Untuk pertama kalinya, saya tidak menikmati jalan-jalan
Cerita dimulai saat para siswa kelas VI akan mengadakan
studi wisata ke Jogja. Berbicara masalah jalan-jalan dengan anak-anak kelas VI,
saya sudah berkali-kali melakukannya dan selama ini happy-happy aja. Bahkan
saya pernah naik truk ke sebuah pantai di Malang gegara pihak sekolahnya ngirit
biaya. Ya meski harus melihat adegan muntah-muntah, tapi secara keseluruhan
saya menikmati perjalanan itu.
Nah, batuk yang saya alami berlanjut hingga hari-H
keberangkatan. Rencananya, kami berngkat malam hari karena diperkirakan subuh
sudah tiba di teritorial DIY. Malam itu hujan deras. Emak saya cemas karena
saya belum juga sembuh batuknya. Sempat dilarang ikut tapi gimana lagi nanti
tak dapat sangu, hehe. Mulanya, saya mau pesan gojek untuk mengantar saya ke
sekolah. Tapi, melihat jarak rumah ke sekolah yang hanya 2 km, sepertinya
sayang sekali. Dengan berbekal bismillah, saya mengendarai motor untuk menuju
ke sekolah. Sesampainya di sana, saya langsung menuju bus. Dan tanpa diduga,
saya sudah di-set duduk dengan seorang wali murid yang tidak saya kenal. Tapi,
ada untungnya juga. Saya jadi gak banyak bicara dan bisa bobo dengan tenang.
Tapi, apa daya, rencana bobo dengan tenang hanya retorika
semata. Bus yang saya tumpangi melaju dengan kecepatan setan. Tak hanya itu, sering
sekali sang sopir melewati jalan tikus yang makadam. Bisa dibayangkan dengan
kecepatan seperti itu, bus terguncang hebat. Badan ini, kok ya juga ikut mental
ke sana ke mari. Sopir sialaaaaannnnn pengen gue remas-remas wajahnya.
Kondisi diperparah dengan anak-anak kelas VI yang KO satu
per satu. Tak lain dan tak bukan mabuk perjalana. Rekan saya sampai kehabisan
kresek. Dan tak berselang lama, 3 buah keranjang sampah sudah penuh dengan
kresek berisi muntahnya anak-anak. Kesialan saya semakin lengkap karena tempat
sampah tersebut berada di sebelah saya karena saya kebagian tempat duduk di
bagian paling belakang. Jadi, sebentar-sebentar saya mendengar suara muntahan
dengan keras diikuti suara kresek muntahan yang dibuang di sebelah saya.
Ewwww........
Yang bikin saya makin ilfil, batuk ini lho kok ya
berhenti-berhenti. Saya sempat meredakannya dengan banyak minum air putih. Tapi
efeknya saya sering ke kamar mandi. Kalau sudah begini, saya juga harus
bergantian dengan anak-anak yang muntah. Duh serba sulit.Paginya saya makan
dengan hati-hati. Makanan yang merangsang batuk seperti gorengan saya hindari.
Indahnya Gunung Merapi. Foto diambil di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman saat perjalanan menuju Candi Borobudur |
Jalur Evakuasi Pengungsian Gunung Merapi. Ih masih banyak tangan jahil |
Tujuan pertama kami adalah Candi Borobudur. Jujur, saya tak terlalu gimana gitu. Entah
saya sudah sering ke sini atau karena saya sedang tidak fit. Tapi yang pasti,
tempat ini terlalu tourisity. Belum sampai di pintu gerbang, saya sudah melihat
deretan bus pariwisata yang antri dengan indahnya. Beberapa saat kemudian, saya
dan rombongan menuju loket. Dan ternyata, kesialan saya terjadi lagi. Surat
pengantar dari sekolah yang sedianya diberikan ke petugas loket tertinggal di
tangan wali murid yang turun di Madiun gegara gak kuat meneruskan perjalanan.
Haha demi apa? Demikian terimakasih.
Geng Kerupuk Melempem di Candi Borobudur |
Oke akhirnya kami tertahan sekira 30 menit di depan loket
dalam kondisi kepanasan dan saya masih batuk-batuk parah. Ada sebersit ide dari
rekan kalau saya mencari warnet atau rental komputer di dekat situ. Ebuset,
hello, ini Candi Borobudur gitu, bukan lingkar UGM atau UNY Jogja. Mana ada
tempat gituan? Kalaupun ada saya bakal melipir ke Candi Mendut yang tampak
sepi-sepi aja dan sepertinya ingin dikunjungi.
Anak-anak Kelas VI yang kepanasan dan keleleran di depan pintu loket Candi Borobudur |
Foto Candi Mendut diambil dari dalam bus. Ingin sekali saya turun dan menikmatinya |
Duh, ampun deh mana tahan. Untung petugas mengizinkan kami
masuk. Entah bagaimana caranya. Yang jelas saya masih waras dan gak bakal
panas-panas cari rental di dekat Borobudur. (PS: Yang tau ada rental komputer
di dekat Borobudur tolong infokan saya, barangkali lain waktu perlu).
