Sudah April?
Iya, sudah April. Maret yang “gila” sudah selesai. Yah meski
masih ada bulan-bulan “gila” lain yang masih menunggu, tapi entah kenapa saya
suka sekali kalau bulan Maret itu selesai. Haha lebai ya. Tapi memang saya
selalu was-was kalau bulan Maret belum kelar juga. Alasanya sih karena bulan
ini selalu dihantui kesibukan maha dahsyat dan sering terjadi “mendadak” dan
“tiba-tiba”. Apalagi tahun ini, saya berkenalan sebuah panggilan sayang bernama
Simbada. Alias, Sistem Informasi Belanja Daerah. Si Simbada ini akan saya
ceritakan kemudian kalau urusan kami sudah kelar.
Mmm, karena sudah masuk awal bulan berarti saatnya
memulainya dengan 1 April. Lho 1 April? Ah ini kan salah satu hari spesial.
April Mop?
Bukan. Ini hari jadi Kota Malang. Bagi yang bukan orang
Malang sih, yah biasa-biasa saja. Tapi karena saya tinggal dan bekerja di
lingkungan “Pemerintah Kota Malang”, jadinya peringatan ini terasa gegap
gempita. Semunggu ini ada edaran bahwa saat 1 April, kami disuruh mengenakan
baju Malangan. Baju khas yang memiliki “blangkon”
berbeda dengan baju adat Jawa lainnya karena ada “sesuatu” yang “tegak”. Eh
jangan berpikir aneh dulu karena sesuatu itu yang menjadi ciri khas kami orang
Malang dan orang Jawa Timur : Blak-blakan.
Oke, karena masih dalam suasana ini, saya mau cerita sedikit
bagaimana sih rasanya tinggal di Kota Malang? Kota yang katanya bikin kangen.
Hmm, bagaimana ya ? Ada
senengnya juga ada susahnya. Namanya sesuatu pasti ada positif dan negatifnya.
Sejak lahir saya sudah di sini. Sekolah, kuliah, hingga kerja. Jadi saya bisa
merasakan bagaimana keadaan kota ini dari zaman tahun 90an sampai sekarang.
Setelah saya sering jalan-jalan ke kota lain, memang saya
akui Malang itu kota yang paling nyaman untuk ditinggali. Kenapa saya bisa
merasakannya?
Karena Malang dingin. Iya dingin. Meski sekarang panas juga
karena habisnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), tapi jangan sekali-kali menantang
dinginnya Malang kalau sedang musim hujan begini. Saya masih bisa berpikir dan
beraktivitas dengan nyaman di siang hari. Tak perlu kebingungan mencari AC
seperti halnya saat saya di Surabaya.
Untuk ukuran kotanya, Malang itu cukupan. Dibilang kecil ya
tidak juga. Dibilang besar juga nanggung. Dengan luas sekira 110 km persegi,
saya masih bisa enjoy berpindah dari satu sisi kota ke sisi kota lain. Yah
meski sekarang kemacetan merajalela tapi saya tak bisa membayangkan jika Malang
seluas Surabaya. Atau Jakarta. Jangan.
Malang juga lumayan lengkap fasilitasnya. Mau jalan ke Mall,
banyak. Mau nongkrog di Cafe tinggal pilih. Coba icip-icip kuliner tinggal
tunjuk. Asal ada uangnya aja sih. Saking lengkapnya fasilitas, kadang sering lho
di rumah saya jadi jujugan kerabat yang mau berobat ke salah satu rumah sakit
di Malang karena di kotanya rumah sakit paling paling lengkap pun belum punya
alatnya. Padahal, bagi saya, rumah sakit tersebut bisa dikategorikan “kecil”
dan masih ada rumah sakit lain yang lebih canggih. Belum lagi, kalau ada
saudara yang rela niat mendaftarkan anaknya di SMP atau SMA karena ingin sekali
sekolah di Malang. Oh, pembangunan.
Saya melihat kemajuan kota ini memang sangat pesat. Malang
sudah tak seperti dulu. Kata orang Malang perantauan sih begitu. Banyak taman,
sudah ada penataan yang lebih bagus, dst. Hanya saja, saya sering menemukan
jalan berlubang di tengah kota. Itu besar lho ya lubangnya. Masak tamannya
bagus tapi jalannya bolong?
Diantara suka dan duka tinggal di Malang satu hal yang saya
suka adalah kekeluargaan masyarakatnya. Apalagi, bagi saya yang tinggal di
kampung. Di kota ini banyak sekali kegiatan yang melibatkan warga kampung,
apalagi saat peringatan 17 Agustus. Asyik deh pokoknya. Kampung saya heboh
banget kalau ada acara begituan. Kalau merasakan Malang yang benar-benar
Malang, datanglah ketika ketika hari Raya Idul Fitri. Saat kota ini sepi
ditinggal para pendatang, orang-orang Malang akan berkumpul. Bernostalgia
mengenang masa kecil mereka.
