Aduh sudah, saya lelah, beneran.
Sudah hampir empat bulanan ini, saya, dan pekerja BOS (boleh
dibilang seperti itu) lainnya memenuhi berbagai permintaan laporan rekapan
penggunaan dana BOS pada tahun 2016. Sebenarnya, saya sih awalnya tak terlalu
keberatan karena ini adalah tugas saya dan betujuan baik, agar penggunaan dana
BOS, baik BOSNAS, maupun BOSDA dapat dilaksanakan secara transparan. Apalagi,
sejak diberlakukannya program sekolah gratis di semua sekolah negeri, maka
parktis, Dana BOS adalah satu-satunya harapan sebuah sekolah.
Namun, entah mengapa, saya semakin lama semakin jengah
dengan teknis pelaporan ini. Bukan hanya karena memang banyaknya format baru
yang harus kami isi, namun ketidakjelasan informasi di setiap pengumpulan data
adalah muasalnya. Akibat ketidakjelasan
ini, hingga akhir April 2017, semua sekolah negeri belum mendapatkan dana yang
cukup.
Biasanya, pada triwulan kedua ini, kami sudah mendapatkan dana triwulan
pertama, baik BOSNAS dan BOSDA. Pada tahun ini, hanya sekitar 20% Dana BOSNAS
yang diterima (biasanya tiap triwulan mendapatkan masing-masing 25%).
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan hingga saya
cukup berani menulis seperti ini.
Pertama, pada awal bulan Januari 2017, terjadi penghapusan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan (UPTD) yang berada di tiap kecamatan.
Penghapusan
ini berdampak sangat besar bagi sekolah. Biasanya, hampir semua laporan
dikumpulkan di UPTD dulu baru kemudian ke Diknas. Termasuk, laporan BOSNAS dan
BOSDA yang akan dicek secara berkala dahulu oleh petugas UPTD agar bisa
terlaporkan dengan baik dan benar.
Penghapusan UPTD ini membuat semua sekolah yang berada dalam
satu kota menumpuk menjadi satu di Diknas Pendidikan. Bisa dibayangkan, apa
yang terjadi jika hampir 200 sekolah mengumpulkan laporan BOS bersama-sama. Belum
lagi, petugas pengecekan hanya sedikit dan membuat kami (pekerja sekolah) harus
menunggu berjam-jam untuk antre pengecekan. Berapa banyak waktu kami terbuang
sia-sia?
Menunggu itu membosankan |
Kedua, karena menunggu lama, tak jarang kami berada di Diknas hingga petang atau tengah malam.
Kelihatannya berlebihan, tapi itulah yang terjadi. Padahal, di sekolah, kami sudah bekerja mulai pagi hari. Satu jam lebih awal dari orang-orang kantoran. Dan lamanya kami di sana bukan untuk sesuatu yang produktif dan bermanfaat, namun menunggu antri giliran pengecekan.
Baca juga: Begini Cara Menghitung Gaji Guru Honorer
Suatu kali, saya bersama rekan pernah datang pukul 1 siang dan baru dilayani pukul 5 sore. Empat jam kami menunggu karena ingin laporan kami benar, tak ada lagi hal-hal yang membuat temuan yang bermasalah kemudian.
Ketiga, tahun ini, kami mendapat banyak sekali format baru dari BPK dan BPKAD.
Format tersebut cukup banyak yang harus diisi sesuai
pengeluaran. Namun, biasanya, jeda waktu pengerjaan laporan sangat singkat. Satu
hari, dua hari, harus selesai. Itupun kadang masih salah dan habis untuk
menunggu giliran pengecekan. Lalu, bagaimana kami bisa bekerja dengan baik dan
teliti? Bukankah ketelitian juga penting.
Baca juga: (Behind The Scene) Sang Ujung Tombak Sekolah
Belum lagi, yang saya herankan, format ini sering sekali
berganti tiap tahun dan mendadak diberikan. Padahal, pengecekan laporan ini kan
sesuatu yang rutin tiap tahun. Mengapa tidak ada format pakem yang sudah harus
dicicil pada tahun berikutnya agar kami bisa lebih teliti lagi mengerjakan? Tiap
tahun lho.
Keempat, sering sekali informasi yang kami dapat simpang siur.
Kami sering bertanya kepada rekan lain, apa yang harus dikumpulkan? Yang mana?
Harus seperti apa? Kesimpangsiuran informasi ini lebih banyak disebabkan karena
informasi beredar tidak melalui surat
resmi kedinasan, namun melalui pesan WA (whatsapp). Saya tahu, sekarang agar
lebih cepat informasi memang lebih sering dilakukan melalui WA. Tapi, ini tidak
main-main lho, laporan keuangan. Pesan WA sering mispersepsi. Apa yang ada di
sana sering tidak jelas. Apa sih sulitnya membuat surat dinas yang jelas. Apa dan
bagaimana yang harus kami lakukan?
Seorang anak yang ketiduran karena menunggu ibunya yang sedang mengerjakan. |
Kelima, tidak seperti tingkat SMP atau SMA, tenaga operator di SD sangatlah terbatas.
Bahkan, banyak diantaranya merangkap juga guru kelas.
