Tanda peserta pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dok Istimewa. |
Pemilu 2014 lalu adalah pemilu kedua bagi saya sebagai pemilih. Tapi saya cukup apatis dalam menyambutnya. Tahu sendirilah alasannya. Bicara pemilu, tak lengkap tanpa membicarakan kampanye. Tahapan ini merupakan tahapan yang penting. Dari sekian kampanye pemilu yang saya alami, saya hanya pernah ikut dua kali kampanye pemilu. Itu terjadi saat saya masih kecil dan sangat buta politik. Dua kampanye pemilu itu adalah Pemilu 1997 dan Pemilu 1999. Saat kedua pemilu tersebut berlangsung, saya sedang duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, pemilu bagi saya adalah keramaian yang menyenangkan. Belum lagi, ketika pemilu saya masih ingat kalau sekolah diliburkan hampir satu bulan.
Pemilu 1997
Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir zaman orde baru ini adalah pemilu pertama kali yang saya paham. Pada pemilu ini, saya tahu kalau ada 3 peserta yang warnanya seperti warna lampu lalu lintas: merah, kuning, dan hijau. Nah karena saya pas pemilu ini lumayan sregep ngaji akhirnya saya ngefans banget sama yang namanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai berlambang bintang ini menjadi warna saya saat kampaye Pemilu 1997. Gak tahu alasannya apa, ikut-ikutan saja. Ikut-ikutan teman bermain dan teman ngaji yang pada menjagokan PPP. Saya sempat membeli ikat kepala warna hijau bergambar bintang dengan nomer urut satu plus ada tulisan: PPP Yes Islam Yes PPP Oke. Saya beli di Lek (penjual keliling) yang jualan di depan sekolah. Harganya kalau gak salah 1.000 rupiah.
Kalau mengingat hal itu cukup aneh juga. Habis beli saya langsung memakai ikat kepala itu. Klop dengan warna seragam sekolah saya hijau karena saya sekolah di MI. Biasanya kegiatan kami saat hari-hari kampanye itu bermain kampanye-kampanyean. Mulai naik sepeda keliling menggunakan gelas akua di sela-sela ban agar seperti deru suara motor saat kampanye. Lalu kami kadang-kadang mengacungkan jari telunjuk yang sesuai nomer urut PPP. Dulu itu seingat saya anak-anak di kampung pada mejagokan PPP semua. Saya heran, kok gak ada yang "berkampanye" buat Golkar atau PDI ya.
Kampanye Pemilu 1997 menurut saya juga gokil. Gokilnya itu begini. Tim kampanye partai itu masang alat peraga pakai kertas folio warna yang buat fotokopi sesuai warna partainya. Terus tulisan-tulisannya itu lho bikin ngakak. Misal kalau PPP gini: Bintang Benderang Suara Islam Cemerlang. Haha Puitis banget. Kalau Golkar yang saya inget : Di bawah naungan pohon ini kita akan selalu berkarya. Wow. Kalau PDI malah lebih gokil: Apapun Kamu Banteng Semangatmu PDI Pilihanmu. Bombastis. Kertas-kertas tadi ditempelkan di mana-mana. Jumlahnya hampir sama banyak. Tapi kalau banner dan umbul-umbul, saya masih ingat Golkar yang paling banyak. Di depan sekolah ada. Di pasar ada. Di mana-mana pokonya.
Nah yang saya ingat dan saya heran mengapa kampanye Pemilu 1997 itu lebih sadis dari pemilu-pemilu setelahnya. Sadisnya, tak jarang salah satu pendukung parpol mengejek terang-terangan pendukung yang lain. Tapi herannya kok gak ada keributan ya, cuma beberapa kasus kekerasan yang saya lihat. Salah satu contohnya ketika ada satu truk massa PDI lewat di depan rumah tiba-tiba kreeeek mereka dengan indahnya menyobek banner Golkar yang terpasang. Lalu mereka enak saja pergi. Udah begitu saja. Lain lagi pas saya ke rumah saudara. Ada sekelompok massa Golkar yang tiba-tiba menyobek-nyobek kertas tanda gambar PDI yang ditempel di tiang listrik dan tempat lain. Wow, balas dendam nih. Meski belum menemukan massa PPP berbuat demikian, tapi saya pernah merasakan kesadisan mereka. Saat ikut kampanye PPP di lapangan terbuka, jurkam PPP dengan entengnya mencela partai lain: "Kalau pilih beringin berarti milih tempatnya setan. Kalau milih banteng berarti ikut jadi setan". Meski tersirat, tapi terkesan sadis. Gokilnya, semua yang hadir di sana langsung keplok-keplok dan ikut mengumpat. Untungnya mereka gak pernah papasan di jalan. Saya menduga tiap hari ada jadwal kampanye satu partai. Kalau satu kampanye yang lain gak boleh kampanye (cmiiiw). Kampanye Pemilu 1997 ini juga terkenang istilah Mega-Bintang. Dikit-dikit saya teriak-teriak Mega-Bintang. Gak ngerti apa artinya, hehe.
