Saya masih belum percaya kalau paspor saya akhirnya jadi.
Rasanya, seperti mimpi. Gimana gak seperti mimpi, siapa lah saya
yang punya keinginan jalan-jalan ke luar negeri. Gaji saya sebagai GTT gak
seberapa. Jangankan ke luar negeri, kadang jalan-jalan di dalam negeri saya
belum keturutan. Tapi, yang namanya keinginan boleh dong. Dan juga, kalau
keinginan itu disertai usaha malah lebih bagus, kan?
Nah, kalau mau ke luar negeri pasti ada satu dokumen wajib yang harus dimiliki. Tak lain, paspor. Dokumen ini menjadi roh perjalanan ke luar negeri. Maka dari itu, saya pun harus punya paspor. Tapi, melihat dan menimbang sana-sini, membuat paspor kok seperti membuat tujuan hidup yang entah arahnya ke mana. Belum lagi, bayangan petugas imigrasi yang aduhai membuat saya ciut. Mengurungkan niat ini dan hanya memendamnya selama bertahun-tahun.
Eh ternyata, membuat paspor kini sudah lebih mudah. Apalagi,
jika kita melakukannya secara on line. Hanya saja tetep, satu kuncinya adalah
sabar. Dan telaten. Saya pun segera mengisi aplikasi di laman kemenkumham
secara teliti. Jangan sampai ada yang salah. Terutama, Nama. Ya, kadang
kesalahan kecil bisa berakibat fatal.
Setelah mengisi data-data yang dibutuhkan, barulah saya
membayar biaya paspor sebesar 355 ribu. Rinciannya, sebesar 300 untuk jasa
pembuatan paspor dan 55 ribu untuk jasa rekam biometrik. Harga itu untuk
pembuatan paspor biasa 48 halaman. Tapi, kalau saya dengar-dengar dari kabar
burung yang beredar, kalau mau calo harganya bisa jadi 800 ribu. Hmmm, lumayan
banyak selisihnya. Nah mumpung saya libur panjang, dariapada gak ngapa-ngapain
mending ngurus sendiri kan?
Oke, setelah membayar di bank, saya mendapat bukti
transferan yang terdapat nomor NTPN di dalamnnya. Nomer ini menjadi nomer sakti
untuk langkah berikutnya. Setelah memasukkan nomor NTPN di laman tadi, barulah
saya bisa memilih kapan saya bisa datang ke kantor imigrasi. Tentunya, dengan
membawa persayaratan yang dibutuhkan, antara lain KTP, KK, dan akte kelahiran.
Semuanya asli dan fotokopi.
Dan hari H pun tiba. Telolet- telolet
Saya datang pagi pukul 07.00 di Kanim Kelas 1 Malang. Tapi
ternyata kurang pagi. Di sekitar satpam berdiri, antrian sudah banyak dan
didominasi emak-emak. Ya tuhan, ada apa ini gerangan. Apakah emak-emak itu akan
eksodus ke negeri tetangga? Ah entahlah.
Rupanya, mereka adalah rombongan tur umroh yang akan
berangkat tapi belum punya paspor. Namun, tidak seprti saya, mereka
mendaftarkan diri secara manual. Dan sebagai informasi, untuk pemohon paspor
manual hanya dibatasi 150 orang saja. Makanya, harus sepagi mungkin. Jangan
sampai ketinggalan.
Karena saya mendaftar secara on line, saya mendapat
keistimewaan. Saya bisa melenggang dengan cantik saat pemeriksaan pertama.
Alasannya, saya sudah mengisi data secara on line. Saya hanya diminta
menunjukkan KK dan akte dan dicek oleh petugasnya. Dan, oleh Bapak petugasnya
saya ditanya mau ke mana. Jujur dong, saya jawab mau ke Filipina (dalam rangka
mencari jodoh, hehe). Spontan, Bapak petugasnya tertawa dan berkata agar saya
hati-hati, jangan sampai hilang. Mungkin si Bapak lelah dengan jawaban para
pemohon yang ke negara itu-itu saja, hehe. Oh ya Bapak petugas ini sering
mengetes konsentrasi pemohon agar tetap konsentrasi. Jangan sampai di negeri
orang kehilangan konsentrasi, bukan begitu?