Akibat kegiatan yang tak kunjung selesai ini, maka banyak guru kelas (termasuk
saya), meninggalkan kelas. Anak-anak sering tidak mendapat pelajaran dengan
baik. Ketika saya mengajar, saya tidak bisa fokus.
Saya terus kepikiran laporan
demi laporan. Belum lagi kalau saya harus mengerjakan laporan hingga malam,
mana sempat saya mempersiapkan pelajaran untuk keesokan hari. Apa memang begitu
ya tujuan pendidikan Indonesia? Membuat guru tidak boleh mengajar dengan baik? Lalu,
apa jadinya dengan negara ini?
Antrean pengecekan laporan |
Keenam, karena dana BOS tak kunjung cair, maka operasional sekolah juga mulai tersendat.
Kami harus benar-benar berhemat. Belum lagi, pengeluaran besar seperti gaji honorer harus terus dikeluarkan kan?
Meski berat, tugas harus diselesaikan |
Saya masih heran, mengapa kok menjadi seperti ini. Bukan alasan
saya menolak pekerjaan ini atau tak mau melaporkan keuangan, namun kalau
sistemnya kacau seperti ini ya ini namanya dzolim. Saya hanya
ingin pendidikan di Indonesia, terutama di kota saya bisa menjadi lebih baik.
PS : Mohon maaf, tulisan agak formal karena diposting di K sebagai surat terbuka, hehe)
Yuuuk longwiken aja
Tags
Catatanku
Cuma bisa bilang semangat.... doa kami, doa kita menyertai para guru dan pelaku pendidikan agar pendidikan di Indonesia bisa lebih baik. Aminn
ReplyDeleteamiin terimaksih mas
Deleteiya memang seperti itu mas, hanya perlu semangat dan doa ya agar bisa cepat selesai dan laporannya benar adanya
ReplyDeleteiya bu benar, terimakasih...
DeleteSemoga surat terbuka ini di baca sama pihak yang diharapkan oleh bapak guru.
ReplyDeletetetap semangat demi mencerdaskan anak bangsa, ya pak \m/
suk pahalane tumpeh2 neng akherat pokokmen.
amiiin nak, semoga barokah untukmu juga...
DeleteSeng sabar mas. Tetap semangat. Btw, Tu anak kesian amat ketiduran karena menunggu ibunya.
ReplyDeleteinggih sabar pas matur nuwun
DeleteWalaupun disekolah saya nggak ikutan ngurus BOS, BOP, RKAS atau apalah itu tapi saya paham kok mas lelah dan pusingnya ngurusin itu. Teman-teman saya yang ngerangkap ngerjain itu juga suka cerita ke saya.
ReplyDeletewah ternyata di mana2 sama ya mas,,,
DeleteWaduh dari 2016 ya. Moga cepat selesai permasalahannya ya dan Bapak Ibu guru fokusnya jadi nggak terpecah lagi karena harus mengurusi ini juga ya.
ReplyDeleteiya setaun lho mbak....
Deleteamiiiin, semoga
Antara sedih, marah, kecewa, dan bingung membaca ini. Saya share ke sismed agar banyak yang tahu bahwa birokrasi pendidikan Indonesia sebobrok ini. Kalau membandingkan dengan negara maju, di Jerman contohnya, yang para gaji guru honorer dan pegawai negeri hampir sama besarnya, dan tak harus seribet ini untuk melaporkan ini itu, saya jadi makin sedih dengan kondisi para guru dinIndonesia. Sebenarnya salah siapa? Terima kasih banyak atas sharingnya,,, semoga banyak yang terinspirasi ,,, dan ijin sharing tulisan bagus ini :)
ReplyDeleteitu mbak yg bikin miris
Deleteada niat maju malah...ah sudahlah
matur nuwun mbak...
Ribet juga ngurusin BOS,,,, untung jadi buruh :D
ReplyDeleteribet, tapi ya gimana lagi mas..
Deletememang problematika ini juga dialami oleh banyak sekolah negeri di Indonesia, perubahan regulasi yang sekonyong-konyong tanpa jeda waktu cukup untuk teknis dibawah sering jadi problem, ditambah pencairan dana BOS yang selalu TELAT menjadikan sekolah tidak Produktif di Triwulan 1 dan menjadi kebiasaan target penggunaan di akhir tahun
ReplyDeleteitulah pak
Deletesangat tidak produktif sama sekali
terus kalo dalam jangka waktu lama, gimana hasil pendidikan kita ?
Itu yg aku ga suka dari ngajar di institusi macem sd smp sma yg resmi. Bnyk tetek bengeknya yg ga harus dikerjakan guru. Pisahin lah tugas guru sbg pengajar dan pendidik. Jgn dibebani dg tugas beginian. Didik anak jg ga maen2 lho.
ReplyDeleteSeng semangat sam. Sambil mikir sambil nyanyi lagu tagalog sana lah ya 💃🏼
alasan sama yg dikemukakan beberapa teman jug mbak
Deleteduh embuh wis, sak karep sing ndhuwur hehe
iyo aku sampek entek pirang2 album lho haha
Wah turut prihatin, baru tahu saya prosesnya dan benar juga tuh tidak produktif hanya untuk antri terus kasihan juga yang punya anak kecil.
ReplyDeleteiya itu pak, kasihan kan ya
Delete