Lha, saya sudah di Bali saja.
Singkat cerita, bus yang membawa saya dari Malang telah sampai di sebuah tempat sanggar seni di daerah Gianyar, Bali. Tepatnya di Sanggar
Kesenian Putra Barong, Celuk. Seusai saya berbelanja pie susu yang terkenal
itu, kini saya akan melihat pertunjukan Tari Barong. Tari ini merupakan salah
satu dari sekian banyak tarian khas Pulau Dewata.
Sesampainya di tempat yang dimaksud, panas langsung menyambut saya. Saya juga telah melihat rombongan bus lain yang akan melihat pertunjukan Tari Barong. Ternyata, waktu pertunjukan masih sekitar 20 menit lagi. Sambil menunggu acara dimulai, para pengunjung diperbolehkan untuk berfoto dengan dua penari cantik. Nantinya, pengunjung akan mendapatkan sebuah foto dalam gantungan kunci seusai pertunjukan. Tentunya, harus bayar dong, hehe.
Pengunjung yang berebut berfoto dengan penari |
Saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Namun, ada kejadian
cukup unik tatkala si Mbak penarinya ternyata cukup galak. Dia sering membentak
pengunjung yang akan difoto. Lha, Mbak, cantiknya nanti hilang lho. Tapi, usut
punya usut, kekesalan si Mbaknya akibat ulah dari pengunjung juga yang tak mau
antre saat difoto. Mungkin juga, si mbaknya sudah capek, jadinya ya wajar lah
kalau kesal. Untungnya, saat saya berfoto, si Mbaknya menunjukkan muka
ramahnya. Alhamdulillah.
Alhamdulillah barokah barokah |
Seusai berfoto cantik dengan penari, saya segera bergabung dengan rombongan tersayang.
Eh rejeki saya masih bernaung tatkala saya mendapat tempat pada barisan kursi
depan. Wah, saya bisa melihat dengan jelas. Kesempatan ini tak akan saya
sia-siakan. Tepat pukul 09.30 WITA, pertujukan pun dimulai dengan munculnya
sebuah barong yang menari dengan cukup lincah. Sang barong meliak-liuk diiringi
gending Bali memutari panggung hingga tepat di depan saya. Nah tiba-tiba, sang
Barong melambaikan tangannya kepada para penonton. Saya awalnya tak menangkap
maksudnya. Ternyata, ada seorang rekan guru yang maju ke depan dan memberinya
uang, lalu ia berfoto bersama sang Barong.
Oh jadi begitu. Sebelum pertunjukan, masih ada sesi foto
bareng Barong. Karena sudah jauh-jauh ke Bali dan menyeberang dengan indah dari
Pulau seberang, kesempatan ini tak saya sia-siakan. Saya langsung PD dan
memberi sang barong uang. Saya pun duduk manja dan mulai memeluk Barong dengan
mesra. Eh, giliran saat rekan akan memfoto, tiba-tiba kamera saya hang. Hahaha,
apes sekali. Saya pun diteriaki seantero tribun penonton. Yah mau bagaimana
lagi. Berhubung sudah kepalang basah, saya semakin mesra mendekap sang Barong. Padahal,
muka teman saya yang berada di depan cukup terlihat ketakutan. Keberanian saya
memegang mesra sang Barong karena dari bacaan mengenai barong yang sudah saya
pelajari, tokoh ini mewakili sifat kebaikan. Tak hanya itu, bagi saya, postur
Barong yang imut-imut dan menggemaskan, menjadi daya tarik tersendiri. Sama seperti
saya kan? Hehe
Sifat Barong yang erat dengan kebaikan saya lihat langsung
ketika ada seorang turis asal Korea Selatan yang memberinya uang dengan tangan
kiri. Sang Barong menolak menerima uang tersebut karena tangan kiri identik
dengan sifat buruk. Wah, meski sederhana, tapi mengena juga ya?
Lain kali pakai tangan kanan ya, Eonni |
Puas berfoto, tarian pun dimulai. Dibuka dengan adegan sang
Barong yang terlihat sedih lalu dihibur oleh seekor kera. Kesedihan sang Barong
dikarenakan ulah tiga pria bertopeng yang merusak hutan. Sang kera akhirnya
berkelahi dengan ketiga orang ini dan berhasil memotong hidung salah satu dari
mereka.