Selepas berhasil menjalani tes dari Bapak tadi saya lalu
menunggu antrian foto. Untuk antrian foto ini, ada 3 macam antrian, yakni
antrian A, B, dan D. Antrian A adalah untuk pemohon manual. Antrian B adalah
untuk pemohon on line seperti saya. Dan antrian D untuk pemohon manual/online
yang sudah lansia. Lha antrian C ke mana?
Antrian C sebenarnya ditujukan untuk para pengelola travel
dan tour yang mendaftarkan paspor pesertanya secara kolektif. Hanya saja,
menurut salah seorang tour leader yang saya temui, antrian C beberapa minggu
ini dihapus. Makanya, peserta tour harus datang sendiri mengurus paspornya dan
tidak bisa diwakilkan. Tour leader hanya akan mengarahkan dan mengecek lagi
persyaratan peserta tour jika ada yang kurang. Makanya, saya rasa tempat ini
kok sesak sekali, penuh dengan para peserta tour rupanya.
Menunggu foto memang cukup menjemukan. Apalagi, bagi pemohon
yang memiliki nomor antrian di atas 100. Sehari penuh mereka akan menunggu,
kalau tak ada niat keluar dulu. Nah, di sinilah cerita unik itu terjadi. Karena
lamanya menunggu kepastian di foto, lama-lama kami jadi akrab. Saya jadi tahu
banyak mengenai kenapa banyak sekali permohonan paspor untuk umroh. Dan
kebanyakan lansia. Apalagi, kalau bukan karena waktu tunggu haji yang cukup lama.
Umroh tentu jadi pilihan. Nanti deh, kalau misi ke Filipina selesai, saya punya
rencana umroh. Doakan ya pemirsa, semoga barokah, amin.
Menunggu memang membosankan, tapi harus dijalani |
Tak hanya rombongan umroh, saya juga banyak menjumpai
rombongan keluarga Tionghoa yang akan berlibur ke Tiongkok, Hongkong, Thailand,
atau Singapura. Ada juga yang akan ziarah ke tanah suci pemeluk nasrani di
Israel/Palestina. Sama dengan rombongan umroh tadi, mereka juga harus menunggu
antrian selama berjam-jam. Dan lagi-lagi, karena lamanya menunggu foto, kami
jadi akrab. Bertukar cerita ringan untuk membunuh waktu. Beberapa dari mereka
bahkan ada yang mulai membuka cemilan untuk sekedar mengisi perut dan saling
membagikan. Duh, kalau melihat suasana seperti ini kok saya lupa dengan apa
yang terjadi di media sosial, saat saling serang dan mengkafirkan. Mungkin,
kita harus punya misi dan tujuan sama ya agar bisa seperti itu. Dan juga,
dengan kesulitan yang sama. Apalagi, kalau bukan menunggu foto paspor yang
melelahkan.
Penampakan ruang wawancara dan foto |
Hingga tiba saatnya, dua jam kemudian, nomor antrian saya
dipanggil. Alhamdulillah, saya bisa foto dan sidik jari dengan lancar. Tinggal
menunggu paspor jadi 3 hari kemudian. Setelah 3 hari, paspor saya benar-benar
jadi. Juga, paspor milik rombongan umroh dan rombongan keluarga plesiran tadi.
Kami punya paspor dengan logo yang sama, Garuda Pancasila. Berwarna hijau,
meski hanya bisa bebas berkunjung ke sedikit negara, tapi bisa menyatukan kami
semua.
Antrian E untuk pengambilan paspor |
Sekian, salam.
Tags
Catatanku
fotonya bagus ngga?
ReplyDeletenyaris mirip sama foto SIM, foto paspor ini bikin kamu seperti apa adanya aja. kzl fotonya jadinya bengong :))
ya standar mbak, masak kayak kamera 360 xixi
Deletecuma kita boleh lihat dulu fotonya. Petugasnya tar tanya apa gini fotonya, kalau kita gak mau boleh ulang.
Waaahh... kayaknya udah siap-siap nih ngebolang ke luar negeri.
ReplyDeleteamin,.. doakan lancar ya mas
Delete