Saya ke Jogja sama temen, tapi kami berpisah
kemudian, jadi akhirnya saya sendirian. Sebenarnya sih saya oke-oke saja,
karena sudah pernah saya lakukan. Tapi ada stu hal yang membuat saya merasa ada
yang hilang.
Saya kangen berbahasa Malangan.
Sehari sih masih lumayan, tapi begitu banyak
orang tak berbahasa malang saya temui, saya sering jadi garing. Saya bukanlah
penutur bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia hanya saya
gunakan ketika mengajar dan kedinasan. Selebihnya, ngomong Malangan ae rek.
Saya jadi garing banget, terutama saat di
hostel. Traveler yang saya temui kebanyakan dari jakarta yang dengan
loe-gue-end-nya. Juga dari bandung dengan logat sok atuh-nya. Bercampur dengan
bahasa jawa pakem khas Jogja. Di situ saya benar-benar berasa terasing, haha
lebai. Karena kengennya saya bicara Malangan, saya sampai telpon temen dari
Malang saat naek Trans Jogja dan alhasil dipelototon orang sekitar gegara
bahasa bicara saya yang kasar, hehe.
Hingga tiba-tiba...
Saat itu saya duduk manis selepas makan malam
dan bertemu teman di Lippo Mall Jogja. Ada dua orang lelaki yang bercakap-cakap
“Jeh, koen gak kesel tah ider mulai maeng,
legrek rek!”
(Bro, kamu gak capek tah jalan dari tadi, tepar
nih!)
Saya lalu mengamati dua orang tadi dengan
seksama. Melihat gelagat saya yang aneh, salah seorang menegur saya.
“Ada apa mas?”
Saya tanya balik, “Malang?”
Orang itu mengangguk dan tersenyum, kami pun
bercakap-cakap dan bahasa Malangan sambil tertawa keras. Ternyata mereka lagi
dinas di Jogja.
Di sebuah candi, saya melihat serombongan
keluarga naik mobil. Plat AB. Mereka turun dan bercakap-cakap. Nah ini pasti
orang Malang.
Dari mana saya tahu?
Partikel –se di akhir kalimat yang diucapkan
salah seorang diantaranya jadi kunci.
“Kok adoh se jekan?” kata orang itu.
Dan ternyata benar. Mereka dari Lawang,
Malang.
Di Candi ini saya ketemu orang Malang, terharu. |
Sebelum saya menunggu kereta, saya jalan-jalan
dulu di Malioboro. Ada seorang cewek memakai baju Ongis Nade 87. Dia duduk di
sebelah saya, duh so sweat, tapi ada pacarnya, ahhaa.
Dia menjatuhkan kacamata hitamnya dan saya
bantu ambil.
“Makasih, Mas!” katanya.
“Oyi mbak, odop-odop” jawab saya,.
Eh pacarnya kaget dan bertanya, “Lho malang?”
“Oyi sam!”jawabku. kami pun mengobrol seru.
Mereka adalah pasangan yang sedang honeymoon. Duh co cweeet.
Setelah itu saya menunggu kereta Malioboro
Ekspress di stasiun. Dan di sana, ratusan orang malang berkumpul dengan logat
khasnya. Saya ketemu lagi dengan Bapak yang di candi itu. Duh Malang, saya
pulang. Jogja memang istimewa, tapi Malang tak akan tergantikan.
Jogja memang istimewa tapi Malang tak akan tergantikan |
Oyi thok wes.
Tags
Catatanku
Kaya adegan FTV pas kacamata si mbaknya jatuh, tapi ternyata udah ada yang punya ya, hihii..
ReplyDeleteSaya malah pengin ke Malang lagi, hhmp tapi kapan ya? :D
Klo itu adegan menyedihkan mbak hihi
DeleteAyoo direncanakan bnyk tempat narsis murah lho di sini br dibangun