“Eh si itu jangan dibuat O2SN!” tukas saya ke
salah satu rekan.
“Lho, dia kan memang pinter atletik,” kata teman saya.
“Yah nanti kan bisa cari yang lain. Sayang lho, multitalentanya
kalau gak kepake buat lomba siswa teladan,” saya masih mencoba menyanggah.
“Dia juga kayaknya mau diikutkan lomba tilawah!” kata rekan
guru agama.
Adegan pertengkaran itu sering saya alami ketika memasuki
bulan-bulan Februari ini. Ketika banyak perlombaan yang dilaksanakan secara
serentak. Nah, masalahnya, kadang kami bingung mau memilih anak yang akan
diikutkan lomba. Masalah bukan sang anak yang terlalu sakti. Namun, sulitnya
mencari potensi anak-anak lain di masa sekarang ini.
Murid sekolah saya total berjumlah sekitar 500 anak. Dengan jumlah
anak yang sebanyak itu, harusnya kami tak kesulitan saat mencari bibit unggul. Apa
lacur, perlombaan sudah dekat dan belum ada anak yang bisa dipilih.
Setelah saya menimbang dan memutuskan, ada beberapa hal yang
membuat kami bisa seperti itu.
1. Tidak adanya pencarian potensi sejak dini
Meksi sudah diwanti-wanti oleh pihak terkait agar sekolah
bisa mencari bibit unggul sejak dini, tapi nyatanya ya tiap tahun tetep. Baru kelabakan
beberapa minggu sebelum hari-H. Maksud hati, sejak kelas kecil, kami akan
mencari bibit unggul untuk bahan pertimbangan mana saja yang akan diikutkan
lomba saat kelas besar. Namun, apa daya. Kadang banyak tugas yang harus
dikerjakan. Boro-boro mikir mencari bibit unggul, lha laporan BOS aja belum
kelar-kelar *curhatmodeon.
2.Input yang rendah.
Beberapa tahun terakhir, sekolah negeri di kota saya diwajibkan
menerima peserta didik baru berdasarkan dua hal : usia dan jarak tempat
tinggal. Tidak ada tes. Tidak ada apa yang disebut penjaringan prestasi. Bukannya
apa-apa, kadang, anak-anak yang sebenarnya memiliki potensi di bidang-bidang
khusus akan langsung terbuang dari seleksi murid baru karena : usia belum cukup
dan jarak rumahnya jauh dari sekolah. Oh ya, masalah PPDB ini akan saya tulis
suatu saat nanti kalau ada waktu dan data yang memungkinkan. Jadi, sementara
ini dulu.
3. Dukungan orang tua yang kurang
Saya pernah lho diprotes oleh orang tua yang anaknya
diikutkan lomba oleh pihak sekolah. Membuat ia beberapa kali meninggalkan
pelajaran. Padahal, sang anak punya potensi bagus di bidang seni drama. Yah meski
sudah saya jamin bahwa sang anak tak akan terlalu parah ketinggalan
pelajarannya. Sang orang tua tetap keberatan. Baginya, nilai matematika tetap
nomer satu. Untungnya, sang anak malah happy aja dan benar, nilainya tak turun
karena lomba tersebut. Barulah sang orang tua bangga ketika tahu anaknya juara
di tingkat kota. Aduh, capek deh.Yah walau ada juga orang tua yang juga rela
mendukung anaknya habis-habisan.
Dari sini saya juga berpikir masih banyak orang tua yang
belum sadar potensi anaknya yang seharusnya bisa dikembangkan. Kalau sudah
sadar kan enak. Sang anak sudah diberi kegiatan yang menunjang bakat minatnya. Nanti,
guru tinggal mengarahkan. Saya sungguh salut lho orang tua semacam ini. Apalagi
jika diikuti dengan seringnya berkonsultasi masalah pelajaran di kelas. Jadi,
dua-duanya dapat.