Begitu masuk komplek candi saya sudah mau pingsan. Panasnya.
Kondisi diperparah lagi dengan acara batuk-batuk yang memasuki season 4. Entah
kapan berakhirnya. Saya naik ke tangga candi sambil melihat-lihat anak-anak
kelas VI. Bukan apa-apa, meski kondisi saya seperti itu, anak-anak masih jadi
tanggung jawab kan?
Pose saya di Candi Borobudur |
Di beberapa sudut candi suasana seperti pasar. Saya sampai
gak bisa lewat. Yang saya sayangkan mereka hanya narsis dan narsis. Entah apa
yang ada di benak mereka. Kalau saya bisa bilang ke Gunadharma, sang arsitek
candi itu, tolong dong ruangan candinya dipersempit aja, biar kagak ada spot
buat narsis, haha.
Saat turun candi, saya kok tiba-tiba terpisah dari
rombongan. Hanya menemukan dua rekan yang juga bernasib sama. Mana anak-anak?
Ya sudah saya menuju tempat parkiran. Baru tahu juga, di sana ada beberapa
bagian parkiran. Mulai A, B, C , D, dan E. Setelah lama menunggu, akhirnya saya
bisa kembali di bus.
Tujuan berikutnya adalah ke Taman Pintar. Wah saya sudah
agak semangat berhubung saat saya solo traveling dulu berlum sempat ke sini.
Memasuki Kota Yogyakarta, kami sudah terjebak macet, terutama di sekitar Ring
Road Barat. Nah entah mengapa saat bus sudah melewati area Taman Pintar kok
masih melaju. Kami ternyata diturunkan di sebuah parkiran bus Ngabean, kalau
tak salah di dekat daerah RS PKU Muhammadiyah, arah menuju Alun-alun Kidul.
Di sana anak-anak sudah ditunggu mobil shelter ke Taman
Pintar. Di sinilah petaka kembali muncul. Gerara miskomunikasi, saya menunggu bus yang lain. Akhirnya kami
menunggu sambil sholat ashar. Namun, lama sekali bus yang kami nantikan tak
kunjung ada. Dan ternyata, bus tersebut sudah ada di taman pintar. Kamipun
bergegas ke sana naik mobil shelter tadi. Sesampainya di sana, Taman Pintar
sudah TUTUP. END.
Parkiran Bus tempatb saya keleleran |
Wajah-wajah traveler yang keleleran |
Huwaaaa pengen mewek, padahal saya sudah girang untuk
mengobati kekecewaan saya karena tak bisa menikmati apapun di Candi Borobudur,
saya berharap bisa melihat Taman Pintaberhr. Ya sudah, nanti saya jalan-jalan sendiri lagi
saja. Sayapun lalu jalan-jalan di Malioboro yang juga entah karena apa saya tak
terlalu menikmati. Di pikiran saya hanya ada satu hal : PULANG.
Entah mengapa Malioboro tak sehangat biasanya |
Setelah jalan-jalan di Malioboro, saya bergegas kembali ke
Taman Pintar karena katanya bus sudah menunggu di sana. Ternyata, busnya tak
jadi menunggu di sana dan kami harus jalan kaki melewati dua perempatan. Kalau
tak salah, kami baru naik di daerah Prawirotaman atau di sekitar Puro
Pakualaman. Hahaha, apa lagi ini ya tuhan?
Ya sudah pokoknya saya mau pulang saja. Sebelum pulang, kali
makan malam di sebuah restoran. Yang bikin saya tambah mewek, restoran itu
berada tak jauh dari Amplaz (Ambarukmo Plaza). Duh padahal rencana saya, saat
anak-anak ke Malioboro saya naik Gojek ke sana. Sekedar melepas penat. Ya sudah tak apa. Nanti saja
kalau saya bisa jalan-jalan sendiri lagi (dan lagi).
Oke Untuk pertama kalinya saya benar-benar tak
menikmati Jogja. Satu hal yang bisa saya ambil hikmahnya, untuk jalan-jalan
dengan orang banyak memang butuh manajemen yang baik dan benar. Karena
jalan-jalan dengan banyak orang kita akan terikat dengan Undang-Undnag Dasar
yang membatasi kita untuk menikmati apapun yang sebenarnya bisa kita nikmati.
Sekian dan terimakasih.
Tags
Jalan-jalan
Lha kok apes banget Mas? :D
ReplyDeleteIya mbak... duh klo inget saat itu pgn mewek.. hiks
DeleteHahahaha, reMpong banget.Untung aku ga ikutan. Kalo ikutan pasukan muntah2 tambah heboh
ReplyDeleteiya mbak ruempong
Deletesaya juga maunya gak ikut, tapi gimana tugas negara huhu
Duhh,, jadi semakin pengen ke Yogja plus ke borobudurnya,, :)
ReplyDeletemonggo mas, gak hanya borobudur, banyak candi lain yang juga asyik kok
DeleteRibet banget emang kalo jalan-jalannya terlalu ramai.
ReplyDeletebenar mas, apalgi kalau sama anak2 haha
Delete