Totalitas saya mendukung PPP tak hanya di masa kampanye. Saat hari-H pencoblosan, saya ikut keplok-keplok kalau ada suara PPP yang sah. Tapi begitu PPP kalah telak dari Golkar di kampung, saya langsung berhenti mendukung. Biasa, namaya juga anak kecil. Hehe. Di koran pun setelah saya baca Golkar menang dengan lebih dari 70% suara (itulah suara tertinggi parpol yang pernah ada dalam sejarah pemilu di Indonesia), saya tambah males dukung PPP lagi. Padahal, ibu saya yang PNS bersorak ketika Golkar menang telak. Hehehehe.
Pemilu 1999
Kalau pemilu sebelumnya saya dukung PPP habis-habisan, pemilu 1999 ini saya tidak mendukung satu partai, tapi beberapa partai. Sama seperti pemilu berikutnya, saya hanya asal ngikut, hihi. Pertama kali syaa mengikuti kampanyenya PKB bareng Ibu-ibu muslimat. Saya diajak tetangga naik mikrolet keliling kota. Heboh banget. Jaman pemilu 1999, PKB masih jaya-jayanya. Semuanya meneriakkan yel-yel mendukung Gus Dur. Terus yang khas dan saya ingat pakai mengacungkan ibu jari dan jari telunjuk. Alasanya simple. Merepresentasikan nomer urut 35. Gak tau kok bisa jadi 35 padahal saya utak-atik gak menujukkan angka 35 tuh. Acara kampanye ini berlangsung dari pagi sampai sore. Cuma keliling kota aja sambil mengacung-acungkan jari. Tapi di mikrolet saya ibu-ibu muslimat kadang-kadang sholawatan. Maunya sih saya ikut di bak terbuka gabung sama teman-teman. Tapi ibu saya melarang. Hehe.
Besoknya, saya ikut kampanye PAN. Kampanyenya model jalan sehat pas hari minggu. Acara berlangsung di Stadion Gajayana Malang. Sama seperti kampanye PKB, kampanye PAN ini juga heboh banget. Poster PAN dan Amien Rais bertebaran di mana-mana. Habis acara gerak jalan dilanjut pengundian hadiah dan dangdutan sampai siang. Masih belum puas, saya ikut lagi kampanye PDIP beberapa hari kemudian. Wah ini benar-benar super duper heboh. Saya sempat dilarang ibu saya tapi karena ada tetangga yang menjamin jadinya dibolehkan. Pemilu 1999 ini benar-benar pemilunya PDIP dan Megawati. Yang datang banyak sekali. Kampanye sebelumnya yang saya ikuti belum ada apa-apanya. Acaranya sih sebenarnya monoton cuma dangdutan, orasi, sama bantengan. Tapi karena lagi rame-ramenya "Promeg" (Pro Mega), jadi yang datang Masya Allah banyaknya. Saya enjoy aja sambil jajan ikutan meneriakkan yel-yel hidup banteng hidup Mega hidup pokoknya, hehe.
Belum kapok lagi, saya ikutan kampanye PK (sekarang PKS) yang gabungan sama partai lain. Kampanyenya ini di suatu gedung dan menghadirkan anak yatim. Rupanya PK dan partai lain yang "sealiran" patungan nyewa gedung tadi. Jadi jurkamnya gentian kampanye. Lucu juga sih lihatnya. Apa gak bingung yang datang mau milih yang mana, hihi. Herannya, partai yang saya dukung pas pemilu 1997 yakni PPP kok adem ayem aja. Saya gak lihat lagi keeksisan partai ini di Pemilu 1999. Apa sudah terpecah ya jadi massanya banyak yang hilang. Tak taulah.
Oke itulah kenangan saya di pemilu era 90an. Setelah pemilu 1999 dan saya mulai mengerti politik saya jadi males kampanye. Lagian kampanye setelah pemilu 1999 makin sepi aja dan makin garing. Bener gak?
Tulisan ini dipublish pertama kali di Kompasiana.
Catatan : Saat ini, ada aturan yang melarang anak di bawah umur untuk mengikuti kampanye partai politik/pemilu presiden/pilkada. Jadi, jangan coba-coba mengikutkan anak anda untuk kampanye pemilu atau pilkada ya.
Tags
Sejarah