4. Gadget freak
Nah, masalah gadget ini sungguh sangat merusak sekali. Rekan-rekan
yang sudah senior sering juga mengelukan kondisi anak-anak sekarang. Dulu,
mencari anak yang teges (mudah diarahkan) itu sangat gampang. Tinggal pilih
mana saja. Sekarang, penurunan kualitas itu sangat terasa. Jangankan diikutkan
lomba. Diarahkan untuk fokus di kelas saja sulitnya minta ampun.
Saat saya bertemu beberapa rekan guru sekolah (kebanyakan
negeri) lain, ternyata juga demikian. Sama. Dari tahun ke tahun, kok, sulit
untuk menemukan anak yang ces pleng. Sudah banyak tulisan mengenai dampak
gadget dan internet pada anak. Salah satu dampaknya ya kalau sudah mau lomba
gini.
Masih banyak sih sebenarnya alasan-alasan lainnya. Disamping
pula, mindset pendidikan kita yang juga masih mengacu pada nilai di atas
kertas. Ah, sudahlah, yang penting saya masih pusing. Kira-kira, ada yang mau
ikut lomba siswa teladan?
Lomba baca puisi mungkin?
Lomba bercerita?
Atau lomba mengukir kenangan di hatimu?
#Eh
Tags
Catatanku
Eaaaaa malah cari di sini, hahaha
ReplyDeleteAdek saya, adalah anak unggulan yang sering diikutkan olimpiade. Apapun disuruh ikut. Matematika fisika biologi. Maunya guru lain, juga disuruh ikut lomba bahasa inggris, dll. Tapi yaaaa hmmm akhirnya ada beberapa guru yang mrngalah
Sekolahnya adek saya bukan merupakan sekolah unggulan, tapi sejak beberapa tahun terakhir membuka kelas hebat untuk menjaring anak2 cerdas. Adek saya salah satunya
Ah, kalau cerita di sini kepanjangan ntar dah yaaa, di blog saya, hahaha
wah... pindah ke sekolah saya (lho)
Deletebtw sekolahnya patut dicontoh dan saya beri dua jempol
wah saya tunggu mbak tulisannya :)
kadang guru gak peka terhadap muridnya. Aku pemegang ketua ekskul shg aku sbg guru selalu memperhatikan anak2 dan dekat dg mereka shg tahu yg punya bakat gambar dll, dan guru lain gak tahu. Banyak loha nak yg pendiam punya bakat hebat sayang kan kalau agk dikembangkan
ReplyDeleteiya bu sepakat, makanya saya masukan alasan tersebut di nomer 1. Ini juga pentingnya ada kegiatan ekskul di sekolah, cuma biasanya selalu kebentur dana dan kebijakan sekolah yang kurang pas, makanya ya dari tahun ke tahun gitu2 aja.
Deletelomba memasukan cincin dijemari ada gak kang???
ReplyDeleteahahahay, kalo ada saya mau ikutan :)
DeleteTuh om keponakan saya si Keenan diikutin lomba makan. Pasti juara deh.
ReplyDeletenanti si Keenan diikutin pas 17an ya,. sabar ya
DeleteSebenarnya ini juga di orangtuanya ya pak. Kan bisa gitu ortu nitip ke guru, 'nih pak anak saya sejak bayi udh ada skill di bidang ini. Nanti sekolah bantu mengasah ya.' wkwkwk.
ReplyDeleteIyasih sy jg merasakan sbg murid, guru baru cari" kalo udah mepet....tp kalo jaman saya, point terakhir ga masuk xD mainnya masih di sawah soalnya.
iya maunya sekolah juga seperti itu, tapi apa daya
Deleteklo dulu saya juga maenan tazos masihan, lebih asyik dari gadget, hihi
Poin nomer 3 itu yg nantinya menjatuhkan anak. Anak minat bakat di seni, suruh dpt matematika ipa 100. Ya mustahaalll
ReplyDeleteBakatnya ga didukung eh malah didorong ke jurang kematian pitagoras integral
hahaha iya mbak
Deletetapi kejauhan klo jurang pitagoras, jurang perkalian aja,,hehe
wihh keren kang hehehhe
ReplyDeleteterimakasih kang...
Delete