia melirik
jam di dinding ruang TU berukuran 4 x 4 meter tersebut.
Setengah lima sore.
“OMG, ini kenapa lagi?” saya meracau. Lampu merah berkedip.
Tak ada kertas yang bisa keluar. Notifikasi error
dari layar monitor membuat saya semakin jengkel.
Saya mencoba tenang. Ibu guru di sebelah saya juga terlihat
mulai cemas. Ia mengelus perutnya yang semakin membesar. Aduh, plis, jangan
sekarang dong.
“Tunggu sebentar saja, Pak. Mungkin dia lelah,” katanya.
Saya mengangguk. Sang printer sudah mencetak rapor sebanyak
300an siswa hari ini. Tiap siswa, ada sekitar 7-8 lembar. Saya masih gak habis
pikir dengan uji coba Pemerintah masalah rapor ini. Semakin hari kok ya semakin
repot.
Ah untung tak lama kemudian keluarlah sebuah kertas dari
printer.
Lanjuuut.
Akhirnya, genap sudah empat puluh empat siswa sudah tercetak
rapornya. Ibu guru tersebut lantas segera membubuhkan tanda tangan dan memberi
keterangan kenaikan kelas. Lalu, ia segera menyiapkan seluruh dokumen rapor
untuk ditandatangani Kepala Sekolah. Keesokan hari, ia akan membagikan
rapornya. Tugas terakhir sebelum ia berjuang menyelesaikan tugas besar yang
mulia keesokan hari berikutnya.
Pukul lima sore.
Ibu tersebut sudah ditunggu sang suami di depan sekolah.
Menuju ke rumahnya yang berjarak 15 km dari sekolah. Meski jauh, ia tetap ke
sekolah hingga tanggung jawabnya selesai. Membagikan rapor.
---------------------------------------***-------------------------------------------------------
Di suatu akhir pekan.
“Lho, Bu. Panjenengan kok masih ikut tes?” saya bertanya ke
salah seorang ibu guru.
“Ya bagaimana lagi, Pak. Kurang sedikit”
“Oh, ya wis gak usah dipaksakan. Dikerjakan sebisanya saja,”
Ia hanya mengangguk.
Soal pun dibagikan. Sambil mengerjakan soal, saya sesekali
melihat ibu tersebut yang duduk di sebelah saya. Ia mulai merintih memegangi
perutnya. Mungkin ia sudah mengalami kontraksi yang cukup parah. Keringat
dingin membasahi wajahnya.
“Bu, panjenengan apa masih kuat?”
“Gak apa-apa, Pak. Habis ini kan selesai”.
Waktu tiga jam terasa lama. Aduh, saya mengalami kejadian
ini lagi. Ah mungkin, sebelum lahir ke dunia, sang ibu ingin menunjukkan
perjuangan akhirnya. Ia mungkin akan berharap sang anak bisa terus semangat
sampai titik darah penghabisan.
“Kok gak mulai cuti, Bu?” tanya saya lagi.
“Belum bisa, Pak. Lha kerjaan masih banyak. Hayo, laporan
online Simbadanya sudah selesai belum?”
Saya hanya meringis. Iya, saya belum kerjakan. Laporan
BOSNAS aja belum rampung, mana bisa kerja SIMBADA?
“Hehe, belum bu. Nunggu partner selesai mengarang indah. Panjengan
sudah?”
“Masih proses. Tapi insha allah nanti malam kelar,” jawabnya
sambil menahan kesakitan.
Aduh, saya jadi gimana gitu. Ada alasan untuk males?
“Oh, ya. Panjenengan kemarin ke BPKAD sampai jam berapa, Bu?”
“Wah sampai malem, Pak. Jam sembilan”.
“Duh, dikejar sampai segitunya, ya Bu”.
“Iya, tak apa-apa. Yang penting laporan tahun lalu udah
kelar. Tinggal tribulan ini.”
Saya mengangguk. Bingung mau bicara apa lagi. Si Ibu masih
mencoba meneruskan workshop. Ini jam kok lama sekali ya. Untunglah, hingga
akhir kegiatan si ibu masih kuat.
Surga memang ada di telapak kaki ibu.
Tags
Catatanku
Si ibu sudah hamil berapa bulan? Semoga bayinya sehat. Salut ya masih mengurus murid-murid pas hamil besar.
ReplyDelete8 bulan mau 9 mbak
Deleteamiiin mbak
Hmmm pengorbanan seorang Ibu memang tiada batas
ReplyDeleteiya mbak, benar sekali
Deletenah itulah hebatnya seorang ibu gak ada yg bisa mengalahkan
ReplyDeletesepakat bu Tira
DeleteOMG??? nggak mau cuti?? kalau di Jerman, ibu hamil 6 bulan sudah tak boleh bekerja, demi menjaga kelahiran sang anak.... :(
ReplyDeletedi sini beberapa hari sebelum kelahiran mbak
Deletebiar bisa lama sama anak, cuti 3 bulan
Pasti anaknya tahu bagaimana perjuangan ibunya.. beliau mau nnti kelak anaknya jadi orang yg penuh semangat dan nggk gampang patah arang.. hehehe eett dah dalem amat kata2nya...
ReplyDeleteSalut buat si Ibu.....
nah itu mas
Deletesemoga ya
semoga diberi kelancaran pas proses kelahiran *aamiin
ReplyDeletesalut sama temennya mas, masih sanggup menyelesaikan amanahnya meski udah hamil tua
amiiin semoga mas
Deleteada temenku kerja
ReplyDeletecuma dapet cuti 3 bulan biasanya
dia kerja sampe sembilan bulan kurang dua minggu
katanya biar bisa dapet istirahat di waktu nifas lebih banyak.
dulu pernah jadi spg di mall lebih parah, kalo hamil berati mengundurkan diri. soale perusahaan gamau ngambil resiko, kan bahaya emak emak hamil pake hak tinggi naek turun tangga. udah gitu gada seragam ukuran besar. kya kya kya
ini anak buk guru nya diajakin sekolah dari dalem perut dan ga dimanja manja pasti bakal jadi anak baek insha allah ya pak guru.
semoga selalu sehat sampe lahiran. ammin
iya mbak biar bisa lebih lama sama anak ya
Deletebanyak juga pekerjaan yang menganbgap cuti melahirkan sama dengan mengundurkan diri
aminnnn
Selamat menunggu bayinya yang masih betah didalemnya ibue, semoga sehat dan lancar serta kelak jadi anak yang membanggakan
ReplyDeleteamiiin iya mang semoga begitu
Deletedi tempat kerja saya umur 7 bulan kadang masih kerja mas :D biasanya ambil cuti didekatkan dengan hari perkiraan lahir, katanya biar waktu buat dedeknya di rumah bisa lebih lama gt
ReplyDeleteiya mas, karena usia awal itu lagi deket2nya ibu sama anak
Deleteitu benran ga mau cuti, denger kontraksi aja saya udah nyessss darah, khawatirrr
ReplyDeletesaya juga khawatir lho
Deletetapi alhamdulillah gak apa-apa
Perjuangan ibu yang tak terbalaskan. Meskipun kondisinya udah seperti itu, dia masih aja lanjut kerja.
ReplyDeletesurga di telapak kaki ibu memang
DeleteMasya Allah ya, moga si Ibu terus dimudahkan di setiap langkahnya.
ReplyDeleteamiiin semoga saja mbak...
Deleteibu emang penuh rasa... smeoga sehat saja ibu itu mas...
ReplyDeleteamiiin, semoga mas..
Delete