1 April menjadi tonggak sejarah kota ini dengan ditetapkanya
status Gementee oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dari daerah pedalaman yang
“nothing” menjadi sesuatu yang “wow, fantastic baby”. Kalau dulu, saat kecil,
saya hanya bisa menununggu waktu akhir pekat untuk sekedar berjalan-jalan di
Alun-alun atau Gajah Mada Plaza dengan ayah dan ibu. Tapi kini, saya bisa pergi
ke setiap sudut kota untuk menikmati kota ini.
Bagi saya, kemajuan memang tak bisa terelakkan. Tapi, saya
ingin Malang tetap asyik seperti guyupnya orang-orang kampung saya. Bukan
Malang yang individualis dan semakin hilang kekayaan luhur yang ia miliki.
Aduh, kok jadi melow gini. Harap maklum, dua bulan lagi,
saya akan meninggalkan kota ini. Mencari sesuatu yang besar bagi hidup saya di
tempat lain. Jadi, untuk sementara, ini ulang tahun Kota Malang terakhir yang
bisa saya rayakan. Saya akan kembali dan melihatmu lagi. Entah, kapan.
Tags
Catatanku
Dulu bercita-cita untuk tinggal menetap di Malang, eh ternyata takdir berkata lain. Hehehe...
ReplyDeleteTapi, sampai kapanpun Malang tetap dihati :)
Malang selalu ngangenin...
DeleteSelamat tanggal 1 april dan dirgahayu kota Malang. Mogaa malang makin kecr dan semakin mendunia.aamiin
ReplyDeleteJadi makin rindu sama kota Malang 😢
hayuk ke Malang mbak...
DeleteMalang, kota yang pengen saya kunjungi tapi belum sempet-sempet XD
ReplyDeleteKalau Kota Batu itu masih masuk malang nggak sih mas? apa udah jadi kota sendiri?
wah mau hijrah kemana mas? ibukota-kah?
hayuk ke malang mas
DeleteBatu sudah menjadi teritori sendiri mas, sduah merdeka
saya mau ke negeri antah berantah mas, hehe
sedih gan meninggalkan kota yg kita tempati...
ReplyDeletesedih sih taoi ya gimana lagi...
DeleteUdah 1 April lho, Indomaret berubah jadi Indoapril gak ya?
ReplyDeletetunggu pas 1 mei mas
DeleteSaya sih dari kecil sudah sering berkunjung ke Malang atau Batu untuk liburan (asalnya dari Sidoarjo). Tapi sudah hampir 3 tahun ini domisili di Malang untuk kuliah. Dan yaaaah~~!!! This city is sooo lovely! Saya suka sekali dengan Malang. Udara dinginnya bikin betah belajar, ga cepet emosi, heheh. Tapinya lagi, saya juga bisa merasakan Malang tidak sedingin dulu. Sekarang juga udah lumayan panas karena polusi dll.
ReplyDeleteGara-gara banyak mahasiswanya, sektor kuliner yang paling cepat berkembang. Suka bingung mau nyobain yang mana (bingung duit juga, heheh).
Semoga Malang makin jaya deh :)
iya mbak malang agak panas
Deletewah semoga sukses di Malang
Jadi kangen banget sama Malang, eh Malang dingin? perasaan Batu lebih dingin lagi...:D..aku tinggal di Batu tapi kuliah di Malang, duuuh kok baru tahu ya kalau tggal 1 April ultahnya Malang...kemana aja saya ini? wkkkk
ReplyDeleteBatu lebih dingin
Deletecuma Malang juga dingin
1 April ultahnya Malang mbak...
Jalan bolongnya kenapa tidak diphoto ? wah jadi penasaran seberapa bolongnya.
ReplyDeleteMalang, kini menjadi tujuan rantauan, masak iya sepi jika lebaran. Penduduk aslinya pada kemana ?
Ada kata pepatah, lahir di balikpapan kematiannya di malang. Ngenes kagak tu ??
mending foto lain mas daripada jalan bolong hihi
Deletependuduk aslinya juga merantau mas
waduh ya gitu sih haha
Inget Malang inget Batu, jaman ngantor dulu, 2 minggu di Batu Mas :)
ReplyDeleteyuk ke Malang lagi mbak...
DeleteDenger ceritana, duh aku jadi pengen ke Malang nih mas Ikrom. Dulu aku sempat mau ke Malang ngehadirin acara di Univ Brawijaya gitu, tp krna badan gk fit, jadi hangus tuh uang..he
ReplyDeleteKalau ke Malang bisa lah dipandu jalan2 sama mas Ikrom :)
ayo mas ke Malang
Deletemari jalan2
Bener banget, ini kota livable bgt, plg nyaman, plg enak
ReplyDeleteDulu pas ak kos, kekeluargaannya di kompleks kos itu super bgt, sampe heran deh aku
And now I am back to malangggg
Pindah kemana shayyy?? Ke filipin ya??
horeee jadi arema lagi
Deleteiya mbak., mau cari jodoh ke Filipin hehe