Saya melirik jam di HP. Sudah jam 8 lebih 35. Saya membuka
laptop sambil melihat keadaan di sekeliling ruangan. Ruangan berukuran 10 x 8
meter itu tampak sepi. Masih banyak bangku yang belum terisi oleh penghuninya. Sudah
hampir 15 menit saya sampai di tempat itu. Beberapa saat kemudian datang
seorang perempuan cantik sambil terengah-engah. Dia kaget, tak banyak manusia
yang ada di ruangan itu. Sambil berbasa-basi sebentar, saya lalu membuka
laptop. Mengecek apa yang akan saya presentasikan. Beberapa saat kemudian,
bapak bos datang. menanyakan kabar, berbasa-basi sebentar lagi dan menanyakan
kesiapan dokumen untuk presentasi. Kami mengecek segala hal yang akan kami
presntasikan dengan detail. Hingga tibalah, pengawas dari Diknas datang. Saya
melihat jam di laptop. 08.10. Sesaat setelah pengawas Diknas menyapa kami, saya
melihat undangan pada acara yang saya ikuti tersebut.
Kegiatan dimulai pukul
08.00. Peserta harap hadir 10 menit sebelum acara.
[Dua]
Hujan turun deras sore itu. Saya masih berada di gazebo
kampus dan membuka beberapa buku yang akan saya jadikan bahan rujukan pembuatan
makalah kelompok. Saya hanya tinggal menunggu satu orang teman untuk menambal
bagian akhir makalah kami. Nanti, saya masih akan mengedit ulang pekerjaan ybs
karena akan saya sesuaikan dengan pekerjaan yang telah kami rampungkan beserta
teman-teman lain. Mata saya sesekali membuka pesan ponsel dan menunggu kabar
dari ybs. Entah berapa lama saya menunggu kepastian tersebut. Yang jelas, saya
sudah cukup lelah. Belum lagi, hujan turun seakan tak mau berhenti. Sekira hampir
maghrib, saya menerima sebuah pesan. Ternyata dari ybs. Dia mengatakan bahwa
tak bisa menyelesaikan tugasnya karena ada acara di organisasi
kemahasiswaannya. Saya hanya bisa mengelus dada. Bergegas menuju warung
internet dan mencari bagian yang belum selesai ia kerjakan. Hampir dua jam saya
di warnet dan rental. Pekerjaan tersebut akhirnya bisa saya selesaikan meski
saya harus mengorbankan murid les saya.
[Tiga]
LKS itu akhirnya datang. Saya senang akhirnya kepastian itu
muncul juga. Sebenarnya, saya tak mengacu pada LKS untuk saya berikan pada
siswa saya. Saya lebih senang membuat soal sendiri dari hasil pemikiran ataupun
mencari pada sumber referensi. Baru 3 hari saya memakai LKS tersebut. Lalu,
petaka itu muncul. LKS harus segera ditarik dari peredaran karena memuat kata
tidak pantas. Lalu saya mengecek kata tersebut dan ternyata memang ada. Saya kaget
dan menyesal, mengapa saya tak sempat mengecek LKS itu lagi. Dua bulan
berselang, saya kembali lagi mendapat kabar untuk menarik LKS Bahasa Jawa yang
memuat kalimat tak pantas pada cover. Meskipun kata tersebut ditulis dalam
aksara jawa, namun kata ini cukup jelas terlihat.
[Empat]
Perut saya lapar. Saya akhirnya menuju ke sebuah restoran
cepat saji dan akan memesan sebuah paket nasi sayur ayam berbumbu masakan
Jepang. Antrian restoran tersebut cukup panjang. Satu demi satu antrian dengan
sabar saya lalui. Saat akhirnya saya berada di natrian terdepan, seorang
perempuan langsung menyerobot saya. Denga entengnya menyanakan paket gratisan dari pihak
restoran yang dikirimkan dalam SMS promo. Saya hanya bisa menatap masygul perempuan
itu.
[Lima]
Saya baru saja mengambil uang di sebuah ATM. Langkah saya
menuju sebuah sepeda motor saya untuk saya nyalakan mesinnya. Tiba-tiba,
seorang pria menghampiri saya dan menengadahkan tangan kanannya. Tangan kirinya
menatap layar ponsel pintar dan tak menatap saya. Melihat rompi oranye yang
dikenakannya, saya menyerahkan selembar uang dua ribuan yang sudah sobek di
bagian ujungnya.
[Enam]
Lagi-lagi, saya berada di sebuah ruangan yang dihadiri
pengawas Diknas. Saya ditunjuk Pak Bos untuk mendapat aplikasi rapor terbaru,
menggantikan aplikasi sebelumnya. Sejurus kemudian, saya mengkopi aplikasi
tersebut dan mulai menata ulang nilai-nilai anak-anak yang saya kerjakan. Ketika
akan membuka bagian identitas, saya tak bisa mengaksesnya. Pun ketika saya
membuka bagian kolom nilai salah satu mapel, tak satupun bisa saya akses. Aplikasi
seharga dua juta itu hanya bisa saya tatap, tak bisa saya kerjakan. Dua minggu
kemudian, datanglah aplikasi yang baru. Terisi dengan nilai ala kadarnya karena
tak ada lagi waktu untuk menyesuaikan dengan aplikasi tersebut.
[Tujuh]
Saya membuka jejaring sosial Facebook. Saya ingin melihat
apa yang sedang hangat diperbincangkan. Oh ya, sekarang saatnya olimpiade musim
panas. Saya masih ingat beberapa hari yang lalu, teman Vietnam saya membagikan
foto atlet tembak negaranya berhasil mempersembahkan medali emas pertama kali
sepanjang sejarah keikutsertaan negara Sinosfer itu. Dan juga, teman Thailand
saya membagikan foto dua atlet angkat besinya yang menyumbang dua emas untuk
negaranya. Teman Singapura saya baru saja heboh lantaran perenang mudanya berhasil
mengalahkan manusia super, Michael Phelps dan mendapat emas pertama bagi negeri
singa itu. Meski belum mendapat emas, teman Malaysia saya masih mengirim doa
bagi atlet kebanggannya. Juga, teman Pinoy saya yang masih membagikan kenangan medali-medali
yang eprnah didapatkan negaranya dan berharap kejayaan itu terulang.
Tapi, meski daftar teman saya dari negara saya paling
banyak, saya tak banyak menemukan bagi harapan dan dukungan untuk atlet negara
saya. Saya menemukan suatu ketidakpastian mengenai kewarganegaraan menteri yang
baru saja dilantik. Ketidakpastian sidang kasus pembubuhan permpuan cantik oleh
rekannya. Ketidakpastian dan perdebatan apakah sekolah akan menerapkan sistem
satu hari, dan ketidakpastian dan ketidakpastian.
Saya akhirnya lelah. Beberapa kali mencoba menghibur diri
dengan menyanyikan lagu kebangsaan Majulah Singapura, Lupang Hinirang, dan Negraku.
Saya lelah dengan ketidakpastian ini. Tapi, nurani saya tak bisa mengatakan kalau
saya mencintai ketidakpastian ini. Ketidakpastian di mana saya lahir,
ketidakpastian di mana saya hidup dan akan mati kelak. Ketidakpastian saya
berkarya, bertemu dengan siswa-siswi kebanggan saya, menjalin asa dengan teman
seperjuangan dan berbakti bagi nusa dan bangsa.
Saya hanya berdoa, di usia yang sudah tidak pasti ini, saya
masih bisa menyaksikan kepastian di negeri dengan penuh ketidakpastian ini.
Tags
Catatanku