Barong dan Sang Kera |
Setelah gending pembuka, tarian pun dimulai. Inti dari
tarian ini sebenarnya adalah pertarungan antara kebaikan yang diwakili oleh
Barong dan kejahatan yang diwakili oleh tokoh Rangda. Tarian dibagi menjadi
lima babak. Inti dari Tarian Barong merupakan cerita tentang Dewi Kunti yang
berjanji kepada Rangda untuk mengorbankan anaknya yang bernama Sadewa kepada
Rangda. Meskipun sebenarnya berat, namun karena rasukan dari roh jahat, Dewi
Kunti berhasil dipengaruhi Rangda. Sadewa pun dibuang ke hutan oleh Patih yang
juga sudah dipengaruhi oleh ilmu jahat Rangda. Cerita ini hampir mirip dalam
agama saya (islam) meski berkebalikan. Apalagi, kalau cerita tentang galaunya
Nabi Ibrahim AS ketika diminta Allah SWT untuk mengorbankan anaknya, Ismail AS.
Inilah Rangda, tokoh yang identik dengan kejahatan |
Lalu, karena iba dengan Sadewa, Batara Siwa pun memberi kesaktian kepada Sadewa. Rangda yang akan membunuh Sadewa pun tidak berhasil, meskipun dengan berbagai cara. Akhirnya, Rangda meminta ampun kepada Batara Siwa. Permintaan itu pun dipenuhi dan Rangda pun mendapat pengampunan.
Namun, pengampunan itu tak berlaku bagi Kalika, murid
Rangda. Merasa permintaannya tak dipenuhi, ia marah. Ia pun berubah wujud
menjadi beberapa macam. Salah satunya adalah menjadi babi hutan. Saat dirinya
berubah menjadi babi hutan, ia masih dapat dikalahkan oleh Sadewa. Begitu pula,
saat ia menjadi burung gagak, ia juga dapat dikalahkan. Namun, saat Kalika
mengubah wujudnya menjadi Rangda, sadewa pun kewalahan. Ia akhirnya berubah
wujud menjadi Barong dan melawan Kalika yang berwujud Rangda. Pertarungan ini
tak pernah selesai. Menurut Bli Wayan, tour
guide saya selama di Bali, salah satu moral dalam ajaran agama Hindu adalah
pertempuran antara kebaikan dan keburukan tidak akan pernah selesai dan akan
terus berlangsung terus-menerus. Kalau di ajaran agama islam, manusia akan
selalu digoda oleh syetan di alam dunia yang fana ini. Untuk itulah, menurut
ajaran agama islam, perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu yang juga
sering dikuasai syetan.
Salah satu adegan favorit saya ketika Kalika dalam wujud Babi dapat dikalahkan. Eits jangan salah fokus ya |
Tarian ini ditutup oleh para pengikut Barong yang membawa
keris untuk melawan Kalika yang berwujud Rangda. Perlawanan
mereka sia-sia karena akhirnya roh jahat berhasil masuk ke dalam tubuh mereka. Dan,
mereka pun menikam tubuh mereka sendiri. Barong dengan ilmu kebaikannya
menolong mereka dan mengusir roh jahat dari tubuh mereka. Satu pelajaran
penting lagi yang juga ada di agama saya yakni ketika kita pada awalnya ingin
berbuat baik namun tiba-tiba ada niat tidak baik di dalamnya, maka sia-sialah
amal kita. Sifat ini disebut dengan riya. Menurut Surat Al Maun ayat ke-6,
perbuatan semacam ini adalah salah satu ciri pendusta agama (bukan penista,
ya). Bukan begitu?
Para pengikut Barong yang sekuat tenaga melawan Kalika berwujud Rangda, namun sia-sia. sebesar apapun amal kita tapi kalau ada maksud lain juga akan sia-sia. Bukan begitu? |
Secara keseluruhan, saya sangat terhibur dengan pertunjukan tarian
ini. Saya semakin bangga bahwa bangsa kita tak hanya kaya dengan budaya secara
visual, namun kaya akan makna di dalamnya.
wah .. pentas seni yg harus di lestarikan ni mas
ReplyDeletesepakat mas
DeleteEmang keren mas tari Barong itu.. cuma saya waktu kesana justru ga konsen sama tariannya hehehehe.. kebetulan saya lebih suka menjadi bagian yang memotret dan berusaha merekam berbagai adegan yang menarik tadi. Jadi nggak ngeh sama jalan ceritanya.
ReplyDeleteKebetulan yang saya tonton juga ada tari Kerisnya. Seru juga melihat adegan ala debus dimana keris ditusukkan ke badan sendiri tapi tidak tembus