Hari demi hari, tempat hits di Malang Raya semakin banyak
Semakin banyaknya tempat hits membuat para penggemar selfie semakin sering melakukan ritual ibadah selfie alias berfoto ria di tempat-tempat hits tersebut. Salah satu tempat yang mulai banyak diziarahi adalah Coban Rais.
Liburan akhir tahun kemarin adalah momen saat Coban Rais semakin tenar namanya. Dengan kekuatan para penggila selfie di segala jejaring sosial, saya sering menemukan foto dengan latar belakang aduhai. Sebuah hamparan kebun bunga yang indah membuat saya terkesima. Dan saya pun ingin juga menikmati sensasi ritual selfie di tempat tersebut.
Hari minggu pagi, saya dan 2 rekan kerja mencoba datang pagi di tempat tersebut. Dari tempat tinggal saya, hanya menempuh sekitar 30 menit untuk sampai di lokasi tujuan. Namun, saat saya tiba di sana, sudah banyak motor yang terparkir di sana. Wah, saya kurang pagi.
Benar saja, ketika saya masuk dan menuju tempat selfie yang asyik tadi, pengunjung dengan aneka kamera sudah datang. Tua muda, pria wanita, besar kecil, berpasangan jomblo, menyatu jadi satu. Hmm, mungkin inilah yang disebut dengan ritual ibadah selfie itu. Tak peduli dengan sekitar, yang penting foto terus.
Ada beberapa tempat selfie yang menjadi titik kumpul para selfie mania. Mulai dari taman bunga yang terkenal, ayunan, dan hammock camp. Tapi ternyata, untuk bisa menikmati sensasi selfie di tempat tersebut harus bayar seharga 25.000. Dan lagi, saya harus mengantre sekitar 1 hingga 1,5 jam karena permintaan untuk selfie yang sangat banyak. Wah, saya akhirnya malas dan memutuskan untuk tidak berselfie di sana. Daripada menunggu 1 jam lebih baik digunakan untuk hal lainnya kan?
Akhirnya, saya dan teman-teman memutuskan untuk menuju Coban Rais. Berselfie di sana dengan bebas. Meski, saya mendengar untuk mencapai sana saya harus menempuh jarak sekitar 3 kilometer dalam waktu tempuh 1 jam juga. Tak apalah, daripada saya menunggu untuk selfie mending digunakan untuk berjalan-jalan sehat.
Oke, perjalanan dimulai. Jalan setapak dengan sekeliling semak belukar menjadi awal perjalanan kami. Tapi, lama-lama jalan mulai menjadi berbatu dan licin, bekas hujan malam sebelumnya. Tak apa, masih awal, harus semangat.
Perjalanan semakin lama-semakin sulit. Kami harus melewati sungai berbatu untuk sampai di jalan selanjutnya. Gemericik air sumber semakin lama semakin terdengar jelas. Tak hanya itu, hawa dingin mulai menyelimuti tubuh. Menjelang separuh perjalanan, tiba-tiba saya bertemu dengan banyak orang yang berhenti di sebuah jalan. Rupanya, mereka menunggu antrean untuk menyeberang sebuah sungai. Penyeberangan ke sungai ini dibantu oleh relawan dadakan yang bersedia dengan ikhlas menyeberangkan pengunjung agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai.
Kesediaan mereka rupanya didasari banyaknya pengunjung anak-anak yang datang ke sana. Wah, mulia sekali. Tak hanya anak-anak, saya juga menemukan ibu-ibu separuh baya yang juga datang dan menuju coban. Semangat mereka tak kalah dengan kami untuk bisa melakukan ritual selfie di sana.
Sesekali, kami beristirahat sejenak karena tubuh yang tak kuat. Kami memilih istirahat di sungai yang jernih tempat mengalirnya air dari coban. Jangan lupa untuk berslfie di tempat ini karena pemandangannya tak kalah indah.
