Perlahan kedua mata saya pun terbuka.
Suara gema anak-anak yang riuh rendah berlarian memekakkan telinga saya. Saya melihat jam, masih pukul 4 pagi. Saya berusaha menegakkan badan. Sambil mengumpulkan kesadaran, saya mengingat-ingat akan keberadaan saya. Saya mengingat kembali di mana saya berada. Akhirnya saya sadar tengah berada di sebuah negeri hijau. Negeri yang saya datangi hanya satu malam saja. Pagi sudah menyambut. Anak-anak didik saya bersiap melaksanakan ibadah shalat subuh. Di negeri hijau ini kami sedang melaksanakan perkemahan sabtu-minggu. Tentunya tak lain dan tak bukan masih dalam satu rangkaian kegiatan ekstrakulikuler pramuka.
Ya, kami sedang berkemah di negeri hijau bernama kompleks tentara. Negeri hijau ini merupakan sebuah wilayah di dalam kota saya. Orang-orang menyebutnya sebagai Kesatrian. Entah karena di sana tempat berkumpulnya para kesatria negeri ini atau apa. Yang jelas, saya bisa berkesempatan untuk lebih jauh mengenal negeri ini. Deretan bangunan berwarna hijau langsung menyapa saya tatkala kendaraan saya menuju lokasi perkemahan sehari sebelumnya. Dominasi warna hijau membuat saya merasa sedang di tempat lain.
Sesekali suara ibu-ibu yang sedang menyapu halaman memecah keheningan tempat itu. Beberapa anak-anak bermain bola di suatu petak lapang diantara bangunan-bangunan hijau itu. Pemandangan ini cukup kontras dengan apa yang saya lihat di pintu masuk penjagaan. Saat saya masuk, lambaian tangan dari tentara yang menjaga langsung menyapa saya. Formal dan penuh wibawa. Saya mulanya berpikir bahwa tempat ini hanya akan dikelilingi tentara dan tentara. Layaknya barak tentara yang selalu sedia kapan saja jika ada hal-hal tak terduga. Atau entah karena sugesti atau apa, bayangan seperti di film G.30S/PKI memasuki pikiran saya.
Gerbang Menuju Negeri Hijau |
Rupanya saya salah. Di dalam sana ada kehidupan normal selayaknya perkampungan tempat saya tinggal. Ada banyak aktivitas yang dilakukan. Di dalam kompleks militer itu saya menemukan berbagai jenis rumah dinas yang dihuni oleh keluarga tentara. Ada yang kondisinya sangat bagus dengan berhiaskan mobil dinas dan mobil pribadi yang mentereng. Ada yang kondisinya sedang layaknya rumah yang saya huni. Dan ada pula yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Foto Penghuni Rumah |
Kehidupan di negeri hijau itu memang cukup berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya. Tak banyak penduduk di sana yang keluar rumah untuk sekedar jagongan (nongkrong) dengan tetangganya. Mereka banyak yang menghabiskan aktivitas di rumah dengan mengunci pintu rumahnya. Acara keluar rumah sepertinya hanya dilakukan seperlunya. Sesekali terdengar pergantian piket jaga di pos utama yang terdengar hampir di seluruh penjuru perumahan.
Hidup di negeri hijau tersebut selama beberapa jam membuat saya jadi berpikir bagaimana rasanya menjadi keluarga tentara yang hidup di sebuah lokasi yang telah ditentukan. Hidup dengan segala aktivitas yang tak jauh dari prosedur militer. Hidup dengan segala fasilitas yang telah disediakan dan bersedia kapan saja untuk dikembalikan lagi. Meski begitu, satu hal yang membuat saya kagum adalah masalah kedisiplinan penduduk di negeri itu. Saya hampir tak menemukan sampah berceceran di sudut-sudut jalan. Taman yang tertata rapi dan asri diantara deteran rumah tua yang mereka tempati. Jika dibandingkan dengan kondisi di lingkungan tempat tinggal saya, kesadaran akan menjaga kebersihan sangatlah kecil. Bisa jadi, kondisi lingkungan yang “militer” membuat mereka benar-benar menjaga lingkungannya. Menjaga titipan negara yang mereka amanahi. Bagaimana dengan kita?
Gambar: Dokumen Pribadi
Tulisan pertama kali diterbitkan di Kompasiana, 2 Februari 2016.
Tags
Jepretanku
tapi, biasanya memang begitu sih kondisi pemukimannya, jadi saat saya membaca tulisan ini, masih biasa aja dan nggak berdecak kagum :)
ReplyDeleteIya mbak trims kunjungannya😃
Delete