Saya benar-benar kaget dan merasa amat sangat bersalah.
Buku Kerja Siswa yang sudah saya bagikan kepada murid-murid
saya ternyata berisi kata-kata tak pantas.
Memang saya akui, BKS bukan fokus utama
dalam kegiatan pembelajaran. Saya dan rekan guru yang sama-sama mengajar kelas
5 lebih menekankan kepada Buku Paket Tematik Kurikulum 2013 yang telah kami
ketahui isinya dengan jelas karena telah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013
sebelumnya.
Saya yakin, bagi sebagian besar guru (tidak semua), BKS juga
menjadi pelengkap dalam pembelajaran. Biasanya para guru akan menyuruh siswanya
mengerjakan LKS saat pembelajaran pada Buku Paket Tematik hampir usai tiap sub
tema. Dengan penilaian yang cukup rumit, saya yakin para guru tidak sempat mengecek
LKS satu per satu dengan detail. Apalagi, untuk kelas atas (Kelas 4,5, dan 6)
yang terdapat 5 tema pada tiap semester, membuat para guru benar-benar harus
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Belum lagi, jika sang guru mendapat tugas
tambahan sebagai operator sekolah yang harus mengerjakan berbagai hal seperti
Dapodik, Padamu Negeri, atau PUPNS. Tapi, meski begitu, sebagai seorang guru,
saya merasa sangat bersalah tidak mengecek BKS sebelum membagikan kepada murid-murid
saya.
Petaka itu terjadi pada hari Kamis (12/07/2015) kemarin.
Saat saya asyik menerangkan materi di Buku Paket, Bapak Kepala Sekolah dengan
tergesa-gesa meminta saya menghubungi wali kelas 5 yang lain. Kebetulan, di
sekolah saya ada 3 kelas paralel (A, B, dan C). Kami pun berkumpul. Ternyata
ada sebuah kiriman WA dari grup KS se-kecamatan yang isinya meminta kami para
guru kelas 5 menghapus kata-kata (maaf) “pelacur” yang terdapat pada halaman 34
Sub Tema 1 BKS Tema 4. Saya benar-benar kaget. Spontan saya menyuruh
murid-murid untuk mengumpulkan BKS untuk diganti. BKS pun kami ganti dan kami
bagi kembali. Saya hanya bisa berharap anak-anak belum sempat membacanya karena
baru beberapa hari saya bagi.
Hari ini tiba-tiba ada instruksi dari Kepala Dinas
Pendidikan Kota Malang agar semua sekolah menarik semua BKS kelas 5 Tema 4.
Saya menduga mungkin pihak terkait panik dan ingin agar masalah ini dilokalisir
saja tanpa adanya campur tangan pihak luar. Sebenarnya sejak kemarin saya sudah
ingin menulis ini, tapi saya masih tahan karena saya berharap masalah ini bisa
diselesaikan tanpa adanya kehebohan masyarakat. Tapi, melihat banyak berita
yang sudah heboh ya sudah saya tulis saja agar menjadi pelajaran berharga bagi
kita semua.
BKS ini sebenarnya sudah datang sekitar bulan Agustus 2015,
terlambat beberapa minggu dari jadwal yang direncanakan yakni akhir Juli saat
awal tahun pelajaran. Begitu BKS diterima pihak sekolah, maka akan langsung
diberi stempel BOSDA dan disimpan oleh guru kelas masing-masing. BKS biasanya
baru dibagi saat materi masuk pada tema tersebut. Misalnya, saat materi pada
buku tematik menginjak tema 1, maka BKS Tema 1 akan dibagi ke siswa, demikian
untuk tema 2 dan seterusnya.
BKS ini disusun oleh tim dari Dinas Pendidikan, Unit
Pelaksana Teknis Dinas, dan para guru yang ditunjuk oleh UPT/Diknas. Seharusnya,
karena yang menyusun dari Diknas, maka BKS ini telah memenuhi standar sebagai
BKS yang layak. Dari penuturan rekan kerja saya yang sudah malang melintang
menulis BKS, tiap guru diminta untuk menulis 1 sub tema (materi dan soal
evaluasi). Nantinya tim penyusun BKS akan menyerahkan BKS kepada koordinator
tiap tema. Dari koordinator ini, lalu pengawas akan mengedit isi BKS tersebut.
Jika tim pembuat BKS ini bekerja dengan baik dan dengan
wkatu yang cukup, maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Tapi, dari
penuturan teman saya, penunjukan guru yang menjadi penulis BKS berdasarkan like
and dislike pengawas. Kalau sang guru benar-benar berkompeten dalam penyusunan
BKS, maka hal itu tak menjadi masalah. Namun, jika sebaliknya, maka BKS yang
(maaf) tak bermutu akan tersebar dan menjadi acuan siswa dalam belajar.
Kasus BKS Kelas 5 Tema 4 ini menurut saya merupakan gunung
es dari masalah penulisan BKS ini. Pada tema-tema sebelumnya sering saya jumpai
materi yang sangat jauh dari KD atau indikator pada buku tematik. Beberapa
bacaan terkesan hanya copy-paste dari blog-blog yang diambil begitu saja. Contohnya pada bacaan mengenai tanggung jawab terhadap keluarga yang bermasalah. Bacaan tersebut ternyata diambil dari sebuah blog mahasiswa yang bisa anda baca di sini. Pun
demikian pula dengan soal evaluasi yang sering diulang-ulang sehingga
kadang-kadang siswa sudah hafal dengan jawabannya. Jika tak begitu, kadang soal
yang dibuat terlalu melebar jauh dari pokok materi pembahasan sehingga siswa
kesulitan menjawab.
Saya yakin, pendidikan di Kota Malang sangat tercoreng
dengan kasus ini. Tapi sudahlah, jadikan hal ini sebagai pembelajaran berharga.
Buatlah BKS dengan sebaik-baiknya karena BKS juga berpengaruh terhadap
pembentukan karakter siswa, di samping berbagai aspek lainnya. Pihak sekolah
terutama guru, juga harus lebih aktif lagi dalam menyeleksi bacaan bagi
murid-muridnya. Bagi orangtua, jadikan pula kejadian ini sebagai pembelajaran
agar juga dapat turut serta mengawasi bacaan putra-putrinya. Dan tentunya, bagi
pihak terkait, mari bekerja dengan sungguh-sungguh agar apa yang kita kerjakan
mendapat barokah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sekian, semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada kata yang
kurang berkenan. Salam
Tags
Catatanku
Ya benar kang, memang perlu selektif dari awal tentang seleksi BKS untuk siswa, semoga hal tersebut tidak terjadi lagi, salam sukses buat kang Ikrom
ReplyDeletekang emang ga di sortir dulu ya sama pihak yang cetaknya?di review dulu sebelum dibagi?kok ya parah betul semoga ga ada kejadian kek gini lagi
ReplyDelete