Semakin mendekati coban, rintangan semakin berat. Jalan semakin sempit ditambah kemiringan jalan yang aduhai. Saya yang bertubuh tambun ini mulai kesulitan dan ngos-ngosan. Kesulitan saya bertambah lantaran jalan yang licin. Di tengah kesulitan itu, saya bertemu dengan banyak pengunjung yang baru turun dari Coban. Mereka menyemangati saya agar terus melanjutkan perjalanan karena tak lama lagi kami akan sampai.
Baik, saya terus semangat. Masak kalah sama anak-anak dan ibu-ibu yang ada di depan saya?
Hingga akhirnya, saya mendengar gemuruh air yang bisa saya yakini itu adalah Coban Rais. Ah, sudah dekat. Tapi, jalan yang harus kami lalui semakin mengerikan. Tebing curam ditambah licinnya jalan membuat kami harus berpegangan untuk menahan tubuh agar tidak jatuh. Belum lagi, lumpur tebal membuat langkah kaki kami semakin berat. Sungguh ujian yang cukup berat untuk ritual selfie.
Dan beberapa saat kemudian, pandangan mata saya melihat ait yang jatuh dari atas dari jauh di belakang semak-semak. Oh My God, saya sampai. Perjalanan melelahkan selama hampir satu jam tadi terbayar sudah. Inilah dia. Coban Rais. Tempat hits baru di Kota Wisata Batu.
Saya tak menunggu waktu lama untuk melakukan puncak ibadah selfie. Jepretan demi jepretan kami abadikan. Pose demi pose dilakukan agar ibadah selfie kami bisa sempurna. Tak hanya kami, pengunjung pun juga turut larut dalam ibadah puncak ini. Rasanya, kami menyatu dalam sebuah euforia. Selfie dan selfie. Entah mengapa rasanya kami tak mau bernjak dari tempat indah ini.
Gemuruh air dari atas, hawa segar yang menusuk, dan pemandangan yang indah membuat kami betah. Ditambah lagi, ukuran air terjun yang pas, tak terlalu besar atau kecil membuat kami tak takut dan betah lama-lama di sana.
Namun, waktulah yang membatasi kami. Kamipun segera turun. Meski tak semelahkan perjalanan sebelumnya, tapi perjalanan pulang terasa lama. Penyebabnya, semakin siang pengunjung semakin banyak. Kami harus berbagi jalan dengan pengunjung yang akan naik menuju coban. Kami juga sering saling bahu-membahu ketika berpapasan di jalan sempit dan licin. Tujuannya, agar kami tak terpeleset jatuh. Saya jadi menemukan pengalaman menyenangkan dengan pengunjung yang saya temui. Di sini, ego kami kesampingkan yang penting, tujuan tercapai.
Pengunjung baru yang datang juga banyak dari kalangan ibu-ibu dan anak-anak. Rombongan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak juga banyak.
Wah asyik sekali ya, ajaran selfie kan harus ditanamkan sejak kecil. Apalagi jika selfie juga dilakukan dengan menjelajah alam sekitar, pasti mengasyikkan. Sebuah edukasi yang bagus dan mengikuti perkembangan zaman.
Satu jam kemudian, saya sampai di tempat semula yakni kebun bunga. Saya kembali menatap nanar kebub bunga yang dipagari dengan pagar kayu. Dijaga oleh pengelola yang membawa speaker dan mengabsen pengunjung yang mendapat giliran masuk. Penjagaan ketat dilakukan agar hanya pemegang karcis yang boleh masuk. Yang lain, silahkan menatap dengan masygul. Meski demikian, bagi saya, pengalaman menantang dan seru melakukan perjalanan di coban tadi lebih mengasyikkan. Daripada menunggu kepastian untuk berselfie di tempat yang dikomersialkan.
Liburan akhir tahun kemarin adalah momen saat Coban Rais semakin tenar namanya. Dengan kekuatan para penggila selfie di segala jejaring sosial, saya sering menemukan foto dengan latar belakang aduhai. Sebuah hamparan kebun bunga yang indah membuat saya terkesima. Dan saya pun ingin juga menikmati sensasi ritual selfie di tempat tersebut.
Hari minggu pagi, saya dan 2 rekan kerja mencoba datang pagi di tempat tersebut. Dari tempat tinggal saya, hanya menempuh sekitar 30 menit untuk sampai di lokasi tujuan. Namun, saat saya tiba di sana, sudah banyak motor yang terparkir di sana. Wah, saya kurang pagi.
Benar saja, ketika saya masuk dan menuju tempat selfie yang asyik tadi, pengunjung dengan aneka kamera sudah datang. Tua muda, pria wanita, besar kecil, berpasangan jomblo, menyatu jadi satu. Hmm, mungkin inilah yang disebut dengan ritual ibadah selfie itu. Tak peduli dengan sekitar, yang penting foto terus.
Ada beberapa tempat selfie yang menjadi titik kumpul para selfie mania. Mulai dari taman bunga yang terkenal, ayunan, dan hammock camp. Tapi ternyata, untuk bisa menikmati sensasi selfie di tempat tersebut harus bayar seharga 25.000. Dan lagi, saya harus mengantre sekitar 1 hingga 1,5 jam karena permintaan untuk selfie yang sangat banyak. Wah, saya akhirnya malas dan memutuskan untuk tidak berselfie di sana. Daripada menunggu 1 jam lebih baik digunakan untuk hal lainnya kan?
Kebun Bunga yang hanya bisa saya tatap dengan nanar |
Foto di atas sana sedang hits, tapi antrinya luar biasa |
Jalan setapak awal yang kami lalui, Jangan lupa selfie |
Awas jatuh mas |
Oke, perjalanan dimulai. Jalan setapak dengan sekeliling semak belukar menjadi awal perjalanan kami. Tapi, lama-lama jalan mulai menjadi berbatu dan licin, bekas hujan malam sebelumnya. Tak apa, masih awal, harus semangat.
Perjalanan semakin lama-semakin sulit. Kami harus melewati sungai berbatu untuk sampai di jalan selanjutnya. Gemericik air sumber semakin lama semakin terdengar jelas. Tak hanya itu, hawa dingin mulai menyelimuti tubuh. Menjelang separuh perjalanan, tiba-tiba saya bertemu dengan banyak orang yang berhenti di sebuah jalan. Rupanya, mereka menunggu antrean untuk menyeberang sebuah sungai. Penyeberangan ke sungai ini dibantu oleh relawan dadakan yang bersedia dengan ikhlas menyeberangkan pengunjung agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai.
Mas relawan yang sangat membantu |
Kesediaan mereka rupanya didasari banyaknya pengunjung anak-anak yang datang ke sana. Wah, mulia sekali. Tak hanya anak-anak, saya juga menemukan ibu-ibu separuh baya yang juga datang dan menuju coban. Semangat mereka tak kalah dengan kami untuk bisa melakukan ritual selfie di sana.
Sesekali, kami beristirahat sejenak karena tubuh yang tak kuat. Kami memilih istirahat di sungai yang jernih tempat mengalirnya air dari coban. Jangan lupa untuk berslfie di tempat ini karena pemandangannya tak kalah indah.
Istirahat dulu. Jangan lupa selfie! |
Semakin mendekati coban, rintangan semakin berat. Jalan semakin sempit ditambah kemiringan jalan yang aduhai. Saya yang bertubuh tambun ini mulai kesulitan dan ngos-ngosan. Kesulitan saya bertambah lantaran jalan yang licin. Di tengah kesulitan itu, saya bertemu dengan banyak pengunjung yang baru turun dari Coban. Mereka menyemangati saya agar terus melanjutkan perjalanan karena tak lama lagi kami akan sampai.
Adek-adek semangat ya! Yang selfie di belakang juga semangat ya. |
Baik, saya terus semangat. Masak kalah sama anak-anak dan ibu-ibu yang ada di depan saya?
Hingga akhirnya, saya mendengar gemuruh air yang bisa saya yakini itu adalah Coban Rais. Ah, sudah dekat. Tapi, jalan yang harus kami lalui semakin mengerikan. Tebing curam ditambah licinnya jalan membuat kami harus berpegangan untuk menahan tubuh agar tidak jatuh. Belum lagi, lumpur tebal membuat langkah kaki kami semakin berat. Sungguh ujian yang cukup berat untuk ritual selfie.
Jalan semakin terjal, Jalan jodoh juga terjal. Eh. |
Dan beberapa saat kemudian, pandangan mata saya melihat ait yang jatuh dari atas dari jauh di belakang semak-semak. Oh My God, saya sampai. Perjalanan melelahkan selama hampir satu jam tadi terbayar sudah. Inilah dia. Coban Rais. Tempat hits baru di Kota Wisata Batu.
Akhirnya... |
Saya gak mau kalah |
Gemuruh air dari atas, hawa segar yang menusuk, dan pemandangan yang indah membuat kami betah. Ditambah lagi, ukuran air terjun yang pas, tak terlalu besar atau kecil membuat kami tak takut dan betah lama-lama di sana.
Cekrek! Semoga barokah ya. |
Namun, waktulah yang membatasi kami. Kamipun segera turun. Meski tak semelahkan perjalanan sebelumnya, tapi perjalanan pulang terasa lama. Penyebabnya, semakin siang pengunjung semakin banyak. Kami harus berbagi jalan dengan pengunjung yang akan naik menuju coban. Kami juga sering saling bahu-membahu ketika berpapasan di jalan sempit dan licin. Tujuannya, agar kami tak terpeleset jatuh. Saya jadi menemukan pengalaman menyenangkan dengan pengunjung yang saya temui. Di sini, ego kami kesampingkan yang penting, tujuan tercapai.
Kami harus bergantian |
Pengunjung baru yang datang juga banyak dari kalangan ibu-ibu dan anak-anak. Rombongan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak juga banyak.
Wah asyik sekali ya, ajaran selfie kan harus ditanamkan sejak kecil. Apalagi jika selfie juga dilakukan dengan menjelajah alam sekitar, pasti mengasyikkan. Sebuah edukasi yang bagus dan mengikuti perkembangan zaman.
Jangan lupakan ini ya. |
Satu jam kemudian, saya sampai di tempat semula yakni kebun bunga. Saya kembali menatap nanar kebub bunga yang dipagari dengan pagar kayu. Dijaga oleh pengelola yang membawa speaker dan mengabsen pengunjung yang mendapat giliran masuk. Penjagaan ketat dilakukan agar hanya pemegang karcis yang boleh masuk. Yang lain, silahkan menatap dengan masygul. Meski demikian, bagi saya, pengalaman menantang dan seru melakukan perjalanan di coban tadi lebih mengasyikkan. Daripada menunggu kepastian untuk berselfie di tempat yang dikomersialkan.
Tags
Jalan-jalan
Air terjunnya kayaknya tinggi juga tuh...
ReplyDeletelumayan mas, tapi tinggian Coban Rondo
Deleteaku gak selfie, aku bikin story itu,. (^^)
ReplyDeleteih jemabtannya ngeri banget ay, apa goyang gak
ReplyDeleteitu bukan jembatan mbak, tapi saluran air buat selfie orang2 hehe
DeleteIh seru yah. Dah lama gak berkegiatan alam begini.
ReplyDeleteseru dong, ayo jalan-jalan ke alam
DeleteWaktunya yang gak ada. Kalo weekend maunya goler-goler mulu di kasur. Males kemana-mana, hahaha
Deletehahaa iya juga se mas, minggu enaknya gulung2 seharian
DeleteMenatap dengan nanar 😂😂😂😂
ReplyDeleteSik aku ngakak disek ya 😂😂😂
Masuk wishlist dah ini, ntar kapan kali didatengin pas ga liburan. Biar selfinya bs kusyuk
hahaha iya, saknoe aku
Deletejangan pas wiken pokoknya mbak
cobang yang keren sam
ReplyDeletekangen kesini lagi :)
iya mas keren tapi rame banget
Delete